Ajaib.co.id – Jika kamu disuruh memilih antara 2 sepatu olahraga yakni Nike dan League, mana yang akan kamu beli? Rata-rata orang pasti akan memilih sepatu asal Amerika Adidas ketimbang League. Alasan kenyamanan dan kekuatan jadi unsur utama kenapa banyak yang memilih produk asing. Meski begitu, produk-produk dari brand lokal juga sebetulnya punya kualitas setara.
Bicara terkait produk lokal, minggu lalu masyarakat dihebohkan dengan pernyataan Presiden Jokowi yang menggaungkan “cinta produk lokal, benci produk asing”. Sontak hal itu memicu banyak perdebatan di kalangan masyarakat, ada yang mendukung, ada pula yang menyindir.
Sebenarnya tidak ada yang salah untuk menyukai brand asing, namun masyarakat dan juga negara harus mendukung produk lokal agar bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri. Maksud dari Presiden sebetulnya sangat baik, mengajak masyarakat, swasta, dan usaha besar agar mau berpihak ke UMKM. Pernyataan tersebut sebagai bentuk afirmasi peran negara dalam memberi peluang besar bagi brand lokal untuk berkembang.
Kurangnya Dukungan
Keinginan Presiden dalam mendukung UMKM seharusnya dibarengi dengan pembatasan kebijakan impornya. Namun yang terjadi justru hampir seluruh sektor saat ini melakukan impor, padahal ada sejumlah komoditas yang dapat diproduksi dalam negeri.
Apalagi negara belum memberikan perlindungan dan dukungan penuh terhadap industri dalam negeri, maka tak heran jika banyak produk lokal kalah bersaing akibat derasnya produk asing masuk ke pasar Indonesia. Meskipun ada beberapa brand lokal yang mampu mengekspor produknya ke luar negeri.
Ajakan Jokowi benci produk asing perlu didukung dengan kebijakan strategis dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor. Sementara sektor-sektor yang bisa dikelola sendiri harus didorong lebih lagi.
Daripada menunggu pemerintah bergerak memberi dukungan dan perlindungan penuh pada industri lokal, sudah seharusnya masyarakat ikut berperan dalam memajukan dan mengembangkan usaha dalam negeri.
Toko Online Bisa Mengancam Brand Lokal
Kemunculan toko-toko online saat ini tidak dipungkiri membantu brand lokal untuk memasarkan produknya lebih luas. Di sisi lain, kehadiran marketplace ini memiliki dampak negatif yang bisa mengancam produk-produk lokal.
Ada istilah bernama predatory pricing yang merupakan strategi dari kumpulan orang-orang untuk menjual produk dengan harga jauh lebih murah. Strategi ini bisa membuat pelaku industri lain bangkrut sehingga mereka bisa menguasai pasar. Inilah maksud Jokowi dalam pernyataannya “benci produk asing”.
Bagaimana itu bisa terjadi? Setiap konsumen yang belanja di toko online, maka jejak digitalnya akan terbaca oleh sistem komputer, apa saja yang dilihat, apa yang konsumen beli, dan berbagai macam perilaku dalam berbelanja secara online. Seluruh data tersebut akan terkumpul dalam sebuah sistem yang disebut Big Data. Sayangnya, Indonesia belum punya sistem semacam ini. Singapura atau China, kemungkinan besar sudah menggunakannya.
Bahayanya adalah informasi itu bisa jadi senjata untuk mematikan suatu negara. Contohnya saja dalam hal berbelanja. Negara lain bisa tahu masyarakat Indonesia suka belanja produk-produk seperti apa, dan produk yang sedang tren. Selanjutnya mereka akan meminta pelaku industri kecil mereka membuat produk yang sama. Tujuannya supaya dapat dijual di Indonesia dengan harga jauh lebih murah.
Ini jadi masalah besar bersama yang harus dibasmi karena mereka dengan semena-mena membajak ide-ide kreatif anak bangsa. Pengusaha asing bisa melakukan hal tersebut karena cukup membayar bea masuk saja. Sementara, pengusaha dalam negeri harus membayar gaji karyawannya setiap bulan.
Predatory pricing ini sudah dilarang oleh perdagangan internasional. Namun, karena Indonesia adalah salah satu negara konsumen terbesar dunia maka selalu ada peluang dan celah yang bisa dimanfaatkan.
Adanya UMKM ini bisa jadi penyelamat negeri ketika ada krisis seperti yang terjadi pada tahun 1998. Pengusaha asing sudah pasti tidak mampu membantu ekonomi nasional, UMKM lah tulang punggungnya. Maka dari itu, wajib dilindungi dan kalau perlu diperbanyak lagi.
Masih Kurang Peminat
Produk asing memang begitu menggoda, penuh gengsi, dan berkelas. Itu anggapan yang selalu melekat di kalangan masyarakat. Misalnya saja Nike, brand sepatu yang banyak diminati orang Indonesia meski harga termurahnya mencapai jutaan tetap dibeli. Padahal, diketahui tempat produksi Nike ada di Indonesia. Itu artinya orang kita yang membuat.
Lantas apakah brand lokal tidak cukup berkelas? Secara kualitas sangat yakin bisa membuat kualitas produk setara dengan brand asing. Sayangnya, masyarakat masih kurang meminati produk buatan dalam negeri.
Alasannya bisa jadi ada pada masalah logistik di pengadaan, penyimpanan bahan baku, serta distribusi barang jadi. Apalagi skala produksi yang kecil berimbas pada volume pengadaan bahan baku dan pengiriman produk sehingga biayanya lebih mahal dan daya saingnya rendah.
Sedangkan produk asing mampu memproduksi dalam skala besar serta efisien dalam hal rantai pasok. Dengan begitu, harga jualnya bisa ditekan dan kualitasnya tetap terjaga. Di Indonesia, rantai pasok beberapa komoditas masih terlalu panjang dan kurang efisien.
Permasalahan rantai pasok harus dibenahi secara end-to-end, sebab daya saing suatu produk sangat ditentukan dari efisiensi seluruh pihak yang terlibat dalam rantai pasok.
Langkah Kecil Mendukung Produk Brand Lokal
Di sisi lain, keberhasilan brand lokal dalam menjangkau pasar dalam hingga bahkan sampai ke luar negeri perlu dukungan dari semua pihak. Pemerintah, masyarakat, serta dukungan public figure bisa menjalin ekosistem yang baik.
Menyukai produk asing boleh-boleh saja, namun menggunakan brand lokal jauh lebih keren. Untuk itu, mari kita lakukan langkah nyata seperti gerakan beli produk teman atau gerakan bangga buatan Indonesia. Meski terkesan remeh, tindakan ini mampu membantu mengembangkan UMKM dalam negeri sehingga banyak masyarakat yang bangga dengan brand lokal.