Ajaib.co.id – Investasi hijau (green investment) menjadi istilah yang semakin populer dari tahun ke tahun seiring meningkatnya tuntutan pelestarian alam secara global.
Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan green investment? Bagaimana penerapannya di Indonesia sejauh ini?
Definisi Green Investment
Tidak ada pengertian definitif mengenai green investment. Green investment memiliki pengertian yang beragam pada konteks, bidang maupun industri yang melekatnya.
Namun, pada prinsipnya, green investment dapat dimaknai sebagai kegiatan penanaman modal yang berkomitmen terhadap konservasi sumber daya alam; penemuan sumber alternatif energi baru dan terbarukan (EBT); proyek udara serta air bersih; dan aktivitas ramah lingkungan lainnya.
Jadi, green investment berfokus pada perusahaan, proyek, atau praktik bisnis ramah lingkungan. Kuncinya adalah investasi hijau tidak merusak lingkungan karena tidak melepaskan emisi gas rumah kaca ke atmosfer.
Proyek-proyek khas yang mencakup investasi hijau meliputi:
- Energi terbarukan dan efisiensi energi;
- Pencegahan dan pengendalian pencemaran;
- Konservasi keanekaragaman hayati;
- Inisiatif ekonomi sirkular;
- Pemanfaatan sumber daya alam dan lahan secara berkelanjutan
Payung Hukum Green Investment di Indonesia
Dasar hukum penerapan green investment di Indonesia sudah jelas. Ada sejumlah landasan hukum yang berlaku terkait green investment di Indonesia. Salah satu regulasi yang mengaturnya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
UU Nomor 25 Tahun 2007, Pasal 3 Ayat (1) menyatakan, penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas berwawasan lingkungan (asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup). Pada UU yang sama, Pasal 16 Huruf d tercantum bahwa setiap penanam modal bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Masih ada sejumlah produk hukum lain terkait investasi hijau di Indonesia, termasuk aturan mengenai insentif. Pemerintah Indonesia telah mengatur pemberian insentif bagi para investor yang berkecimpung pada green investment, seperti pajak, bea masuk, dan bea impor.
Green Investment di Indonesia
Green investment telah menjadi fokus utama investasi di banyak negara, tak terkecuali Indonesia. Terlebih, Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah di bidang energi. Indonesia, misalnya, memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, diikuti oleh kobalt, litium, dan mangan.
Aplikasi green investment adalah terbangun dan beroperasinya industri hijau (green industry). Presiden Joko Widodo telah mengungkapkan bahwa Indonesia akan membangun kawasan industri hijau di Kalimantan Utara. Kawasan industri hijau ini akan menjadi yang terbesar di dunia dan akan memanfaatkan energi hijau untuk menggerakkan industri.
Program-program terkait green investment di Indonesia sudah, masih, dan akan berjalan. Program-program tersebut berjalan secara spesifik tergantung dari lembaga, instansi, atau stakeholder lain yang menjalankannya.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Indonesia, misalnya, telah menyusun empat program utama terkait investasi hijau. Keempat program itu adalah energi, lanskap berkelanjutan, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan persiapan Green Climate Fund (GCF).
Energi
Bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), program ini mendukung sektor energi, khususnya pada subsektor energi terbarukan dan efisiensi energi. Indonesia menargetkan untuk meningkatkan porsi EBT hingga 23% pada tahun 2025.
Sekarang, ada tiga fokus utama program ini. Ketiganya adalah penggunaan limbah kelapa sawit untuk energi, pemanfaatan sistem energi surya fotovoltaik, dan beragam solusi bioenergi lainnya. Meski begitu, ketiga fokus di atas bisa diperluas berdasarkan permintaan dan minat pasar.
Program energi ini juga mencakup potensi investasi pada konservasi energi dan efisiensi energi melalui audit energi di sektor industri.
Lanskap berkelanjutan
Sesuai namanya, program ini berbasis lanskap. Lanskap di sini merujuk pada hutan, gambut dan lahan lainnya yang berperan penting dalam menyediakan berbagai jasa bagi masyarakat. Bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), program ini mengarusutamakan prinsip dan perangkat pertumbuhan ekonomi hijau ke dalam perencanaan pembangunan dan ekonomi dalam sebuah yurisdiksi.
Sejumlah aktivitas dalam konteks lanskap berkelanjutan antara lain:
- Mendorong investasi dalam model bisnis baru untuk pengelolaan hutan dan lahan gambut.
- Membangun rantai pasokan berkelanjutan.
- Membentuk pasar-pasar baru terkait modal alam dan layanan ekosistem.
- Mendekatkan antara pengelola hutan, hutan yang dikelola, dan masyarakat yang bergantung pada hutan.
- Memulihkan ekosistem pada skala lanskap.
- Memobilisasi pendanaan karbon hutan.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Rencana pembangunan nasional juga mencakup pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Bekerja sama dengan Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (DN KEK) di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, program ini mengembangkan kerangka terpadu terkait pedoman dan instrumen kebijakan yang menghubungkan kebijakan fiskal dan investasi makro di KEK, yang akhirnya dapat mendorong rencana investasi hijau serta proyek-proyek yang layak dibiayai (bankable) di KEK.
Persiapan Green Climate Fund (GCF)
Green Climate Fund (GCF) adalah mekanisme pembiayaan dari United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang secara khusus dibentuk untuk membantu negara-negara berkembang, seperti Indonesia untuk mencapai target pengurangan emisinya.
GCF telah berhasil memperoleh dana sebesar USD10,3 miliar yang tercatat pada bulan Januari 2018, dan berencana untuk memobilisasi dana sebesar USD100 miliar per tahun.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) telah menunjuk Global Green Growth Institute (GGGI) sebagai Delivery Partner untuk mengimplementasikan program Persiapan dan Penguatan (“Program Persiapan”) di Indonesia yang didanai oleh GCF.
Terdapat lima hasil yang ingin dicapai dari program Persiapan dan Penguatan tersebut:
- Kapasitas Indonesia diperkuat.
- Berbagai pemangku kepentingan terlibat.
- Entitas Akses Langsung direalisasikan.
- Akses kepada pembiayaan (GCF) ditingkatkan.
- Sektor swasta dilibatkan.