Ajaib.co.id – Sebagai emiten baru di bursa, saham asuransi yang satu ini cukup menarik perhatian karena emiten memperlihatkan perbaikan dari sisi laba bersih. Di awal peluncurannya di tahun 2020, sahamnya naik 359% dalam waktu dua bulan saja. Kini bulan mei 2021, saham BHAT berada di posisi Rp 590 per lembar saham. Simak ulasan kinerjanya di bawah ini;
Profil Emiten
PT Bhakti Multi Artha Tbk (BHAT) adalah perusahaan yang memiliki lebih dari satu kegiatan usaha namun utamanya perusahaan bergerak di bidang asuransi jiwa melalui entitas anak. Jadi BHAT melalui anak usahanya yakni PT Nasional Investindo Perkasa (NIP) menguasai kepemilikan tidak langsung atas PT Asuransi Jiwa Nasional (ASN) yang bertugas melaksanakan kegiatan usaha di bidang asuransi jiwa.
Produk unggulan kumpulan dari AJN adalah Proteksi Jiwa Kredit Nasional, Proteksi Kecelakaan Diri Nasional, dan Proteksi Jiwa Eka Nasional. Selain itu produk unggulan individu emiten melalui AJN adalah Nasional Proteksi Spekta Link, Nasional Proteksi Infinity Link, dan Nasional Proteksi Dana Pasti.
Jadi emiten berperan sebagai induk yang memberikan jasa konsultasi manajemen kepada anak usahanya. Jasa konsultasi berupa saran dan pemantauan kinerja memberikan pemasukan tambahan bagi emiten sendiri.
Bhaktu Multu Artha sendiri didirikan pada tanggal 23 Mei 2017 dan melakukan penawaran perdana saham di papan pengembangan bursa pada tanggal 15 April 2020. Saat ini dengan jumlah saham beredar sebanyak 5.000.000.000 lembar di harga Rp 590 maka kapitalisasi pasarnya adalah senilai Rp 3,02 Triliun.
Adapun pemegang saham dengan kepemilikan yang signifikan diantaranya PT Nasional Niaga Abadi (54%) dan PT Surya Duta Mas (6%). Sedangkan saham BHAT yang beredar di masyarakat adalah sebanyak 40% dari jumlah saham beredar.
Riwayat Kinerja
Hingga Mei 2021, laporan keuangan terakhir yang disampaikan emiten adalah Laporan Keuangan Kuartal III-2020, alias hingga September 2020 saja. Selain itu emiten saham PT Bhakti Multi Artha Tbk (BHAT) diketahui baru melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) diketahui baru melantai di bursa pada tanggal 15 April 2020 dan oleh karena itulah riwayat kinerja emiten hanya dapat ditelusuri sampai periode yang terbatas saja.
Berikut data pendapatan dan beban langsung yang dapat disampaikan;
(Rupiah penuh) | Sep-20 | Sep-19 | Perubahan |
Pendapatan Premi | 43,39 miliar | 32,16 miliar | 35% |
Klaim yang Terjadi | 27,19 miliar | 33,35 miliar | -18% |
Klaim Reasuransi | 12,97 miliar | 17,05 miliar | -24% |
Klaim neto | 14,21 miliar | 16,29 miliar | -13% |
PT Asuransi Jiwa Nasional (AJN) sebagai perusahaan di bawah kepemilikan emiten milik perusahaan asuransi yang bermitra dengan perusahaan asuransi umum swasta nasional, perusahaan asuransi umum BUMN, reasuransi swasta nasional, reasuransi BUMN, dan broker asuransi.
Sehingga nasabah dari AJN adalah broker reasuransi, bank BUMN, bank umum swasta nasional, bank pembangunan daerah, bank perkreditan rakyat, lembaga perkreditan desa, perusahaan pembiayaan, koperasi, perguruan tinggi, yayasan dan pemegang polis individu.
Beberapa nasabah asuransi AJN dengan nilai yang signifikan bagi AJN adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Mandiri Tunas Finance, PT Bank Bukopin Tbk, PT Clipan Finance Indonesia Tbk dan PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara Gorontalo.
Per September 2020 pendapatan premi emiten adalah sebesar Rp 43,39 miliar atau meningkat 35 persen dari sebelumnya Rp32,16 miliar di tahun 2019. Adapun klaim yang terjadi turun 18% di tahun 2020 menjadi Rp 27,19 miliar dari sebelumnya Rp 33,35 miliar.
