Ajaib.co.id – Dengan komitmen bebas karbon di tahun 2050 maka terdapat kemungkinan industri batubara sebagai penyedia energi, yang murah namun tidak ramah lingkungan, akan mengalami masa-masa sulit ke depannya, termasuk emiten BSML.
Tak hanya perusahaan tambang, perusahaan angkutan laut yang mengangkut batubara juga sudah mulai resah dengan perubahan preferensi energi ini. Lalu bagaimana dengan prospek emiten BSML, perusahaan kapal laut pengangkut batubara yang baru IPO di masa-masa seperti ini?
PT Bintang Samudera Mandiri Lines (BSML) adalah kapal laut angkutan batubara milik grup MNC yang baru melaksanakan IPO di bulan Desember tahun 2021. Menariknya harga sahamnya naik nyaris tiga kali lipat dari Rp 156 ke Rp 457 dalam kurun waktu tiga bulan pasca peluncuran perdananya. Bagaimana dengan performa perusahaannya? Berikut bedah sahamnya.
Profil Emiten BSML
PT Bintang Samudera Mandiri Lines adalah bagian dari grup MNC yang bergerak di bidang pelayanan kapal laut angkutan batubara. Meski sudah didirikan sejak tahun 2009 akan tetapi emiten baru mengantongi surat izin usaha angkutan laut di tahun 2010 dan baru pada tahun 2012 emiten aktif melayani pengangkutan laut dan penyediaan jasa logistik dengan sembilan armada yang beroperasi di pelabuhan Kalimantan, Sulawesi dan Jawa.
Pada tanggal 16 Desember 2021 perseroan memutuskan untuk melakukan pencatatan saham (IPO) di papan pengembangan bursa efek Indonesia (BEI) dengan kode saham BSML. Emiten menawarkan sebanyak-banyaknya 370.045.000 saham atau setara dengan 20% dari total saham dengan harga penawaran sebesar Rp 100 hingga Rp 150 per saham. Dari IPO ini, BSML meraih dana segar sebesar Rp 43 miliar.
Emiten berencana menggunakan dana yang diperolehnya dari pencatatan saham perdananya sekitar 74,62% untuk modal kerja dan operasional emiten seperti pendanaan sewa kapal, angkutan laut dan jasa keagenan. Kemudian sebesar 12,69% dari dana akan dialokasikan sebagai pinjaman kepada anak perusahaannya yakni PT Bintang Samudera Mandiri Persada, sedangkan 12,69% lainnya akan digunakan untuk membayar sebagian utangnya ke Bank Mandiri.
Sehari setelah IPO, yakni tanggal 17 Desember 2021, manajemen BSML menyatakan akan menyetor Rp 5 miliar untuk melunasi pokok utang kepada Bank Mandiri. Adapun total utangnya adalah sebesar Rp 132,64 miliar dengan jatuh tempo di tahun 2027 bulan November di angka suku bunga sebesar 6-9% per tahun.
Riwayat Kinerja
Sebagai emiten yang baru melantai di bursa, sumber informasi mengenai performa emiten hanya dari prospektusnya saja. Diketahui bahwa per Juni 2021 pendapatan BSML adalah sebesar Rp 29,28 miliar. Berikut rincian pendapatan berikut laba dan ruginya sejak tahun 2018.
Tahun | Pendapatan | Laba Kotor | Laba Usaha | Laba-Rugi Bersih |
2018 | 22,34 Miliar | 15,1 Miliar | 12,5 Miliar | 10,79 Miliar |
2019 | 41,81 Miliar | 20,11 Miliar | 13,33 Miliar | 1,53 Miliar |
2020 | 26,96 Miliar | 9,27 Miliar | 5,16 Miliar | 428,55 Juta |
2021 (adj) | 58,57 Miliar | 16,17 Miliar | 13,29 Miliar | 7,06 Miliar |
Diketahui bahwa pendapatan emiten dari tahun ke tahun bervariasi antara Rp 22,34 Miliar hingga Rp 40-an Miliar. Per Juni 2021 pendapatan emiten adalah sebesar Rp 29,28 Miliar, dengan begitu diproyeksikan bahwa di akhir 2021 pendapatan emitan adalah sebesar Rp 58,57 Miliar.
