Investasi

Friday the 13th Pasar Saham, Fakta atau Mitos?

Friday 13th
Friday 13th

Ajaib.co.idFriday the 13th sudah tak terdengar asing lagi, terutama bagi pecinta film horror. Nah, istilah Friday the 13th bukan monopoli film bergenre horor. Di dunia saham, Friday the 13th pun dikenal. Bila pada film, Friday the 13th adalah fiksi. Bagaimana dengan Friday the 13th di dunia saham: fakta atau mitos?

Sebagian masyarakat di belahan barat dunia percaya, hari Jumat yang bertanggal 13 dalam sebuah bulan identik dengan kesialan. Antropolog University at Buffalo bernama Phillips Stevens Jr menyebut penilaian tersebut berawal sejak Abad Pertengahan. Tepatnya, saat peristiwa Perjamuan Terakhir antara Yesus (menurut ajaran agama Kristen) dan murid-muridnya.

Pada hari tersebut, Yesus makan bersama 12 muridnya. Jadi, ada 13 orang di meja makan, termasuk Yesus. Mereka makan di hari Kamis. Keesokan harinya terjadi penyaliban Yesus.

Itulah mengapa peristiwa makan bersama tersebut disebut perjamuan malam terakhir (The Last Supper). Menurut Stevens, saat hari Jumat bertemu dengan angka ‘13’, maka berarti ‘pukulan keras ganda’ bagi orang-orang yang memiliki kepercayaan magis semacam ini.

Kepercayaan magis itu kemudian berkembang dan dikenal luas sebagai Friday the 13th. Mitos inilah yang kemudian dibuat dalam film berjudul sama sejak tahun 1980-an.

Film tersebut cukup ‘meledak’ sehingga dibuat sekuelnya beberapa kali. Tak hanya itu, spin-off film tersebut pun dibuat di era tahun 2000-an. Popularitas Friday the 13th pun merambah industri games, merchandise dan lain-lain.

Teori lain menyatakan sugesti Friday the 13th di dunia saham berkaitan dengan buku “Friday, the Thirteenth” yang mengisahkan upaya seorang pialang saham untuk menghancurkan pasar saham secara sengaja pada hari Jumat bertanggal 13. Buku “Friday, the Thirteenth” merupakan karya Thomas William Lawson yang menulisnya di tahun 1907.

Thomas William Lawson dikenal sebagai seorang pengusaha asal Charlestown, Massachusetts, Amerika Serikat (AS) yang hidup antara 26 Februari 1857 sampai 8 Februari 1925. Sebagai pengusaha, rekam jejaknya cukup kontroversial.

Salah satu cerita kontroversialnya adalah saat dirinya berupaya untuk mempromosikan reformasi di pasar saham. Beberapa sumber juga menyebutkan kekayaan yang dia kumpulkan sebagian berasal dari manipulasi saham yang dilakukannya.

Lawson merintis karier di bidang ekonomi sejak muda. Saat berusia 12 tahun, ia kabur dari rumah untuk menjadi pegawai di Bank Boston. Sejak itu, dirinya juga mulai bermain saham. Lawson menjadi spekulan saham perusahaan pertambangan tembaga.

Di kemudian hari, saham perusahaan pertambangan tembaga diketahui menjadi pokok pasar saham Boston. Selama ‘ledakan’ tembaga di akhir tahun 1890-an, Lawson telah menjadi multi jutawan.

Lawson juga dikenal sebagai penggerak utama dalam perusahaan yang membangun kota kecil Grand Rivers, Kentucky menjadi kota penghasil baja utama. Ia membangun perkebunan mewah bernama Dreamworld di Scituate, Massachusetts dengan biaya US$6 juta.

Lawson sempat bergabung dengan Henry H. Rogers dan William Rockefeller untuk berbisnis pertambangan tembaga. Rockefeller sendiri dikenal luas sebagai salah satu keluarga terkaya di dunia. Jejaring bisnisnya sangat luas dan beragam. Salah satu lini bisnisnya adalah sektor minyak.

Sebagai pialang saham, Thomas William Lawson memilih hari Jumat tanggal 13 Desember 1907 untuk menjalankan aksinya di pasar saham. Seperti spekulan saham–atau lebih tepatnya bandar–Wilson pun melakukan spekulasi yang kali ini membawanya ke jurang keterpurukan.

Pada hari itu, Lawson menginvestasikan banyak uang miliknya. Tujuannya untuk menjatuhkan Wall Street. Namun, upayanya tak berhasil. Lawson meninggal dalam kemiskinan pada Februari 1925. Wilson kemudian dimakamkan di samping makam istrinya.

Sesuai genre filmnya atau buku karya Wilson, Friday the 13th di dunia saham dikaitkan dengan sesuatu yang buruk atau mengerikan. Apakah benar demikian? Merujuk laporan Kolb dan Rodriguez (1987) dalam buku berjudul “Who Wants To Be a Rational Investor” karya pakar pasar modal Lukas Setia Atmaja, imbal hasil saham pada Jumat tanggal 13 lebih rendah daripada return hari-hari Jumat lainnya.

Kolb dan Rodriguez melakukan penelitian keduanya yang diambil berdasarkan data dari rentang tahun 1928–2017. Dalam penelitian itu, Kolb dan Rodriguez menyimpulkan bahwa keuntungan harian untuk Friday the 13th hanya sebesar 0,05%, sedangkan untuk hari-hari Jumat lainnya bisa mencapai 4,467%. Apakah itu berarti Friday the 13th benar adanya di dunia saham?

Sekilas, temuan di atas menyiratkan hal demikian. Namun, jangan terlalu cepat menyimpulkan. Lukas meneliti mitos Friday the 13th terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 2002–2009. Pada kurun waktu tersebut, terdapat 13 kali Friday the 13th.

Dari ketiga belas Friday the 13th, tercatat ada tujuh kali imbal hasil positif dan enam kali return negatif. Lalu, rata-rata imbal hasil saat Friday the 13th adalah 0,2% per hari. Angka ini jauh di atas imbal hasil hari-hari lain–termasuk Jumat biasa–yang hanya 0,05%. Jadi, Friday the 13th di Bursa Efek Indonesia (BEI) bukan sesuatu yang buruk atau mengerikan.

Bukti terkini, pada 13 November 2020. Kala itu, IHSG mengakhiri laju di zona hijau pada perdagangan hari tersebut. Memang, indeks tertekan sepanjang perdagangan dan berbalik menguat di menit akhir sebelum penutupan.

Pada penutupan hari tersebut, IHSG berada di level 5.461,15 setelah bergerak di rentang 5.427,63 sampai 5.466,56 sepanjang perdagangan. Kinerja positif pada hari ini membuat IHSG secara kumulatif menguat 2,35% dalam kurun waktu sepekan.

Jadi, Friday the 13th di pasar saham merupakan sugesti semata berdasarkan sejumlah penelitian. Setidaknya, sugesti tersebut tak berlaku atau terbukti secara empiris di pasar saham Indonesia 

Artikel Terkait