Sebagaimana biasanya klaim yang diterima emiten segera di-cover oleh klaim reasuransi sebesar Rp27,19 miliar dan menyisakan klaim neto untuk ditanggung oleh emiten sendiri sebesar Rp 14,21 miliar. Berikut data neraca dan profitabilitas emiten;
(Rupiah penuh) | Sep-20 | Sep-19 | Perubahan |
Hasil Underwriting | 43,39 miliar | 17,88 miliar | 143% |
Hasil Investasi | 9,6 miliar | 31,16 miliar | -69% |
Pendapatan Usaha | 53 miliar | 63,32 miliar | 34,94% |
Laba Bersih | 1,12 miliar | -186,48 juta | 604% |
Jika kamu belum tahu, sebuah emiten asuransi selalu memiliki dua sumber pendapatan utama yaitu: 1) pendapatan dari kegiatan underwriting asuransi, dan 2) pendapatan dari investasi. Underwriting adalah kegiatan marketing asuransi yang dijalankan oleh agen penjual dengan tujuan menambah jumlah nasabah yang layak asuransi. Sedangkan investasi adalah kegiatan penanaman modal untuk memperoleh keuntungan dari dana yang dihimpun dari nasabah.
Kegiatan underwriting BHAT per September 2020 menghasilkan Rp43,39 miliar atau naik sebanyak 143% dari sebelumnya hanya Rp17,88 miliar saja per September 2019. Kegiatan underwriting termasuk proses seleksi nasabah, nasabah diseleksi karena tidak setiap orang dapat mengikuti program asuransi. Nasabah akan ditentukan kelayakannya berdasarkan riwayat kesehatan, jenis pekerjaan, usia, dan lain sebagainya.
Sedangkan kegiatan investasi emiten mengalami penurunan sebesar 69% menjadi Rp9,6 miliar saja dari sebelumnya Rp31,16 miliar di kuartal III-2019. Memang kegiatan investasi sepanjang tahun 2020 kurang kondusif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dikarenakan pandemi.
Dengan penambahan dari pendapatan usaha lain-lain, pendapatan usaha per September 2020 adalah Rp53 miliar. Posisi ini lebih rendah 34,94% dibandingkan dengan periode yang sama di 2019 yakni Rp63,32 miliar.
Pendapatan usaha lain-lain emiten berupa jasa konsultasi manajemen kepada entitas anak berupa saran dan masukan dalam pengelolaan bisnis asuransi. Perusahaan menerima imbalan jasa atas jasa konsultasi manajemen dari entitas anak.
Meski pendapatan usaha nilainya turun 34,94% akan tetapi laba bersih naik 604% menjadi Rp 1,12 miliar per September 2020 padahal per September 2019 emiten merugi Rp 186,48 juta.
Berikut rasio-rasio yang dapat disampaikan;
Sep-20 | Sep-19 | |
Own Retention | 73,54% | 66,28% |
Loss Ratio | 32,76% | 50,66% |
DER | 21,47% | 29,27% |
RBC | 1294,10% | 1715,93% |
NPM | 2,13% | -0,29% |
Emiten diketahui melakukan reasuransi dengan porsi yang cukup baik. Sebesar 26,46% dari premi yang diterima dari nasabah hingga September 2020 dibayarkan premi reasuransi dan menjadikan rasio Retensi Sendiri emiten 73,54%.
Rasio kerugian emiten per September 2020 adalah sebesar 32,76% sebelumnya lebih tinggi yakni 50,66%. Anjuran OJK untuk rasio kerugian adalah dibatasi sampai maksimal 20% saja, karena lebih tinggi dari 20% menandakan bahwa emiten melakukan proses seleksi nasabah yang longgar yang menyebabkan terjadinya jumlah klaim yang besar.
Meski kita mendapati bahwa rasio kerugian emiten sebesar 32,76% atau lebih tinggi daripada yang dianjurkan, namun ternyata emiten sudah menunjukkan perbaikan karena sebelumnya Loss Ratio per September 2019 adalah sebesar 50,66%.
Loss ratio yang berada di atas yang dianjurkan tidak perlu membuat kita cemas karena ternyata emiten sangat sehat. Rasio Risk Based Capital (RBC) emiten mencapai 1294%, padahal yang disyaratkan hanya 120% saja minimalnya. Loss Ratio atau rasio kerugian adalah rasio yang membagi klaim yang terjadi dengan besar pendapatan premi.
RBC menghitung kemampuan emiten dinilai dari besarnya aset bebas setelah dikurangi kewajiban dengan premi neto. Semakin besar angka RBC maka semakin besar emiten terhindar dari gagal bayar klaim.
Adapun total liabilitas emiten adalah sebesar Rp112 miliar per September 2020, ekuitas alias modal kerja emiten adalah sebesar Rp521,79 miliar. Dengan demikian rasio utang per ekuitas emiten adalah sebesar 21,47% dan ini adalah angka yang sangat sehat karena batas atas yang dianjurkan adalah 100%. Sebelumnya pun per September 2019 rasio DER emiten adalah sebesar 29,27%.