Yang menjadi masalah adalah bahwa sebelum tahun 2021, laba bersih emiten dari tahun 2018 hingga 2020 terus turun. Dari Rp 10,79 Miliar di 2018 turun 92% menjadi hanya Rp 1,53 miliar di 2019 dan menjadi hanya Rp 428,55 juta saja di akhir 2020. Emiten punya masalah serius dalam hal efisiensi.
Di tahun 2021 emiten dipastikan memiliki peningkatan laba sebesar Rp 2,68 miliar dikarenakan adanya penjualan aset tetap non produktif dan menurunnya beban bunga bank setelah emiten melunasi sebagian utang bank nya pada Mei 2020.
Berikut informasi mengenai marjin laba BSML.
Tahun | GPM | OPM | NPM |
2018 | 67,62% | 55,96% | 48,32% |
2019 | 48,11% | 31,90% | 3,66% |
2020 | 34,39% | 19,15% | 1,59% |
2021 (adj) | 27,62% | 22,69% | 12,06% |
Marjin laba didapat dengan membagi laba dengan pendapatan. Adapun laba dibagi menjadi tiga yakni laba kotor, laba usaha dan laba bersih. Di atas terdapat perincian dari marjin laba BSML.
Nampaknya emiten membukukan marjin laba yang sangat baik di tahun 2018, di mana marjin laba kotor (GPM) tebal sekali hingga 67,62%. Setelah dikurangi beban-beban maka didapat marjin laba bersih (NPM) emiten adalah sebesar 48,32%.
Di tahun berikut yakni 2019, GPM drop ke 48,11% dan menyisakan NPM hanya sebesar 3,66% saja! Tipisnya marjin laba tentu tidak membuat senang pemilik usaha. Penurunan marjin terus berlanjut di tahun 2020 di mana NPM emiten hanya sebesar 1,59% saja!
Dalam prospektusnya emiten mengakui bahwa Margin Laba Neto (NPM) di tahun 2018 jauh lebih besar karena kewajiban bunga utang bank dan beban penyusutan di tahun 2018 baru dimulai di bulan November 2018 dan baru mulai dibayarkan pada 2019.
Dari tahun ke tahun emiten menerapkan penurunan tarif sewa untuk menarik pelanggan. Di 2019 pendapatan emiten memang meningkat karena diturunkannya tarif sewa namun akibatnya marjin labanya turun menjadi hanya 48,11% saja. Setelah dikurangi beban umum dan administrasi menyisakan marjin laba usaha (OPM) sebesar 31,9% dan NPM sebesar 3,66%.
Semestinya sekalipun marjin laba kotor dan usaha turun, marjin laba bersih tidak turun sedalam itu dari 48% menjadi hanya 3% saja! Emiten berkilah bahwa penurunan NPM diakibatkan penurunan tarif sewa, padahal penyebab utamanya adalah karena gaji dan tunjangan yang nilainya terus bertambah.
Ketika ada gap besar antara OPM dan NPM maka itu adalah tanda dari inefisiensi. Penelusuran lebih lanjut mendapati bahwa pada Beban umum dan administrasi terutama gaji dan tunjangan meningkat setiap tahun meski marjin laba kotor terus berkurang.
Mengenai neracanya, emiten memiliki aset tetap berupa armada kapal pengangkut berjumlah sekitar 14 buah yang terdepreasi nilainya setiap tahun.
Tahun | DER | Current Ratio |
2018 | 551,27% | 29,22% |
2019 | 354,10% | 19,49% |
2020 | 309,72% | 20,11% |
2021 (adj) | 289,20% | 39,49% |
Emiten punya utang lima kali lipat dari modal kerjanya, lihat DER (rasio utang per ekuitas) yang nilainya jauh di atas ambang wajar 100%. Rasio lancar emiten juga jelek, menandakan bahwa secara jangka pendek emiten terpapar risiko gagal bayar utang.
