Ekonomi

Harga Komoditas Melonjak Berarti Inflasi Naik, Benarkah?

Ajaib.co.id – Melonjaknya harga komoditas kerap dijadikan parameter atau leading indicator inflasi. Bila harga komoditas naik, inflasi juga ikut terkerek naik. Begitu pula sebaliknya. Apakah keduanya selalu memiliki korelasi demikian?

Kata ‘inflasi’ akhir-akhir ini makin sering terdengar, terutama di masa pandemi Covid-19. Tak sedikit yang memaknai inflasi secara sederhana sebagai penurunan nilai uang dan kenaikan harga kebutuhan hidup.

Tak dipungkiri, kenaikan harga komoditas identik dengan tingginya inflasi. Dalam kaitannya antara perubahan harga komoditas dan inflasi, menurut Furlong dan Ingenito (1996) dalam (Prastowo et al, 2008) meyakini bahwa harga komoditas dapat dijadikan sebagai leading indicators inflasi.

Asumsi ini berlandaskan pada dua alasan. Pertama, harga mampu merespon secara cepat shock yang terjadi pada perekonomian secara umum, seperti permintaan agregat (aggregate demand shock).

Kedua, harga komoditas juga mampu merespon terhadap non-economic shocks, seperti banjir, tanah longsor dan bencana alam lainnya yang menghambat jalur distribusi dari komoditas tersebut.

Tapi perlu diingat, sebenarnya inflasi terjadi karena banyak faktor. Salah satunya adalah kenaikan harga-harga komoditas. Faktor-faktor penyebab lainnya antara lain, misalnya, kebijakan bank sentral untuk mencetak uang baru. Tujuannya guna memberi stimulus ekonomi.

Ilustrasinya, bila ada lebih banyak uang beredar di pasaran, maka nilai uang semakin menurun. Aliran uang tersebut dapat meningkatkan permintaan terhadap komoditas. Pada akhirnya, harga komoditas juga ikut naik.

Pertanyaannya, mungkinkah harga komoditas tetap -atau sedikit sekali kenaikannya- di saat bersamaan tidak terjadi inflasi? Pada konteks di atas, kenaikan harga tersebut merupakan implikasi dari bertambahnya jumlah uang yang beredar di pasaran.

Jadi, walaupun harga komoditas tidak naik, inflasi akan tetap terjadi. Hal ini karena uang yang beredar semakin bertambah.

Lalu, bagaimana realisasi hubungan antara harga komoditas dan inflasi di masa pandemi Covid-19 ini?

Pada Agustus 2020, Bank Indonesia (BI) memprediksi laju inflasi akan tetap berada pada level rendah. Pada minggu ke-2 Agustus 2020, Survei Pemantauan Harga menyatakan, inflasi Agustus 2020 diperkirakan akan sebesar 0,01% secara bulanan (month-to-month/mtm).

Dengan perkembangan terkini, prediksi inflasi Agustus 2020 secara tahun kalender mencapai 0,99% (year-to-date/ytd) dan secara tahunan sebesar 1,39% (year-on-year/yoy).

Catatan BI menyebutkan, komoditas emas perhiasan menjadi penyumbang utama inflasi pada periode laporan sebesar 0,11% (mtm). Lalu, diikuti oleh cabai merah sebesar 0,02% (mtm), minyak goreng, dan ikan kembung masing-masing sebesar 0,01% (mtm).

Selain inflasi, ada pula komoditas yang menyumbang deflasi, yakni daging ayam ras sebesar -0,15% (mtm), bawang merah sebesar -0,06% (mtm), telur ayam ras, jeruk, dan tomat sebesar -0,02% (mtm).

Masih rendahnya level inflasi berdasarkan data di atas menggambarkan sebagian harga komoditas mengalami penurunan, sebagian lainnya mengalami kenaikan seiring dengan ekonomi yang semakin menggeliat. Namun, membaiknya ekonomi masih berada di level kontraksi (pertumbuhan negatif).

Kondisi ekonomi global yang mulai membaik setelah mengalami tekanan hebat akibat pandemi Covid-19 juga bisa dilihat dari Purchasing Managers’ Index (PMI). Pada bulan Juni, PMI global sudah mencapai level 47,8. Angka ini membaik dibandingkan bulan sebelumnya, yakni 42,4. Meski begitu, ekspansi belum di level 50.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, indikasi pemulihan ekonomi di sejumlah negara mulai terlihat, seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan Malaysia.

“Tetapi PMI Indonesia masih di bawah 50. Tapi, dilihat bentuknya sudah terjadi turn around,” jelasnya.

Sri Mulyani juga menyoroti daya konsumsi masyarakat yang mengalami pelemahan pada bulan Maret-April. Pada bulan Mei, daya konsumsi tersebut mengalami button up dan mulai meningkat, turn arround.

Seiring dengan mulai munculnya indikasi ekonomi yang semakin menggeliat, harga komoditas pun mulai membaik. Adanya pemangkasan produksi, Sri Mulyani mencontohkan, membuat harga minyak saat ini mulai stabil berada di kisaran USD40 per barel. Untuk komoditas lainnya seperti batubara, CPO, LNG juga mulai menunjukan adanya perbaikan.

Tidak dipungkiri, harga komoditas bisa mempengaruhi laju inflasi. Namun, hubungan keduanya tidak selalu berbanding lurus. Kondisi ini kerap terjadi di tanah air.

Pada tahun 2018, contohnya, inflasi di Indonesia relatif rendah dan terkendali. Tapi, kondisi ini tidak diikuti dengan murahnya harga pangan. Dengan kata lain, harga pangan tetap tidak murah sehingga daya beli rendah.

Hal ini menandakan stabilitas inflasi dan nilai tukar mata uang suatu negara sangat dipengaruhi oleh faktor apakah negara tersebut mempu memenuhi kebutuhan dalam negeri atau impor.

Artinya, bila angka impor suatu komoditas di sebuah negara masih tinggi, maka harganya di negara tersebut relatif fluktuatif. Parahnya lagi, bila negara itu sangat tergantung pada impor komoditas yang dimaksud. Maka, kondisi itu dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.

Lazimnya, harga komoditas akan berbanding lurus dengan permintaan. Namun, harga komoditas akan berbanding terbalik dengan suplai barang. Bila terjadi peningkatan permintaan untuk suatu produk di pasar, tentu harganya juga akan semakin tinggi.

Yang jelas, inflasi membawa banyak dampak terhadap kondisi keuangan kita. Dampak tersebut bisa positif, bisa juga berdampak yang kurang menguntungkan. Bagi masyarakat umum, inflasi dapat berdampak langsung terhadap kesejahteraan hidup. Bagi dunia usaha, banyak keputusan diambil berdasarkan laju inflasi.

Inflasi pada batas wajar mendorong pertumbuhan ekonomi dan memicu masyarakat untuk berinvestasi. Tapi, jika angkanya tidak terkendali bisa menyebabkan masyarakat kesulitan membeli kebutuhan pokok.

Kondisi ini bisa mempengaruhi stabilitas keamanan dan kondisi ekonomi suatu negara. Oleh sebab itu, sebagai langkah antisipasi, Pemerintah dan BI selalu berupaya menjaga nilai inflasi agar tetap terjaga.

Artikel Terkait