Milenial, Perencanaan Keuangan

Serba-Serbi Warisan yang Wajib Kamu Ketahui

Ajaib.co.id – Semua orang tahu apa artinya warisan. Sinetron Indonesia tak henti menjadikannya tema kisah drama ratusan episode yang tak ada habisnya. Namun warisan juga bisa menghasilkan drama di kehidupan nyata jika tak paham aturan dan cara pelaksanaannya.

Sayangnya memang banyak yang tak begitu paham aturan yang diberlakukan dalam peralihan harta ini. Inilah yang kemudian menyebabkan hadirnya konflik di antara keluarga atau kerabat. Perseturuan muncul karena pembagian harta warisan yang dianggap tidak adil atau tak sesuai.

Mungkin ada yang merasa berhak mendapat warisan dengan alasan kedekatan secara pribadi atau garis keturunan. Namun sebenarnya hukum waris di Indonesia telah mengatur secara jelas mengenai harta peninggalan ini. Kamu pun sebagai generasi muda yang melek literasi keuangan wajib mengetahuinya.

Meskipun mungkin kamu tidak berharap mendapatkan warisan dari orang tua namun pastikan kamu menguasai perkara ini. Mungkin saja di kemudian hari kamu akan berurusan mengenai hal ini atau hanya sekedar menjadikannya wawasan pribadi. Ajaib telah merangkumkan secara khusus uraian soal warisan menjadi sederhana untuk kamu pahami.

Warisan merupakan segala sesuatu peninggalan yang ditinggalkan oleh pewaris dan diwasiatkan kepada ahli warisnya. Wujudnya dapat berupa harta dan termasuk juga diwarisi utang. Harta yang bergerak seperti kendaraan, logam mulia, sertifikat deposito dan lain sebagainya.

Prose peralihan harta ini dapat menyelesaikan masalah atau justru dapat menambah masalah dalam keluarga besar. Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan pendapat mengenai pembagian tanggung jawab hingga pembagian hartanya.

Nah, apa saja pengertian warisan tersebut? Yuk, ketahui selengkapnya di bawah ini.

Apa Itu Warisan?

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), warisan adalah sesuatu yang diwariskan, seperti harta, nama baik; harta pusaka. Harta waris dalam istilah fara’id dinamakan tirah adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik berupa uang atau materi. Dibenarkan oleh syariat Islam untuk diwariskan kepada yang ditunjuk untuk menerimanya.

Singkatnya, warisan adalah berpindahnya hak dan kewajiban atas segala sesuatu. Baik harta maupun tanggungan dari orang yang telah meninggal dunia kepada keluarga yang masih hidup.

Kerapkali ada kesalahpahaman antara warisan dan hibah. Warisan adalah harta yang ditinggal ketika sesorang sudah meninggal melalui surat wasiat. Sedangkan ketika harta tersebut diberikan secara langsung saat orang tersebut masih hidup ialah hibah.

Hibah mirip dengan pemberian namun dalam bentuk harta. Banyak persoalan di Indonesia juga terjadi orang tidak menyedari perbedaan keduanya. Termasuk pula kekuatan hukum di balik dua tindakan ini.

Hukum Waris di Indonesia

Dalam kehidupan sehari-hari, dikenal tiga hukum waris di Indonesia, yakni hukum secara Islam, hukum secara perdata, dan hukum secara adat. Pemberlakuannya biasanya disesuaikan dengan keluarga yang dtingglakan atau yang berperkara.

1. Hukum Waris Islam

Hukun ini adalah hukum peralihan harta atau tanggung jawab untuk pemeluk agama Islam yang bersumber dari Al-Quran. Dalam hukum ini, pembagiannya diatur dalam ketentuan syariah Islam. Sumber utama ketentuan hukum tersebut termaktub dalam Alquran surat An-Nisa ayat 11, 12, dan 176.

Dalam hukum Islam, harta ditinggalkan hanya kepada anak kandung baik anak perempuan maupun anak laki-laki, ayah atau ibu, istri atau suami. Sedangkan anak adopsi maupun anak angkat tidak diberikan hak waris apapun. Jika ahli waris tidak memiliki anak laki-laki dan perempuan kadung, istri/suami, atau orang tua lagi barulah hartanya dialihkan pada saudara kandung.