Prospek
Ketika pertama kali melantai di bursa pada April 2020 emiten menjadi yang ke-26 yang mencatatkan sahamnya alias IPO pada tahun 2020. Awalnya perusahaan menawarkan sebanyak 2 miliar lembar saham atau sepadan 40% berasal dari jumlah modal di tempatkan dan disetor penuh. Harga penawaran dipatok sebesar Rp 103 per saham. Hari ini per 26 Mei 2021, BHAT berhasil ditransaksikan di harga Rp590 per lembar saham.
Dari kegiatan IPO-nya, Bhakti Multi Artha mendapatkan tambahan modal sebesar Rp 206 miliar. Dimas Teguh Mulyanto selaku Direktur Utama BHAT mengatakan bahwa dana hasil IPO akan dimanfaatkan untuk menambah modal di PT Nasional Investindo Perkasa (NIP) untuk mempertebal modalnya di PT Asuransi Jiwa Nasional (AJN).
Dengan bertambahnya modal maka portofolio investasi emiten dapat ditambah, selain itu pencatatan saham perdana akan membantu emiten menaikkan citra perusahaan di hadapan para pemangku keperluan dan pemegang saham dan juga berkontribusi terhadap perkembangan industri jasa keuangan di Indonesia.
Di balik bangkitnya kinerja, emiten memiliki Laba per Saham sebesar Rp 0,23 saja. Dengan demikian rasio PE emiten di harga Rp590 adalah sebesar 2618x. Rasio PE menghitung lamanya investor balik modal di harga saat ini. Dengan rasio PE sebesar itu tentu BHAT adalah saham yang termasuk overpriced.
Dari sisi aset bebas pun PBV emiten adalah sebesar 5,65 dan hal ini bisa diartikan bahwa harga saat ini mencerminkan lima kali lipat besarnya ekuitas. Harga emiten saat ini sangat premium baik dari sisi laba maupun aset bebas.
Kesimpulan
Penulis melihat adanya perbaikan dari sisi kualitas manajemen. Berdasarkan underwriting, proses seleksi nasabah sebelumnya per September 2019 benar-benar longgar dan menyebabkan klaim yang terjadi nilainya bahkan lebih besar dari premi bruto. Premi bruto sendiri adalah pendapatan premi ditambah penutupan polis dari nasabah yang surrender dalam program asuransinya.
Per September 2019 jumlah pendapatan premi emiten adalah sebesar Rp32,16 miliar sedangkan klaim yang terjadi mencapai Rp 33,35 miliar. Sedangkan posisi per September 2020, pendapatan preminya adalah sebesar Rp 43,39 miliar dan klaim yang terjadi hanya sebesar Rp 27,19 miliar saja.
Proses underwriting tidak selonggar sebelumnya, dan oleh karenanya klaim yang terjadi tidak sebanyak sebelumnya. Dan kegiatan marketing juga berjalan lancar yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan premi. Kualitas underwriting benar-benar berjalan lebih baik dari sebelumnya.
Emiten juga berhasil melakukan efisiensi beban-beban sehingga kini emiten bisa membukukan laba sebesar Rp 1,12 miliar per Sempteber 2020, padahal sebelumnya emiten merugi Rp 186,48 juta per periode yang sama di tahun 2019.
Secara kesehatan emiten tak punya masalah sama sekali, rasio utang per ekuitas (DER) emiten berada di tingkat sangat sehat dan jauh dari kebangkrutan. DER emiten berturut-turut per September 2019 dan 2020 adalah 29% dan 21%, berada jauh di bawah batas atas 100% yang ditetapkan oleh OJK.
Sedangkan RBC emiten berada di angka 1294%, sebelumnya di September 2019 adalah sebesar 1715%, yang disyaratkan OJK adalah 120% saja minimal. Dengan demikian emiten sangat mampu dalam hal pemenuhan kewajibannya atas klaim nasabah.
Meski kinerja emiten menjadi lebih baik dari sebelumnya namun ternyata harga saat ini termasuk sangat premium, alias kemahalan, jika dibandingkan dengan besarnya laba dan jumlah aset bebas. Adapun PER emiten adalah sebesar 2618x dan PBV sebesar 5,65x.
Disclaimer: Tulisan ini berdasarkan riset dan opini pribadi. Bukan rekomendasi investasi dari Ajaib. Setiap keputusan investasi dan trading merupakan tanggung jawab masing-masing individu yang membuat keputusan tersebut. Harap berinvestasi sesuai profil risiko pribadi. Pembaca yang tertarik diharapkan melakukan analisis lanjutan terkait keputusan investasi maupun trading yang dibuat.