Investasi, Saham

Jika Saham Delisting, Apa yang Harus Dilakukan Investor?

Jika Saham Delisting, Apa yang Harus Dilakukan Investor?

Ajaib.co.id – Setiap kali ada kabar seputar saham penghapusan pencatatan saham suatu emiten di bursa (saham delisting), investor pemilik saham seringkali langsung panik. Padahal panik tidak akan menyelesaikan masalah. Sebenarnya, apa yang harus dilakukan investor ketika saham delisting? Pertama-tama, kita harus memahami dulu mengapa suatu saham mengalami delisting.

Apa itu delisting saham?

Delisting adalah penghapusan saham perusahaan di Bursa Efek yang akan mengakibatkan saham perusahaan tidak dapat lagi diperdagangkan di Bursa Efek. Kondisi ini dapat terjadi jika perusahaan mengumumkan kebangkrutan atau perusahaan ingin menjadi perusahaan tertutup setelah adanya merger atau akuisisi. Perusahaan juga dapat melakukan delisting ketika melihat regulasi pelaporan yang kompleks dari otoritas pasar modal.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), delisting saham merupakan salah satu risiko yang harus dihadapi investor ketika memutuskan untuk berinvestasi di pasar modal. Di mana, saham yang sebelumnya diperdagangan di bursa akan dihapus dari daftar perusahaan publik. Saham perusahaan tersebut tidak lagi bisa diperjual belikan secara bebas di pasar modal.

Jenis-Jenis Delisting & Faktor Penyebabnya

Delisting adalah penghapusan suatu perusahaan terdaftar dari bursa saham. Sebagai konsekuensi dari pencatatan saham yang dihapus, maka statusnya akan berubah dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan Tertutup. Delisting bisa terjadi secara sukarela (“voluntary delisting“) maupun secara terpaksa (“involuntary delisting” atau “forced delisting“). Masing-masing memiliki latar belakang dan konsekuensi berbeda-beda.

1. Delisting Sukarela

Sejumlah perusaaan bisa jadi memilih untuk mengubah status dari PT Terbuka menjadi PT Tertutup, karena terjadi merger atau akuisisi yang mengakibatkan perubahan pemilik saham pengendali. Delisting juga bisa terjadi karena perusahaan menilai nilai plus yang diperoleh sebagai perusahaan publik itu lebih rendah dibanding kekurangannya.

Perusahaan akan mengajukan permohonan untuk delisting kepada bursa dan pihak berwenang terkait. Setelah permohonan itu disetujui, perusahaan kemudian mengumumkan niatnya melalui keterbukaan informasi. Apa yang harus dilakukan oleh investor saat menerima pengumuman seperti ini?

Perusahaan yang delisting sukarela diharuskan untuk membeli kembali (buyback) saham-sahamnya yang diperdagangkan secara publik. Biasanya, harga yang dipatok dalam buyback itu lebih tinggi daripada harga pasar. Oleh karena itu, investor pemilik saham cenderung diuntungkan oleh delisting sukarela.

Perusahaan-perusahaan yang melakukan penghapusan saham secara sukarela umumnya memiliki bisnis berkinerja bagus dan atau outlook yang cerah. Salah satu contoh paling high profile di Indonesia adalah delisting saham PT Aqua Golden Mississippi Tbk (AQUA) pada April 2011, sekitar 10 tahun setelah akuisisi oleh Grup Danone. Ada pula delisting PT Bank Nusantara Parahyangan (BBNP) lantaran rencana merger dengan PT Bank Danamon (BDMN) pada tahun 2019.

2. Delisting Paksa

Delisting paksa ini terjadi ketika perusahaan publik melanggar aturan dan gagal memenuhi standar keuangan minimum yang ditetapkan oleh otoritas Bursa. Biasanya, kondisi ini terjadi ketika emiten tidak menyampaikan laporan keuangan, keberlangsungan bisnis perusahaan dipertanyakan, dan tidak ada penjelasan selama 24 bulan. Ketika perusahaan tidak memenuhi aturan, maka BEI akan mengeluarkan peringatan ketidakpatuhan. Jika hal ini berlanjut, maka Bursa dapat menghapus saham itu dari pasar saham.

Bursa Efek Indonesia dapat membatalkan pencatatan saham apabila perusahaan gagal memenuhi syarat minimum listing, melakukan pelanggaran, bisnisnya sudah tidak going concern, atau sebab-sebab lain. Intinya, saham delisting paksa hampir pasti berkaitan dengan perusahaan bermasalah dan atau memiliki tata kelola yang buruk.

Salah satu contoh saham delisting paksa terbaru antara lain PT Triwira Insanlestari Tbk (TRIL). Saham ini sudah tersuspen selama 4 tahun dan terkunci pada level gocap (Rp50 per lembar). Kasus delisting paksa seperti TRIL relatif lebih sering terjadi di Indonesia daripada delisting sukarela. Inilah alasan mengapa “saham delisting” jadi berkonotasi buruk.

Dampak Dilesting Saham bagi Investor

Ketika sebuah perusahaan melakukan delisting, modal yang disetorkan investor kepada perusahaan lewat pembelian saham di pasar modal sebenarnya bisa kembali ke pemegang saham. Namun, proses untuk bisa mendapatkan uang tersebut tidak mudah. Bila perusahaan yang melakukan delisting mengalami kebangkrutan, maka perusahaan akan melakukan likuidasi dan prosesnya harus melalui penetapan pengadilan.

