Ajaib.co.id – Tahukah kamu bahwa transaksi di bursa saham digerakkan oleh tiga kekuatan; investor dan trader ritel, investor institusi, dan market maker alias Bandar saham. Dua yang disebutkan di awal sudah pernah dibahas dalam artikel Perbedaan Investor Saham Ritel dan Institusional. Kali ini Ajaib akan bahas mengenai yang ketiga; sang pencipta likuiditas yaitu bandar saham dan cara menyikapinya.
Siapa Bandar Saham Itu?
Menurut definisi dari Investopedia; bandar atau Market Maker (MM) adalah sebuah lembaga atau individu yang secara aktif mengutip dua sisi pasar dalam sebuah efek, menyediakan bid dan ask dengan ukuran pasar di tiap sisi [1]. Dengan kata lain Bandar adalah pihak yang menyediakan likuiditas di pasar.
Misalnya, Bandar di saham WXYZ mengantri bid 100 lot di harga Rp500 dan juga ask sebanyak 500 lot di harga Rp505. Maka pelaku pasar lainnya dapat “hajar kanan” alias beli tanpa tawar dari Bandar di harga Rp505 atau menjual di kepada mereka dengan “buang kiri” alias jual dengan harga agak bawah di harga Rp500. Bandar akan menyediakan likuiditas/menjual saham yang dimilikinya dan mendapat keuntungan dari selisih bid-ask.
Fungsinya adalah untuk “meramaikan” transaksi sehingga para trader dan investor merasa yakin bahwa mereka bisa bertransaksi secara aktif tanpa takut “tidak kebagian barang” atau susah menjual. Khususnya di saham-saham IPO, peran Broker sebagai Bandar mutlak diperlukan [2].
Sayangnya istilah Bandar di Indonesia identik dengan konteks perjudian dan membuat pasar saham seolah-olah menjadi semacam arena perjudian yang tidak fair. Dalam perjudian, Bandar adalah orang yang paling diuntungkan.
Sedangkan di saham, semua orang diuntungkan ketika emiten membagikan dividen dan untuk saham-saham berfundamental baik maka secara jangka panjang sahamnya cenderung meningkat dan dengan begitu semua orang yang sudah hold lama akan diuntungkan. Bertransaksi saham bukanlah judi, karena di balik selembar saham (walau kini bentuknya tak berwujud karena online) ada sebuah perusahaan yang terus bekerja mengolah modal menjadi laba.
Yang kebanyakan orang maksud dengan Bandar adalah mereka yang berkegiatan goreng-menggoreng (Pump and Dump) saham yang memang berniat jahat memangsa investor. Bandar yang semacam itulah yang patut kita waspadai. Terlebih lagi, kegiatan Pump and Dump sendiri termasuk ke dalam kategori penipuan dan dapat dijerat secara pidana. Manipulasi pasar disebutkan dalam Bab XI Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Jadi siapakah Bandar? Jawabannya adalah sebuah lembaga, seringkali adalah Broker, perusahaan itu sendiri (insider trading), dll dan individu yang memiliki dana cukup besar untuk menguasai suplai saham, mengatur akumulasi dan distribusi.
Bagaimana aktivitas Bandar?
Dalam menyediakan likuiditas, Bandar akan melakukan empat hal sebagaimana yang dijelaskan oleh Wyckoff yang populer sejak mengenalkan konsep market maker. Empat hal tersebut adalah; Akumulasi, Markup, Distribusi dan Markdown.
- Akumulasi.
Jadi pertama-tama Bandar akan mencoba menguasai suplai saham. Ia akan melakukan pembelian saham secara rutin sedikit demi sedikit setiap harinya. Yang demikian itu dinamakan akumulasi. Akumulasi dilakukan pelan-pelan karena pembelian dalam jumlah besar dalam sekali transaksi saja akan menyebabkan harga naik secara drastis.
Kemudian harga akan dinaikkan dengan membeli lebih banyak dari sebelumnya dalam satu atau dua transaksi saja. Lihat antrian bid dan ask dari saham NIKL di bawah ini;
Perhatikan antrian di kolom Ask. Ada sebanyak 4987 lot di harga 905, 4105 lot di 910, dan 2249 lot di 915. Jika kamu, atau siapapun bisa melahap/membeli semuanya maka harga NIKL otomatis akan naik ke 915. Begitulah cara Bandar menaikkan harga, dengan melahap beberapa fraksi harga di kolom Ask. Itulah yang dinamakan dengan Markup.
- Markup.
Biasanya Markup dilakukan bertepatan dengan rilis laporan keuangan dengan hasil yang menggembirakan atau ketika ratingnya meningkat. Untuk kamu yang belum tahu, lembaga-lembaga pemeringkat seperti Fitch, Moody’s, atau Merryl Lynch biasa menerbitkan rating perusahaan mulai dari AAA+ untuk Baik Sekali hingga CCC alias rating Sampah. Betul sekali, misalnya saja tahun lalu APLN (Agung Podomoro Land Tbk.) sempat mendapat peringkat sebagai perusahaan Junk/Sampah oleh Fitch Ratings [3]. Jika ratingnya membaik tentu merupakan suatu hal yang mesti diumumkan kepada publik.
