Saham

Ilmu Penting Menilai Bagus & Tidaknya Sebuah Saham

saham untuk mahasiswa

Ajaib.co.id – Ibarat pergi ke medan pertempuran, seorang prajurit harus membawa sebuah senjata agar perang dapat dimenangkan. Sama halnya dengan seorang investor di bursa saham, ia harus mempunyai cukup pengetahuan sebagai senjatanya untuk sukses berinvestasi pada sebuah saham.

Bagi investor pemula, sering kali kebingungan memilih sebuah saham portofolio investasinya. Cara paling mudah dan terarah ialah membaca riset yang dibuat perusahaan sekuritas dan mengikutinya.

Namun perlu dicatat, para analis tersebut tidak akan mampu menganalisis semua emiten yang ada karena jumlahnya yang sangat banyak banyak di bursa.

Karenanya, seorang investor sebaiknya membekali dirinya dengan pengetahuan, minimal ilmu dasar yang cukup penting untuk diketahui. Menentukan bagus dan tidaknya sebenarnya tidak terlalu sulit, asalkan ingin belajar pasti lambat laun akan mampu menguasainya.

Salah satu pengetahuan yang harus diketahui oleh seorang investor ialah menentukan nilai wajar suatu saham, alias menganalisis secara fundamental.

Dalam mempelajari analisis fundamental, ada dua model perhitungan yang biasa digunakan, yaitu analisis yang menghasilkan angka absolut dan analisa yang menghasilkan angka relatif.

Model perhitungan angka absolut tersebut memakai banyak asumsi dan serta menuntut pengetahuan yang mendalam sehingga lebih cocok digunakan para analis saham di perusahaan sekuritas.

Contoh model perhitungan yang digunakan para analis sekuritas tersebut ialah metode Discounted Cash Flow (DCF) dan Discounted Dividend Model (DDM) yang menghasilkan angka absolut.

Analisis kedua lebih mudah digunakan untuk investor kebanyakan dengan menghasilkan angka relatif, menggunakan kata-kata relatif karena hasilnya angkanya tinggal dibandingkan dengan nilai pada perusahaan lain maupun angka pada industrinya.

Valuasi relatif ini digambarkan melalui rasio-rasio yang dapat dikelompokan menjadi lima bagian, yakni: Rasio Profitabilitas, Rasio likuiditas, Rasio aktivitas, Rasio solvabilitas, dan rasio harga pasar.

Pertama, yakni rasio profitabilitas (Profitability Ratio), ialah rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba (profit).

Contoh dari rasio profitabilitas: Net Profit Margin (NPM), Operating Profit Margin (OPM), Gross Profit Margin (GPM), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), dan lain sebagainya.

Kedua, rasio likuiditas (Liquidity Ratio) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya (utang), atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan saat ditagih.

Contoh dari rasio likuiditas: rasio lancar (CR/current ratio), rasio cepat (QR/quick ratio), dan rasio kas (CR/cash ratio), Rasio Modal Kerja dengan Total Aset (WCTA – Working Capital to Total Asset Ratio), dan Rasio Interval Keberlangsungan (DIR – Defensive Interval Ratio/Period / DIP).

Ketiga, rasio aktivitas (Activity Ratio), digunakan untuk mengukur tingkat penggunaan aktiva atau kekayaan perusahaan.

Contoh rasio aktivitas: Rasio Perputaran Persediaan (ITO-Inventory Turnover Ratio), Rasio Perputaran Piutang (RTO-Receivable Turnover Ratio), Rasio Perputaran Aset atas Penjualan Neto (TATO-Total Asset Turnover Ratio), Rasio Perputaran Modal Kerja (WCTO-Working Capital Turnover Ratio).

Keempat, Rasio solvabilitas (Solvability Ratio) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi semua kewajibannya baik jangka panjang maupun jangka pendek jika perusahaan dilikuidasi.

Contoh rasio solvabilitas: Rasio Utang Terhadap Aktiva (Total Debt to Asset Ratio), Rasio Utang Terhadap Ekuitas (Total Debt to Equity Ratio), dan Times Interest Earned Ratio/TIER.

Kelima, rasio harga pasar digunakan untuk membandingkan harga saham perusahaan yang diperdagangkan secara publik dengan ukuran keuangan lainnya.

Contoh rasio harga pasar: Rasio Pendapatan Per Lembar Saham (Earning Per Share), Rasio Harga Laba (Price Earning Ratio/PER), Rasio Pendapatan Dividen (Dividend Yield Ratio/DR), Rasio Pembayaran Dividen (Dividend Payout Ratio/DPR).