Adapun, pembagian harta pada saudara laki-laki atau saudara perempuan juga punya besaran dan aturan yang berbeda pula. Selain itu, harta tersebut baru bisa diwariskan setelah beberapa hal dipenuhi sesuai aturan Islam. Sejumlah hal itu antara lain biaya pemakaman orang yang meninggal, surat wasiat atau pesan yang ditinggalkan, dan utang yang ditinggalkan sudah dipenuhi.

2. Hukum Waris Perdata

Hukum waris juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata yang berlaku di Indonesia. Regulaasi ini biasanya banyak diacu oleh masyarakat non muslim. Termasuk warga negara Indonesia keturunan, baik etnis Tionghoa maupun Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP).

Harta warisan menurut aturan perdata ini secara prinsip dibagi menjadi dua hal yakni kematian dan hubungan darah. Maksudnya adalah harta baru dapat dialihkan jika terjadi kematian. Kemudian yang bisa menjadi ahli waris haruslah dengan adanya hubungan darah kecuali suami atau istri. Meski demikian, istri atau suami tersebut harus masih terikat perkawinan dan belum bercerai.

Hal ini sesuai dengan Pasal 830 dan Pasal 832 KUH Perdata. Barulah kemudian jika tidak ada pilihan maka harta baru dialihkan pada ayah/ibu, saudara kandung, keluraga dalam garis lurus ke atas sesuadah bapak dan ibu pewaris. Terakhir ialah paman dan bibi pewaris dan keturunannya.

3. Hukum Waris Adat

Hukum soal peralihan ini mengacu pada aturan yang masih berlaku pada masyarakat adat. Indonesia sendiri memiliki beragam suku bangsa sehingga tentunya ada beraham aturan waris adat yang berlaku. Berbeda masyarakatnya bisa beda pula mekanisme yang diberlakukan.

Biasanya hukum waris adat bentuknya tidak tertulis dan tidak sedetail dua regulasi yang disebutkan sebelumnya. Selain itu, aspek yang juga mempengaruhi seperti struktur kekerabatan dan kemasyarakatan. Namun secara umum ada 4 sistem yang masih diberlakukan secara adat di Indonesia.

Pertama ialah sistem keturunan baik itu sistem garis keturunan bapak (patrilineal), garis keturunan ibu (matrilineal), dan garis keturunan kedua orang tua (bilateral). Kedua yakni sistem individual dengan bagian masing-masing seperti yang berlaku di masyarakat Batak dan Jawa. Ketiga yaitu sistem kolektif berupa harta yang tidak bisa dibagi sehingga ahli waris hanya memiliki hak pakai saja. Terakhir yakni sistem mayorat yang bentuknya dilimpahkan pada satu unit tak terbagi yang pengelolaanya pada satu atau dua orang tertentu. Umumnya yang menerapkannya ialah masyarakat Bali dan Lampung.

Kenapa Merencanakan Warisan Itu Penting?

Kadangkala membahasa soal warisan menjadi persoalan tabu bagi masyarakat Indonesia. Padahal sebenarnya hal itu sangat penting. Ada beberapa alasan yang membuat kamu harus mempersiapkannya, yaitu:

  • Mencegah hartamu jatuh ke tangan pihak yang tidak berhak menerimanya.
  • Perencanaan pembagian ini sebagai upaya untuk mencegah konflik di tengah keluarga sepeninggalmu.
  • Kamu merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga. Kesadaran akan hal ini tentu menjadi penting, mengingat tanggungan anak-anak yang kamu miliki.
  • Kamu memiliki utang yang cukup besar yang dapat diwariskan kepada keluarga kamu.
  • Kamu tidak mau keluarga yang ditinggalkan hanya menikmati sebagian dari harta peninggalanmu.

Kapan Waktu Membuatnya

Merencanakan pembagiannya sejak dini bisa mencegah kemungkinan kekayaan jatuh ke tangan orang lain yang tidak berhak. Bisa pula untuk mencegah konflik yang kemungkinan muncul di kemudian hari. Perencanaan sebaiknya dilakukan saat masih berada di usia produktif, antara umur 40 tahun sampai dengan 45 tahun.