Jika hal ini terjadi, perusahaan akan menjual seluruh aset dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kewajiban perusahaan, yaitu membayar utang. Sedangkan, investor saham adalah pihak paling terakhir yang akan menerima pembayaran hasil lukuidasi tersebut. Namun perlu diketahui, pada prakteknya, jarang terjadi dana hasil likuidasi sampai ke pemegang saham, karena biasanya sudah habis untuk digunakan membayar utang.

Apa yang Harus Dilakukan Investor?

Ketika sebuah saham akan dihapus, artinya perusahaan terkait dihapus dari pencatatan bursa. Bagaimana kalau kita masih punya koleksi saham tersebut dalam portofolio? Dalam hal ini, kita masih tercatat sebagai pemilik saham perusahaan itu. Akan tetapi, kita tidak akan bisa lagi memperdagangkan saham delisting melalui Bursa Efek Indonesia.

Untungnya, ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk melepas saham-saham tersebut. Meskipun kita mungkin harus menanggung kerugian, tetapi setidaknya sebagian kecil modal bisa kembali ke kantong. Berikut ini beberapa cara mengatasi saham delisting tersebut:

1. Investor menjual saham dengan harga obral di pasar negosiasi selama masa yang ditentukan

Bursa Efek Indonesia tidak akan mendadak men-delisting perusahaan mana pun tanpa peringatan bagi para pemilik saham. Biasanya, saham-saham yang mengalami delisting paksa merupakan saham-saham yang sudah lama disuspensi atau saham-saham tidur.

Setelah pengumuman saham delisting disampaikan kepada publik, BEI akan memberikan kesempatan dengan membuka suspensinya selama beberapa hari. Selama rentang waktu tersebut, investor disarankan menjual saham di pasar negosiasi. Sayangnya, penjualan saham-saham yang akan delisting ini biasanya sepi peminat.

Saking sepinya peminat, harga akhirnya cenderung didikte oleh buyer. Investor yang ngebet ingin melepas saham kemungkinan terpaksa menerima berapapun harga yang diminta buyer. Realisasi eksekusi jual untuk saham yang delisting paksa bahkan bisa di bawah 10 rupiah per lembar.

2. Investor tetap menyimpan (hold) saham yang telah dimiliki

Kita bisa saja memilih untuk tidak menjual saham delisting dalam portofolio. Tapi, ini bakal jadi mimpi buruk kalau saham koleksi mengalami delisting paksa.

Mengapa? Keberlangsungan bisnis perusahaan yang delisting biasanya sudah di ujung tanduk, sehingga akan mengalami pailit atau bahkan gulung tikar. Padahal, pemilik saham kecil menempati urutan terakhir dalam daftar pihak yang akan memperoleh ganti rugi dari likuidasi perusahaan. Kamu bisa jadi takkan memperoleh uang sepeserpun.

3. Investor menjual saham kembali ke perusahaan

Hingga saat ini, emiten yang mengalami delisting paksa di Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak dibebani kewajiban untuk membeli kembali saham yang dipegang publik. Oleh karena itu, investor tak bisa memilih opsi menjual saham kembali ke perusahaan.

Baru-baru ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kabarnya sedang mempertimbangkan untuk meluncurkan aturan baru guna mewajibkan emiten yang mengalami delisting paksa untuk membeli kembali semua sahamnya yang beredar di publik. Tapi hingga artikel ini ditulis pada 11 Agustus 2020, belum ada berita lebih lanjut mengenai apakah peraturan baru ini sudah disahkan atau belum.

Seandainya perusahaan yang di-delisting paksa diwajibkan untuk membeli kembali saham publik, hal ini bisa menjadi solusi terbaik bagi investor. Meski demikian, kita tak bisa berharap akan memperoleh modal kembali seperti semula. Ingat, perusahaan yang mengalami delisting paksa umumnya mengalami masalah keuangan.

Bagaimana mungkin perusahaan bermasalah membeli kembali saham-sahamnya dengan harga yang layak!? Daripada terancam merugi akibat saham delisting paksa, sebaiknya investor sejak awal menghindari perusahaan-perusahaan berkinerja buruk. Ibarat kata pepatah, “lebih baik mencegah daripada mengobati”.

Sebaiknya, jauhi perusahaan-perusahaan yang memiliki fundamental buruk atau memiliki beban utang besar. Berinvestasilah pada perusahaan-perusahaan berkinerja bagus yang memiliki bisnis mapan dan prospek cemerlang.

Sekarang, kamu bisa membeli saham melalui aplikasi Ajaib. Di sini, kamu bisa memilih emiten saham dengan rekomendasi investor maupun melihat kinerja langsung dari emiten yang akan kamu beli. Hanya dengan bermodalkan mulai dari Rp100 ribu, kamu sudah bisa berinvestasi di aplikasi Ajaib.

Tidak hanya itu, sekarang Ajaib juga dilengkapi dengan layanan Ajaib Prime yang akan membantu kamu untuk mendapatkan layanan premium mulai dari akses eksklusif ke Relationship Manager untuk konsultasi langsung mengenai portofolio investasi hingga mendapatkan laporang keuangan eksklusif dari emiten atau perusahaan yang dinginkan.

Artikel Terkait