Bisnis & Kerja Sampingan, Dunia Kerja

11 Usaha Jasa Akan Kena PPN, Ada Perusahaan Outsourcing

Sumber: Pixabay

Ajaib.co.id – Bagi para pencari kerja di luar sana, perusahaan outsourcing bisa membantu mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Sebagai penyedia tenaga kerja, perusahaan ini nantinya akan menyalurkan para pencari kerja tersebut ke berbagai perusahaan yang sedang membutuhkan tenaga kerja.

Bahkan, tak jarang juga para pencari kerja tersebut bisa disalurkan dan bekerja untuk perusahaan bonafide yang ada di Indonesia. Sebagai penyalur tenaga kerja bagi perusahaan-perusahaan besar di Indonesia, perusahaan ini nantinya akan dikenakan PPN oleh pemerintah. 

Tentunya hal ini berbeda dengan sebelumnya, di mana perusahaan-perusahaan outsourcing tidak dikenakan PPN. Lantaran, pemerintah sejak 2003 silam tidak memasukkan jasa penyedia tenaga kerja ini sebagai objek PPN. Sehingga, tidak ada kewajiban dari bisnis satu ini untuk membayar PPN.

Peraturan Terbaru Outsourcing Dihapus dari Jasa yang tidak Dikenakan PPN

Jika sebelumnya, berdasarkan PMK 83/PMK.03/2012 Tentang Kriteria dan Rincian Jasa Tenaga Kerja yang Tidak Dikenakan Pajak. Peraturan ini menyatakan perusahaan outsourcing dibebaskan PPN. 

Namun pada revisi peraturan terbaru, pemerintah Indonesia menghapus 2 jenis barang dan 11 jenis jasa pelayanan dari pembebasan PPN. Salah satunya adalah jasa penyedia tenaga kerja.  Hal ini tertuang dari revisi draft RUU Nomor 6 Tahun 1983 KUP 

11 Jasa yang akan dibebankan PPN oleh pemerintah di antaranya:

  1. Jasa kesehatan medis.
  2. Jasa keuangan.
  3. Jasa asuransi.
  4. Jasa penyiaran yang bukan bersifat iklan.
  5. Jasa pengiriman surat dengan perangko.
  6. Jasa pelayanan sosial.
  7. Jasa penyedia telepon umum (menggunakan uang logam).
  8. Jasa tenaga kerja.
  9. Jasa kirim uang lewat wesel pos.
  10. Jasa angkutan umum untuk transportasi di darat, air, dan udara.
  11. Jasa pendidikan.

Kesebelas jasa di atas adalah jenis-jenis jasa yang akan dibebankan PPN oleh pemerintah. 

Sejarah Outsourcing di Indonesia

Di Indonesia, pertama kali istilah outsourcing ini diperkenalkan saat zaman kolonial Belanda. Tepatnya, saat sistem tanam paksa yang diterapkan oleh Belanda kepada masyarakat Indonesia untuk sejumlah komoditas utama Indonesia kala itu, seperti kopi, tembakau, dan tebu.

Sistem ini diterapkan oleh Belanda untuk memperoleh devisa dari komoditas yang diperdagangkan tersebut di pasar internasional.

Di era saat ini, karyawan outsourcing awal mulanya diperkenalkan ketika Megawati Soekarno Putri kala itu menjabat Presiden RI. Namun pada pelaksanaannya, sistem kerja satu ini mendapatkan begitu banyak respon negatif dari masyarakat karena masalah kesejahteraan.

Di mana, status karyawan outsourcing dinilai tidak jelas karena tidak mendapatkan tunjangan dan kesejahteraan seperti karyawan tetap di perusahaan pada umumnya.

Melalui UU Cipta Kerja, walaupun karyawan outsourcing bisa dikontrak seumur hidup, namun pemerintah tetap memberikan perhatian kepada kesejahteraan karyawan. Misalnya pekerja outsourcing diberikan pesangon dan mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan.

Hal ini akan diperoleh oleh pekerja outsourcing apabila mereka mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Pemerintah Rencana Akan Menaikkan PPN Jadi 12%

Selain sudah menghapus 2 barang dan 11 jenis jasa dari pembebasan PPN. Pemerintah dikabarkan juga akan menaikkan PPN dari sebelumnya 10% menjadi 12%. Namun, rencana kenaikan PPN ini masih masih terus digodok oleh pemerintah.