Rasio-Rasio yang Biasa Digunakan Untuk Menilai Kinerja Sebuah Saham

Tanpa mengecualikan fungsi perhitungan yang ada, Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam laporan statistik bulanannya menggunakan beberapa rasio untuk membandingkan kinerja antar perusahaan.

Rasio-rasio tersebut ialah: Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), Book Value per Share (BV), Price to Book Value (PBV), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Debt to Equity Ratio, Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, Net Profit Margin dan lain sebagainya.

Langsung saja kita bahas fungsi dan maksud dari rasio-rasio tersebut:

Earning Per Share (EPS)

EPS termasuk dalam kelompok rasio harga pasar, rumusnya pendapatan bersih perusahaan selama setahun dibagi dengan jumlah rata-rata lembar saham yang beredar atau diterbitkan (free float).

Contoh: Perusahaan ABCD mempunyai saham beredar di pasar sebanyak 1 juta lembar pada tahun 2016, Laba bersih perusahaan setelah pajak Rp 1 miliar. Perusahaan ABCD memutuskan untuk membagikan 10% dividen kepada investor atau Rp 100 juta kepada para pemegang saham. Lalu, Berapa EPS atau Laba per lembar sahamnya?

Laba per Saham (EPS) = (Laba Bersih setelah Pajak  – Dividen)/Jumlah Saham Beredar

  • (Rp. 1.000.000.000 – Rp. 100.000.000) / 1.000.000
  • Rp. 900.000.000 / 1.000.000
  • Rp. 900,-.

Price Earning Ratio (PER)

PER juga termasuk dalam kelompok rasio harga pasar, rumusnya harga saham di bagi dengan nilai EPS.

Contoh: Diketahui bahwa harga saham DEFG di pasar saham adalah Rp 2.890/unit saham, sedangkan EPS-nya sebagai contoh Rp 425.

Price Earning Ratio (PER) = harga saham / EPS

  • Rp2.890 / 425
  • 6,8 X (kali).

Book Value per Share (BV)

BV juga termasuk dalam kelompok rasio harga pasar, bisa dikatakan inilah nilai dari suatu perusahaan sesungguhnya. Rumusnya yakni modal bersih suatu perusahaan dibagi dengan jumlah saham yang diedarkannya.

Contoh: PT. HIJK yang bergerak di bidang industri rumahan yang memiliki total Aset sebesar Rp. 800 juta dengan utang sebesar Rp. 100 juta. Saham beredar PT.HIJK sebanyak 2 juta lembar. Harga saham perusahaan di pasar saat ini dinilai Rp. 600/saham. Berapakah Nilai Buku per Saham atau Book Value per Share PT. HIJK? Berapa nilai buku PT. HIJK?

BV     = (Aset – Hutang)/Jumlah Saham yang beredar

  • (800.000.000 – 100.000.000)/2.000.000
  • 350.

Price to Book Value (PBV)

PBV juga termasuk dalam kelompok rasio harga pasar, rumusnya harga saham perusahaan di pasar dibagi dengan nilai bukunya (BV).

Contoh: Per tanggal 03 November 2017, Harga per lembar saham PT LMNO adalah sebesar Rp. 2.880,- sedangkan nilai buku per saham atau book value per share adalah sebesar Rp. 1.944,-. Berapakah Rasio PBV atau Rasio Harga terhadap Nilai Buku PT LMNO?

PBV = Harga per Lembar Saham / Nilai Buku per lembar Saham

  • Rp. 2.880,- / Rp. 1.944,-
  • 1,48 kali.

Return On Asset (ROA)

ROA termasuk dalam kelompok rasio profitabilitas, rumusnya adalah laba bersih sebelum pajak dibagi dengan Total Aset. Rasio ini penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva perusahaan. Semakin besar ROA, berarti semakin efisien penggunaan aktiva perusahaan.

Contoh: Berdasarkan laporan keuangan per tanggal 31/12/2016, Laba bersih setelah Pajak atau Net Income PT OPQR adalah Rp. 1,713 triliun sedangkan Total Asetnya adalah sebanyak Rp. 61,433 triliun. Berapakah Tingkat pengembalian aset (ROA) PT OPQR?

ROA = Laba bersih setelah Pajak/Total Aset x 100%

  • Rp. 1,713 triliun / Rp. 61,433 triliun x 100%
  • 2,79%.