Cara Membuat Warisan

Perencanaan pembagian atau peralihan harta juga menjadi pelindung kepemilikan aset. Misalnya aset diagunkan ke bank, perlu kamu pikirkan bagaimana jalan keluar jika terjadi sesuatu yang terduga sebelum utang lunas. Dengan begitu, aset menjadi milik keluarga, bukan menjadi milik bank. Atau bisa juga sebagai antisipasi jika harta kekayaan berada di dalam negeri, tapi tersebar di luar negeri yang memiliki sistem hukum yang berbeda.

Untuk membuat surat wasiat, kamu bisa mempercayakannya pada notaris agar memiliki ketetapan hukum yang kuat. Bisa pula menuliskannya dalam surat dengan material. Kamu juga bisa berkonsultasi pada perencana keuangan untuk mendapatkan solusi terbaik membuat surat wasiat yang sesuai keinginan.

Cara Pembagian Harta Warisan

Cara pembagian warisan sudah diatur dalam hukum. Di Indonesia sendiri, terdapat tiga cara pembagiannya. Pertama adalah cara membagi harta secara adat, kemudian secara Islam, lalu secara hukum waris perdata. Agar lebih jelasnya, simak penjelasan di bawah ini.

1. Pembagian secara Adat

Cara pembagian warisan menurut adat berbeda antara satu dengan yang lain. Namun secara umum, ada dua jenis ketentuan adat yang digunakan untuk membagikan warisan seseorang berdasarkan gendernya.

a. Adat Patrilineal

Dalam adat patrilineal, ahli waris yang berhak menerima peninggalan harta dari seseorang adalah anak laki-laki yang terdapat dalam keluarga. Di mana, anak laki-laki pertama biasa mendapatkan porsi lebih besar. Namun, ada juga adat yang membagi rata seluruh warisan sesuai jumlah anak laki-laki di keluarga tersebut.

b. Adat Matrilineal

Cara ini berbeda dengan adat patrilineal. Di mana, sistem adat ini membagi harta peninggalannya mengarahkan ahli waris utama kepada pihak anak perempuan.

2. Pembagian secara Islam

Pembagian warisan secara Islam didasarkan pada ilmu Faraidh tentang pembagian harta yang pembagiannya dilakukan secara berhati-hati dan adil berdasarkan petunjuk Alquran.

Pembagian warisan secara Islam sendiri memilik ketentuan yang lebih rigid dan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Sehingga, ahli waris yang memiliki kuasa atas harta peninggalan tersebut juga memiliki kewajiban melakukan lapor pajak warisan. Setiap tahunnya, ahli waris wajib melaporkan harta warisan yang diterimanya dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT).

Ahli waris dalam pembagian harta secara Islam umumnya tidak hanya satu pihak. Berikut adalah cara pembagian harta warisan dalam Islam:

a. Anak Perempuan

Anak laki-laki maupun perempuan mendapat porsi pembagian warisan. Apabila dalam keluarga tersebut pewaris hanya meninggalkan satu anak perempuan, cara pembagian warisannya menjadi berbeda. Ahli waris yang merupakan anak perempuan tunggal berhak memperoleh setengah dari total harta yang ditinggalkan oleh pewaris.

Namun, jika terdapat dua atau lebih anak perempuan yang merupakan ahli waris, sebanyak dua pertiga warisan wajib diserahkan kepada mereka. Dari nilai dua pertiga total warisan tersebut, nantinya dibagi rata antara setiap anak perempuan.

b. Istri atau Janda 

Seorang istri dari seseorang yang ditinggalkan berhak mendapatkan porsi tersendiri dalam pembagian warisan. Di mana, pembagiannya dihitung berdasarkan jumlah ahli waris dalam keluarga yang ditinggalkan.

Seorang istri berhak menerima seperempat dari total harta yang ditinggalkan apabila dalam rumah tangga mereka tidak dikaruniai anak. Namun, jika ada anak yang ditinggalkan, istri hanya memperoleh seperedelapan bagian dari total harta yang ditinggalkan.

c. Ayah

Porsi warisan ke ayah cukup besar, mencapai sepertiga bagian dari total warisan yang ditinggalkan sang anak. Namun, porsi tersebut bisa diterima dengan syarat, tidak ada anak dari rumah tangga yang dijalani seseorang yang meninggal tersebut.

