Investasi

Harga Batu Bara Anjlok Akibat Covid-19, Alasannya?

harga batu bara

Ajaib.co.id – Ketidakpastian akan pandemi virus corona ini berdampak pada melambatnya ekonomi global. Salah satu sektor yang paling terasa terkena imbasnya adalah pertambangan. Diketahui dari pernyataan Kementerian ESDM yang menyebut bahwa harga batu bara pada Mei 2020 turun sebesar 7% menjadi US$ 61,11 per ton.

Perekonomian yang lambat membuat permintaan batu bara anjlok. Khususnya dari konsumen utama yang berada di kawasan Asia, seperti Korea Selatan, Jepang, Tiongkok, dan India. Menurut penjelasan dari Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agung Pribadi bahwa HBA bergerak secara fluktuatif sejak Januari 2020 lalu.

Sementara di bulan tersebut, HBA tercatat berada di level US$ 65,93 per ton yang turun dari angka US$ 66,30 per ton pada Desember 2019. Kemudian pada bulan Februari 2020, harga batu bara sempat naik menjadi US$ 66,89 per ton.

Bulan Maret berikutnya tercatat raih hasil bagus dan kembali naik ke level US$ 67,08 per ton. Sayangnya, kenaikan tersebut tidak mampu bertahan dan harus terjun bebas pada bulan April 2020 menjadi US$ 65,77 per ton. Terlebih lagi pada bulan Mei 2020 harganya semakin anjlok.

Belum berhenti sampai disitu, empat indeks harga batu bara yang umum digunakan pada perdagangan internasional juga ikut turun, diantaranya adalah Newcastle Export Index (NEX), Indonesia Coal Index (ICI), Platt’s 5900, dan Globalcoal Newcastle Index (GCNC). Sedangkan nilai HBA didapat dari rata-rata keempat indeks tersebut.

Maka, HBA pada bulan Mei 2020 akan dipakai untuk melakukan penjualan langsung dalam waktu satu bulan secara free on board di atas atas kapal pengangkut (FOB Veseel) pada titik serah penjualan.

Batu Bara Dunia Rebound di ICE Eropa

Meski pada perdagangan nasional mengalami penurunan, harga batu bara dunia justru sempat alami kenaikan pada pembukaan perdagangan komoditas berjangka di bursa iCE Eropa pada Selasa (05/05/2020) kemarin.

Tercatat HBA Newcastle rebound dari posisi pelemahan pada awal pekan ini. Kenaikan harga tersebut disinyalir karena dukungan dari rally harga minyak mentah dunia di sesi Eropa yang terjadi kemarin.

Sementara harga batu bara Newcastle untuk kontrak jangka panjang yang sedang ramai diperdagangkan, yakni kontrak bulan Juni 2020 yang lalu dibuka pada level US$ 51,50 per ton menguat 0,10% atau 0.05 poin dari perdagangan sebelumnya. Berdasarkan angka tersebut, harga batu bara dunia sendiri anjlok ke posisi paling rendah dalam 4 tahun terakhir, dari sekitar US$ 70 menjadi kisaran US$ 50.

Dari sisi fundamentalnya, terlihat bahwa perdagangan batu bara masih begitu terpukul pasca penerapan lockdown virus corona di sejumlah negara besar dunia yang menutup seluruh kegiatan industri. Dengan demikian berimbas pada pengurangan jumlah permintaan yang sangat besar. Tahun ini diperkirakan bakal turun paling banyak dalam sejarah sejak perang dunia kedua.

Harga Batu Bara Newcastle Bergerak Tinggi

Lebih lanjut pada pembukaan perdagangan komoditasi berjangka di bursa ICE Eropa pada Rabu (06/05/2020), harga batu bara acuan dunia alami kenaikan. Diketahui HBA Newcastle melonjak dari posisi penguatan harga pada perdagangan sebelumnya.

Kembali menguatnya harga batu bara kali ini ditunjang oleh rally harga minyak mentah dunia sebelum sesi Eropa dibuka. Tercatat harga batu bara Newcastle untuk kontrak jangka panjang pada bulan Juni 2020 yang ramai diperdagangkan dibuka pada level US$ 53,00 per ton, menguat 1,83% atau 0.95 poin dari penutupan perdagangan sebelumnya yang berada di kisaran US$ 51,00.

Sementara itu harga minyak mentah berjenis Brent pada perdagangan sesi Asia sempat mengalami penurunan ke angka US$ 30,56 per barel atau turun sekitar 0,05 persen, lebih rendah daripada perdagangan sebelumnya. Meski begitu, pada sesi perdagangan Eropa harganya cenderung bergerak naik hingga ke level 1,16% dari perdagangan kemarin.

Jika dilihat dari fundamentalnya, kegiatan ekonomi global yang berkurang sangat signifikan membuat permintaan batu bara turun sebagai konsekuensi atas berkurangnya permintaan terhadap kebutuhan energi. Sedangkan pada pasar ekspor batu bara terbesar di Australia menunjukkan penurunan permintaan terhadap batu bara.

Impor negara Jepang pun ikut menurun sebanyak 3% di kuartal pertama berdasarkan statistik perdagangan yang diperoleh dari Kementerian Keuangan pemerintah tersebut. Padahal Jepang merupakan tujuan terbesar ekspor batu bara Australia.

Kemudian hal serupa juga terjadi Korea Selatan, dimana impor batu bara ke negeri ginseng itu turun ke level terendah dalam sepuluh tahun pada kuartal pertama. Hal ini terjadi karena dampak dari virus Covid-19 dan pemberhentian sementara pabrik batu bara.

Masih Akan Terus Tertekan

Beberapa penguatan yang terjadi pada perdagangan sebelumnya masih belum dapat memperbaiki dari sisi fundamental secara signifikan. Diprediksi beberapa bulan ke depan, permintaan batu bara masih akan tetap suram sehingga harga batu bara bakal terus tertekan.

Meskipun sejumlah negara konsumen batu bara terbesar di wilayah Asia mulai melonggarkan lockdown. Lantas tidak membuat permintaan batu bara langsung meningkat.

Alasannya karena tersedianya stok dalam jumlah banyak di berbagai pembangkit listrik akibat dari menurunnya konsumsi energi selama masa karantina. Sementara pemerintahnya cenderung memberikan dukungan terhadap pasokan domestik daripada impor.

Prospek permintaan yang masih lesu akan berakibat pada sulitnya harga batu bara untuk naik ke level sebelum pandemi corona, yaitu di kisaran US$ 64 – 67 per ton.

Artikel Terkait