Return On Equity (ROE)

ROE termasuk dalam kelompok rasio profitabilitas, rumusnya adalah laba bersih setelah pajak dibagi dengan Total Aktiva.

Contoh: Berdasarkan laporan keuangan yang diterbitkan per tanggal 31 Desember 2017, PT. STUV yang bergerak di sektor konstruksi memiliki laba bersih setelah pajak sebesar Rp. 500 juta, total ekuitas para pemegang saham adalah sebanyak Rp. 800 juta. Berapakah rasio pengembalian ekuitas (ROE) PT. STUV tersebut?

ROE = Laba bersih setelah Pajak / Total Ekuitas

  • Rp. 500.000.000 / Rp. 800.000.000
  • 62,5%.

Debt to Equity Ratio (DER)

Debt of Equity Ratio (DER) adalah suatu rasio keuangan yang menunjukkan persentase antara utang dengan ekuitas yang dimiliki oleh pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini berarti risiko keuangan perusahaan meningkat.

Contoh: Pada laporan keuangan tahunan 2019, diketahui total utang PT ABC Tbk adalah Rp 3 triliun dan total ekuitas (modal) sebesar Rp 900 juta. Berapa kah nilai Debt to Equity Ratio (DER) PT ABC Tbk?

DER = Total Kewajiban atau Utang / Total Ekuitas x 100%

  • Rp 3 triliun / Rp 900 juta x 100%
  • 3,3%

Gross Profit Margin (GPM)

Gross Profit Margin (GPM) adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba kotor dengan penjualan yang dilakukan perusahaan. Rasio ini menggambarkan efisiensi yang dicapai pada bagian produksi.

Contoh: Berdasarkan laporan keuangan yang diterbitkan per tanggal 31 Desember 2019, PT. TUVW yang bergerak di sektor industri konsumsi memiliki laba kotor Rp1.680.564 miliar, total penjualan Rp3.067.434 miliar. Berapakah Gross Profit Margin PT. Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul, Tbk tersebut?

GPM = Laba Kotor / Penjualan x 100%

  • Rp1.680.564 miliar/ Rp3.067.434 miliar x100%
  • 54%

Operating Profit Margin (OPM)

Operating Profit Margin (OPM) adalah rasio yang mengukur kemampuan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dengan penjualan yang dicapai perusahaan. Rasio ini menunjukkan efisiensi bagian produksi, SDM, serta marketing dalam menghasilkan profit.

Contoh: Perusahaan bernama PT AADC merilis dan melaporkan laporan keuangan per triwulannya, yakni pada triwulan/kuartal II 2018, tepatnya  23 Juli 2018. Dalam penyampaian laporan keuangan tersebut disebutkan bahwa perolehan penjualan bersihnya sebesar Rp1 miliar. Adapun laba operasi/usaha yang dihasilkan adalah Rp700 juta. Berapakah rasio operating profit margin dari saham PT AADC?

OPM = Laba Perusahaan sebelum Bunga dan Pajak / Penjualan x 100%

  • Rp700 juta/ Rp1 miliar x 100%
  • 70%

Net Profit Margin (NPM)

Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih atau net profit dari penjualan yang dilakukan perusahaan. Rasio ini mencerminkan efisiensi seluruh divisi di dalam perusahaan.

Contoh: Berdasarkan laporan per tanggal 31 Desember 2016, Pendapatan Penjualan bersih (Net Sales) PT XYZ  adalah sebesar Rp27.063.310 miliar. Sedangkan Laba Bersih setelah Pajak (Net Profit) perusahaan yang berkode emiten XYZ ini adalah sebesar Rp 2.064.650 miliar. Berapakah Majin Laba Bersih atau Net Profit Margin (NPM) PT. XYZ ini?

Net Profit Margin = Laba Bersih / Sales x 100%

  • Rp2.064.650 miliar/ Rp. 27.063.310 miliar x 100%
  • 7,63%

Selanjutnya, hasil dari perhitungan rasio tersebut harus diperbandingkan dengan hitungan rasio pada perusahaan sejenis untuk disimpulkan mahal atau tidaknya suatu saham.

Jika kamu menggunakan aplikasi Ajaib untuk trading saham, kamu akan terbantu dengan fitur competitive ranking sehingga kamu dapat mengetahui kekuatan fundamental perusahaan dibandingkan dengan kompetitornya, dari industri dan sektor yang sama.

Artikel Terkait