Saham

Waspada! Dampak “Black Swan” di Pasar Saham

Ajaib.co.id – Pernahkah kamu mendengar istilah “black swan“? Kebanyakan orang awam mungkin mengenalnya sebagai judul film horor psikologis tahun 2010-an yang dibintangi Natalie Portman dan Mila Kunis. Namun, investor saham dunia juga mengenal istilah “black swan” sebagai julukan bagi berbagai peristiwa yang sangat mengejutkan dan berdampak besar bagi pasar keuangan global. Pemula perlu sekali memahami konsep dan dampak peristiwa black swan di pasar saham.

Pengertian Black Swan

Istilah “black swan” secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai “angsa hitam”. Dahulu kala, orang Eropa menggunakan “angsa hitam” sebagai analogi untuk hal-hal yang tidak mungkin ada atau situasi yang tidak mungkin terjadi. Namun, petualang Belanda bernama Willem de Vlamingh kemudian “menemukan” angsa hitam di Australia Barat pada tahun 1967.

Penemuan de Vlamingh mendorong transformasi makna “angsa hitam” menjadi analogi untuk hal-hal yang dahulu dianggap tidak mungkin, tetapi kemudian terbukti bisa terjadi. Ekonom ternama JS Mill pada abad ke-19 konon menyebutkan kesalahan logika angsa hitam sebagai istilah baru untuk mengidentifikasi pernyataan palsu yang dapat dibantah dengan bukti nyata.

Di era modern, seorang ilmuwan mantan trader Wall Street bernama Nassim Nicholas Taleb mempopulerkan teori black swan melalui beberapa bukunya yang bertitel “Fooled by Randomness” (2001) dan “The Black Swan” (2007). Kedua buku tersebut membahas “black swan” sebagai metafora untuk peristiwa keuangan maupun non-keuangan yang tak terduga, tapi berdampak besar dan belakangan dianggap semestinya dapat diperkirakan lebih awal. Beberapa peristiwa black swan yang diulas oleh Taleb antara lain kelahiran internet, Perang Dunia I, bubarnya Uni Soviet, dan lain-lain.

Contoh Peristiwa Black Swan di Pasar Saham

Dalam buku “The Black Swan“, Nassim Nicholas Taleb menjelaskan tiga atribut yang dimiliki oleh sebuah peristiwa black swan. Menurutnya, “Pertama, ini terpencil, berada di luar ekspektasi reguler, karena tidak ada (peristiwa) di masa lalu yang dapat secara meyakinkan menunjukkan kemungkinan kejadian tersebut. Kedua, hal itu membawa ‘dampak’ yang ekstrim. Ketiga, terlepas dari statusnya yang terpencil, sifat manusia membuat kita mengarang penjelasan untuk kejadian itu setelah fakta muncul, (sehingga) membuatnya dapat dijelaskan dan diprediksi.”

Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan ketiga kriteria peristiwa black swan sebagai berikut:

  1. Peristiwa itu mengejutkan.
  2. Peristiwa itu berdampak besar.
  3. Setelah peristiwa terjadi, orang-orang berupaya merasionalisasinya dengan data-data yang sudah ada. Upaya rasionalisasi itu membuat orang-orang berpikir peristiwa itu semestinya dapat dicegah, tapi tidak dapat ditanggulangi oleh program manajemen risiko yang sudah ada.

Para investor dan trader mengenal banyak sekali contoh peristiwa black swan di pasar saham. Krisis finansial Asia 1997 yang bermula dari ambruknya nilai tukar Baht Thailand, krisis keuangan global 2008 yang terpicu oleh kebangkrutan Lehman Brothers, pecahnya gelembung dot-com pada era 2000-an, serta keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa pada referendum tahun 2016.

Bagaimana dengan pandemi COVID-19 yang mengguncang dunia? Banyak pengamat yang mengatakan bahwa pandemi saat ini termasuk peristiwa black swan. Namun, Taleb justru membantahnya. Dalam catatan pribadinya di Medium (tautan: https://medium.com/incerto/corporate-socialism-the-government-is-bailing-out-investors-managers-not-you-3b31a67bff4a ), ia menyatakan pandemi COVID-19 merupakan peristiwa “white swan” alias sesuatu yang sudah pasti akan terjadi dan semestinya tidak mengejutkan.

“Pandemi akut seperti itu tak terhindarkan, (merupakan) hasil dari struktur dunia modern; dan konsekuensi ekonominya akan berlipat ganda karena peningkatan konektivitas dan optimisasi berlebihan. Faktanya, pemerintah Singapura yang kami beri saran di masa lalu, telah siap menghadapi kejadian seperti ini dengan rencana presisi sejak 2010,” papar Taleb.

Strategi Menanggulangi Dampak Black Swan di Pasar Saham

Terlepas dari soal apakah pandemi COVID-19 itu termasuk black swan atau bukan, kita perlu mewaspadai situasi-situasi kritis yang berdampak besar seperti ini. Tapi, para manajer investasi Wall Street yang mengelola dana miliaran saja bisa kecolongan. Bagaimana caranya agar kita sebagai investor kecil-kecilan bisa menanggulangi peristiwa black swan? Berikut ini dua strateginya:

  1. Keyakinan berlebihan pada alat analisis dapat membuat investor makin rentan terkena dampak black swan, karena terhanyut dalam “rasa aman palsu” dari ketidakmungkinan hal-hal di luar ekspektasi. Ingat, black swan merupakan peristiwa yang dulunya dianggap tidak mungkin terjadi. Oleh karena itu, investor tidak boleh yakin 100% terhadap hasil analisisnya sendiri hingga memutuskan untuk all-in (menginvestasikan seluruh modal yang dimiliki). Kita tetap harus menerapkan manajemen risiko dalam setiap keputusan investasi.
  2. Kejatuhan pasar akibat situasi black swan sebenarnya membuka peluang beli saham-saham terdiskon yang sangat menguntungkan bagi investor. Tapi, kita hanya dapat memanfaatkannya jika masih memiliki cadangan dana memadai saat peristiwa itu terjadi. Jadi, investor sebaiknya menghindari investasi all-in dan selalu memiliki cadangan modal sampingan.

Di samping kedua strategi tersebut, ada baiknya pula melaksanakan diversifikasi portofolio investasi. Caranya dengan membagi modal investasi ke dalam beberapa jenis aset yang memiliki unsur risiko berbeda. Salah satu strategi diversifikasi populer bernama “balanced investment portfolio” berupaya menyeimbangkan risiko dan return dengan membagi modal investasi secara sama rata ke dalam saham dan obligasi.

Umpamanya jika kamu punya aplikasi Ajaib, kamu dapat membagi modal ke dalam dua bagian. Satu bagian untuk investasi saham, sedangkan satu bagian lagi untuk reksa dana pendapatan tetap. Reksa dana pendapatan tetap mengandung aset berupa obligasi yang biasanya tetap meningkat meskipun pasar saham tumbang. Jangan lupa juga untuk tetap menyisihkan sejumlah dana investasi dalam bentuk tunai demi mengantisipasi peristiwa black swan di masa depan.

Artikel Terkait