Jika seseorang yang meninggalkan harta warisnya memiliki keturunan, ayah mendapat porsi lebih kecil. Besarannya sebanyak seperenam dari total nilai warisan yang ditinggalkan.

d. Ibu

Besaran warisan yang didapatkan ibu pun bergantung dari ada tidaknya keturunan dari seseorang yang meninggal tersebut. Dalam hukum Islam, jika seseorang yang tidak memiliki keturunan meninggal dan memiliki harta warisan, ibu dari orang tersebut berhak atas sepertiga dari total nilai harta yang ditinggalkan. Jika ada anak dari orang yang meninggal tersebut, ibu tersebut hanya menerima seperenam dari total warisan.

Perlu diketahui juga bahwa jumlah porsi warisan yang berhak diterima ibu hanya berlaku jika ibu sudah tidak bersama atau sudah tidak memiliki ayah yang meninggalkan warisan.

Jika mereka masih bersama, ibu hanya memiliki porsi atas warisan sebesar sepertiga dari nilai warisan yang merupakan total nilai yang sebelumnya sudah dikurangi dari hak milik istri atau janda.

e. Anak Laki-laki

Dalam hukumnya, anak laki-laki memiliki hak lebih besar dibandingkan total warisan yang diperoleh oleh saudara perempuannya. Porsi nilai warisan anak laki-laki yang diatur dalam hukum Islam besarnya mencapai dua kali lipat dibandingkan total nilai warisan yang diterima anak perempuan.

Namun, apabila seseorang yang meninggal tersebut hanya memiliki anak tunggal laki-laki, anak tersebut berhak atas setengah dari total nilai warisan ayahnya. Baru sisanya dibagi-bagi ke pihak lain yang berhak sesuai hukum Islam yang berlaku.

3. Pembagian secara Perdata

Pembagian warisan secara perdata ini merujuk pada kitab undang-undang hukum perdata dan mengarah pada cara pembagian dari barat. Secara garis besar, ahli waris dari seseorang yang meninggalkan warisan dibagi menjadi keluarga inti berdasarkan garis ketentuan.

a. Pembagian Warisan ke Keluarga Inti

Pihak yang dimaksud sebagai keluarga inti dari orang yang meninggalkan warisan adalah suami atau istri, serta anak-anak yang ditinggal mati oleh orang tersebut. Secara total, mereka berhak mendapat setengah bagian dari total nilai warisan yang ditinggalkan.

Secara lebih rinci, janda atau duda yang ditinggalkan berhak menerima porsi warisan sebesar seperempat dari total nilai warisan. Sedangkan, anak-anak dari pewaris memiliki hak atas seperempat total nilai warisan yang ditinggalkan.

b. Pembagian Warisan ke Keluarga Sedarah

Selain keluarga inti, keluarga sedarah dari oleh yang meninggal dan meninggalkan warisan juga berhak atas nilai harta yang diwariskan tersebut. Pihak yang dimaksud sebagai keluarga sedarah adalah ayah, ibu, serta saudara kandung dari orang yang meninggal.

Pihak keluarga sedarah secara total memperoleh setengah dari total warisan yang ditinggalkan, dan etiap anggota keluarga sedarah memiliki ketentuan berbeda dan disepakati dalam menerima total nilai waris yang ditinggalkan.

DI mana, pembagian harta warisan baru dapat dicairkan apabila sang pewaris tidak memiliki utang terkait nilai yang ditinggalkan. Jika masih terdapat utang, ahli waris wajib melunasinya terlebih dahulu.

Jadi, sudah tahu dong apa saja pengertiannya? Dengan merencanakan waris, kamu dapat menghindari konflik keluarga dalam hal pembagian harta. Selain itu, juga mengenai persoalan dalam pengelolaan bisnis keluarga ataupun bisnis patungan. Memperjelas apakah bisnis akan dikelola ahli waris tertentu atau tidak. Semoga bermanfaat ya!

Artikel Terkait