Salah satu alasan mengapa pemerintah Indonesia akan menaikkan tarif PPN adalah selama pandemi penerimaan pajak mengalami penurunan, di mana Indonesia hanya bertumpu pada pembiayaan utang.

Sehingga, mungkin rencana kenaikan tarif PPN akan mulai diberlakukan ketika ekonomi sudah stabil. Dengan begitu, Indonesia bisa mengoptimalkan penerimaan dari sektor pajak.

Pelaku usaha maupun konsumen pasti tahu, rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% akan berimbas terhadap naiknya harga-harga barang yang ada saat ini.

Di sisi lain, hal ini menjadi tantangan bagi para pelaku usaha karena penjualan usaha mereka bisa turun. Sedangkan, bagi konsumen mereka perlu mengeluarkan uang lebih untuk membeli suatu barang atau jasa.

Bayangkan saja, PPN sebesar 10% saja membuat beberapa sektor usaha mengalami penurunan penjualan. Tetapi, ketika pemerintah memberikan kelonggaran PPN bagi sejumlah sektor usaha, seperti properti. Penjualan dari sektor usaha tersebut berangsur-angsur membaik.

Hal ini yang dialami langsung oleh salah satu pengembang properti terkemuka di Indonesia yakni Ciputra. Saat PPN dibebaskan oleh pemerintah untuk sektor properti mulai dari Maret – Agustus 2021, penjualan properti Ciputra mengalami peningkatan dari Maret – Juni 2021 mencapai 100%.

PPN Bisa Meningkatkan Pendapatan Negara lewat Pajak

Dihapusnya sejumlah jasa yang sebelumnya tidak dikenakan PPN adalah untuk bisa memaksimalkan penerimaan pajak bagi negara.

Seperti yang sudah diutarakan pada paragraf sebelumnya, bahwa selama pandemi penerimaan pajak menurun dan Indonesia hanya mengandalkan pembiayaan dari utang. 

Jika dibandingkan negara tetangga, tarif PPN Indonesia sebesar 10% lebih tinggi dibanding Thailand 7% dan Singapura  8%.

Walaupun tarif PPN Indonesia lebih tinggi dibanding dengan negara tetangga yang sudah disebutkan. Namun, Indonesia diklaim menjadi menjadi salah satu negara dengan PPN terendah di dunia.

Rata-rata PPN global berada di kisaran 11% – 30%, di mana Argentina menjadi negara dengan PPN tertinggi yakni 21%.

Sebagai salah satu pos pendapatan negara, PPN memang bisa dijadikan tambahan pendapatan negara. Seperti yang sudah dilakukan Arab Saudi yang telah menaikkan PPN 5% menjadi 15% saat ini.

Hal ini dilakukan karena perekonomian negara-negara dunia terpukul akibat sektor usaha menurun dan pemerintah harus menanggung penurunan penerimaan pajak.

Namun untuk meningkatkan daya beli di masyarakat, negara-negara di dunia perlu memberikan berbagai bantuan sosial kepada masyarakat. Di Indonesia, program bantuan sosial pemerintah, seperti BLT Subsidi Gaji, Kartu Pra Kerja, BLT UMKM, dan jenis bantuan sosial lainnya.

Tentunya untuk saat ini, Indonesia masih bisa sedikit tenang, karena jatuh tempo utang Indonesia masih cukup panjang. Isu kenaikan tarif PPN 10% jadi 12% sepertinya tidak tepat untuk saat ini karena konsumsi rumah tangga di Indonesia masih lesu.

Apabila kenaikan terif PPN diterapkan akan semakin membuat daya beli masyarakat semakin tidak bergairah saja.

Jadi, PPN yang dikenakan oleh pemerintah untuk jasa outsourcing dan jenis-jenis jasa lainnya semerta-merta untuk meningkatkan penerimaan pajak negara yang menurun selama pandemi.

Namun, pemerintah tidak akan mengeluarkan kebijakan PPN baru dengan menaikkan tarif PPN selama pandemi karena memahami bahwa masyarakat sedang berjuang bangkit di masa pemulihan ekonomi.

Artikel Terkait