Ketika ada peningkatan aktivitas biasanya para Tape Reader/ jenis trader yang trading dengan memantau volume transaksi akan segera tertarik. Dan para pelaku pasar lainnya pun akan mulai berdatangan dan menambah cepat kenaikan harga saham.
Biasanya Bandar nakal akan “menambah bumbu” berupa rilis berita yang akan menambah minat investor. Jika pasar terbukti dimanipulasi dengan “bumbu” yang kebanyakan ditambah dengan rumor-rumor yang katanya berasal dari “orang dalam”, maka sang Bandar bisa kena periwit oleh otoritas bursa. Bukan tidak mungkin juga saham tersebut akan disuspensi dan sang Bandar bisa kena hukuman penjara.
Bandar yang hanya bekerja untuk menyediakan likuiditas biasanya tidak melakukan penambahan “bumbu”. Investor yang datang berduyun-duyun biasanya tertarik karena ada kenaikan/lompatan laba bersih yang tercermin di laporan keuangan yang baru dirilis.
Lalu selanjutnya ketika “semua” orang menginginkan saham yang sedang dibandari, maka Bandar malah akan melakukan Distribusi. Lihat gambar di bawah ini;
- Distribusi.
Distribusi dilakukan oleh Bandar dengan menjual suplai saham miliknya secara pelan-pelan ketika semua orang sedang sangat menginginkannya. Maka dari itu di fase Distribusi biasanya harga cenderung hanya bolak-balik di area resistance. Bandar yang sudah memiliki “barang” di harga bawah akan mulai merealisasikan keuntungannya di fase ini.
- Markdown.
Lalu terakhir Bandar dan para trader akan merealisasikan keuntungan bersama-sama ketika harga untuk saham yang sedang “ditumpangi” dianggap sudah kemahalan. Di fase markdown ada banyak trader pemula yang terjebak karena memiliki pemikiran “beli saat harga murah”. Ternyata harga sedang di markdown turun dan menjadi lebih murah lagi. Inilah momen yang dinamakan “cuci piring” ketika “pesta” usai.
Sepintas kegiatan Bandar tampak seperti sesuatu yang jahat, bukan? Melakukan akumulasi, lalu di-markup, setelah itu distribusi dan markdown membiarkan para newbie cuci piring. Namun perlu kamu ketahui bahwa market maker yang diizinkan negara adalah sebatas melakukan kegiatan penyediaan bid dan ask.
Untuk menjadi market maker yang menyediakan likuiditas, kamu perlu izin dari otoritas pasar modal. Market maker yang menyediakan likuiditas mendapat keuntungan dari selisih Bid dan Ask saja. Mereka tidak berfokus pada “Capital Gain”.
Sayangnya ketika dalam proses akumulasi seringkali ada Bandar-bandar lainnya yang “menumpang” ikut melakukan akumulasi dan tak jarang pelakunya adalah orang dalam sendiri alias para pemangku kepentingan dalam perusahaan.
Kamu yang sudah lama di bursa pasti sudah hapal betul dengan sepak terjang Benny Tjokrosaputro sang penerus Batik Keris yang legendaris sebagai Bandar bursa paling ternama. Beliau disebut sebagai sang “Thanos” bursa yang saham-sahamnya sering memakan korban. Banyak yang “menjerit” karena terpaksa “cuci piring” di saham RIMO, MYRX dan POSA, belum lagi NUSA dan lainnya. Beliau sudah sering bolak-balik dikirimi “surat cinta” oleh bursa. Namun peringatan seperti tak diindahkan.
Belakangan beliau ketahuan menghimpun dana masyarakat untuk “diputarkan” di pasar saham dan dipidana oleh sebab ini. Beliau juga sempat jadi “chef” untuk menggoreng beberapa saham lainnya. Inilah jenis Bandar yang ingin kita hindari.
Bagaimana Cara Menyikapinya?
Cara menyikapi Bandar-bandar haus darah yang mengandalkan Capital Gain/selisih jual-beli sebagai sumber penghasilan adalah dengan dua cara; santai saja dan Average Down, atau kamu bisa cutloss lalu menunggu fase akumulasi lagi di saham yang sama.
- Jika kamu memang berniat berinvestasi secara jangka panjang namun kebagian “cuci piring” di saham-saham bluechip maka santai saja.
Meskipun secara jangka pendek terlihat seperti di atas, tetapi saham-saham berfundamental baik secara jangka panjang tetap unggul.