Prospek BSML
Dalam siaran pers yang dikutip Kamis pada 16 Desember 2021, David Desanan Winowood, Presiden Direktur Bintang Samudera Mandiri Lines (BSML), optimis bahwa IPO akan meningkatkan permodalan perusahaan dan memperkuatnya untuk menggali potensi bisnis angkutan laut. “Seperti jasa pelayaran lainnya, perseroan akan menjadi mitra terpercaya dalam menyediakan jasa angkutan kargo untuk barang-barang industri di berbagai daerah,” ungkap Winowood.
Namun berdasarkan data yang diolah dari prospektusnya, BSML tidak memiliki moat yang membuatnya unik dibandingkan penyedia layanan sejenis. Caranya untuk meningkatkan pendapatan adalah dengan menurunkan tarif sewa. Secara branding, BSML mungkin masih kalah menarik sehingga caranya untuk menggaet pelanggan adalah dengan perang harga.
Belum lagi secara industri BSML mengalami ancaman. Seiring dengan peralihan ke energi terbarukan, dengan catatan jika kampanye ramah lingkungan berhasil, industri batubara pelan-pelan akan melemah digantikan dengan energi baterai yang bersumber dari energi terbarukan seperti tenaga surya, dan lainnya.
BSML sebagai kapal pengangkut batubara juga tentunya akan mengalami penurunan volume sewa angkutan batubara, dengan catatan jika peralihan ke energi terbarukan berhasil terjadi. Oleh karenanya prospek BSML terlihat kurang menarik.
Dividen
Sebagai perusahaan terbuka, Perseroan merencanakan untuk membayar dividen tunai setiap tahun mulai tahun buku 2022 sebesar sejumlah sebanyak-banyaknya 35% dari keuntungan atau saldo laba positif yang didapat pada tahun fiskal serta kewajiban Perseroan untuk mengalokasikan dana cadangan.
Kesimpulan
Emiten tidak memiliki moat, alias tidak memiliki keunikan yang membedakannya dengan kapal jasa angkutan batubara lainnya sehingga mesti perang harga. Diskon tarif sewa kapal memang telah membuatnya mengalami kenaikan pendapatan. Sayangnya marjin laba kotor mesti tertekan karena besarnya biaya pokok pendapatan yang harus dibayarkan seiring dengan peningkatan volume perjalanan kapal angkutan BSML.
Dengan turunnya marjin laba kotor, marjin laba usaha emiten juga tertekan, namun yang paling aneh adalah kenaikan beban umum dan administrasi utamanya pada gaji dan tunjangan. Jadi, setiap tahunnya emiten membukukan pendapatan yang bervariasi.
Meski demikian gaji dan tunjangan terus naik tak peduli kondisi perusahaan seperti apa hingga lebih dari Rp 2 miliar lebih dibayarkan hanya untuk karyawan. Sedangkan laba bersih per tahun 2020 hanya Rp 428,55 juta saja!
Semoga setelah emiten IPO, ada lebih banyak mata yang mengawasi perusahaan mengingat laporan keuangan dirilis dan dapat dibaca secara terbuka oleh publik sehingga bisa tercipta perubahan pada manajemen untuk membenahi dirinya.
Prospek industri emiten suram mengingat industri batubara kini sedang menghadapi kampanye energi bersih tidak seperti batubara. Karena emiten adalah penyedia jasa angkutan laut untuk batubara maka kemungkinan emiten juga mesti menghadapi penurunan volume angkutan batubara.
Secara performa, emiten tidak efisien dalam memberikan gaji dan tunjangan sehingga tidak mampu membukukan laba bersih lebih tebal lagi. Emiten juga memiliki masalah kesehatan di mana jumlah utang berkali-kali lipat dari modal kerjanya.
Dari sisi industri, emiten menghadapi prospek yang kurang begitu menyenangkan. Optimisme yang diungkapkan manajemen rupanya tidak sejalan dengan data yang terungkap. Secara umum BSML kurang menarik.
Disclaimer: Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Ajaib membuat informasi di atas melalui riset internal perusahaan, tidak dipengaruhi pihak manapun, dan bukan merupakan rekomendasi, ajakan, usulan ataupun paksaan untuk melakukan transaksi jual/beli Efek. Harga saham berfluktuasi secara real-time. Harap berinvestasi sesuai keputusan pribadi.