“Dalam jangka pendek, pasar adalah mesin voting, tetapi dalam jangka panjang, ini adalah mesin penimbang” – Benjamin Graham
Ingat saja, selama fundamentalnya baik maka secara jangka panjang “timbangan”nya akan berat ke utara alias menanjak naik. Lagipula fluktuasi saham itu hal biasa, bukan? Price Action memang seperti bukan? Dengan adanya Puncak yang meninggi (Higher High) dan Lembah yang meninggi (Higher Low) maka mengonfirmasi bahwa tren sedang berlangsung.
Memang tren naik atau tren turun itu tidak pernah lurus naik atau lurus ke bawah, bukan? Selalu ada transaksi-transaksi yang membuatnya berfluktuasi seperti itu. Kamu yang menabung saham BBRI pasti tahu betul tentang fluktuasi yang dibicarakan yang naik secara jangka panjang namun sempat berdarah-darah secara jangka pendek.
- Jika kamu berniat ingin trading ala bandar, maka kamu harus kuasai teknik bandarmologi.
Bandarmologi adalah teknik untuk mengetahui kapan Bandar melakukan akumulasi sehingga pengikutnya juga bisa melakukan akumulasi berbarengan dengan Bandar. Teknik ini dipopulerkan oleh Argha J. Karokaro dari tim Creative Trader. Dituliskan di buku Ryan Filbert “Bandarmology – Membeli Saham Gaya Bandar Bursa.” Dan William Hartanto “The Tao of Bandarmology”.
Teknik bandarmologi yang pertama adalah memahami kode-kode broker. Yang terkenal adalah YP untuk Mirae Asset, NI untuk BNI Sekuritas, CC untuk Mandiri Sekuritas, dan lain sebagainya. Kamu juga mesti bisa mengenali mana saja yang merupakan broker lokal dan mana yang broker asing.
Walau kini volume transaksi lokal sudah melebihi transaksi asing, namun lokal cenderung bergerak secara individual. Sedangkan asing lebih kompak dalam membeli dan menjual, oleh karenanya pergerakan transaksi broker-broker asing alias Foreign Flow sering menjadi perhatian. Seringkali dalam satu waktu ada beberapa broker asing kompak net buy di saham ABCD, menyebabkan kenaikan atau penurunan yang signifikan pada saham tersebut.
Lalu berikutnya kamu mesti melihat volume dan riwayat transaksi broker. Tanggal berapa ada transaksi besar yang masuk, apakah transaksinya lebih banyak jual (net sell) atau lebih banyak beli (net buy). Lalu cari tahu broker-broker mana saja yang dijadikan kendaraan oleh Bandar.
Lebih jelasnya jika kamu sudah mendalami ilmu ini kamu bahkan bisa tahu broker A punya saham ABCD di harga berapa dan berapa juta lot, broker B punya berapa juta lot di harga atas atau bawah. Yang ini agak rumit karena melibatkan perhitungan volume yang dilakukan di lembar kerja excel.
Lalu berikutnya setelah tahu, tugas kalian adalah menentukan kira-kira Bandar akan distribusi di harga berapa. Untuk yang satu ini kalian bisa lakukan analisis teknikal sambil pantau antrian bid/ask. Analisis tebal antian untuk bid/ask disebut juga dengan tape reading. Analisis ini juga biasanya dikuasai pada analis bandarmologi.
Kalian akan temukan sendiri kawan-kawan di bursa yang jualan stockpick bandarmologi berbekal ilmu yang diutarakan barusan. Jadi ketika Bandar sedang akumulasi, kalian juga bisa ikutan beli. Ketika Bandar distribusi kalian bisa jualan juga sehingga tidak perlu ikutan cuci piring.
Ilmu ini cukup keren kelihatannya, tapi sering juga kejadian di mana Bandar yang semula hendak angkat harga mendadak membatalkan niatnya karena ada pihak lain yang “menumpang tak tahu diri”. “Penumpang gelap” ini biasanya membeli saham sama banyaknya atau bahkan lebih banyak daripada si Bandar pertama.
Ketika sudah begitu biasanya Bandar yang pertama jadi bete, dan malah “membuang” semua saham yang sedang diakumulasi dan kenaikan malah tidak jadi terjadi.
Nah kamu bisa juga pelajari analisis yang dinamakan dengan Bandarmologi, mulai saja dengan buku-buku Ryan Filbert dan William Hartanto. Jika tidak pun tidak apa-apa karena secara jangka panjang toh harga pulih kembali bahkan naik lebih tinggi, asalkan saham yang kamu beli saham yang jelas.
Jika kamu tidak mau ribet, ada Manajer Investasi berlisensi di Ajaib yang siap kelola dana kamu. Ajaib menyediakan platform untuk kamu membeli reksa dana saham atau reksa dana indeks sehingga kamu tidak perlu repot-repot mengelola portofoliomu sendiri. Kamu bisa pilih dan berinvestasi mulai dari Rp10.000 saja!