Ajaib.co.id – Setiap 3-6 bulan sekali barang-barang elektronik selalu mengalami pembaruan dari sisi model dan juga utilitasnya, hal ini pula yang mendorong tingginya minat masyarakat untuk mengajukan kredit elektronik baru.
Sulit rasanya jika di tengah kemajuan zaman seperti saat ini kita tidak hidup berdampingan dengan barang-barang elektronik yang canggih. Misalnya penggunaan ponsel pintar yang bisa membantu aktivitas kita sehari-hari.
Salah satu contohnya adalah ponsel pintar memiliki fitur alarm untuk membantu milenial yang ingin bangun pagi agar tidak terlambat datang kerja. Contoh ini memang kelihatannya sangat sederhana, namun dari kegunaannya sangat benar-benar bermanfaat untuk mengajari kamu bagaimana cara menghargai waktu.
Belum lagi, di masa new normal di mana aktivitas sekolah tidak boleh bertatap muka. Penggunaan ponsel pintar dapat membantu pelajar dan guru untuk melakukan metode pembelajaran secara online dengan memanfaatkan platform digital.
Selain itu, ponsel pintar juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mencari penghasilan dari internet seperti lewat ojek online atau berjualan online. Walaupun begitu, penggunaan ponsel pintar juga memiliki dampak negatif kepada pengguna.
Dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari penggunaan ponsel pintar adalah membuat otak kamu menjadi malas. Karena sebagian beban kerja otak ditransfer ke ponsel pintar, sehingga hal ini membuat kamu tidak menggunakan kinerja otakmu secara maksimal lantaran semua informasi bisa diperoleh lewat ponsel pintar.
Di balik pro dan kontra dari hadirnya ponsel pintar di tengah masyarakat, barang elektronik satu ini memang sangat digilai oleh milenial zaman now untuk berbagai macam kebutuhan.
Kamu bisa melihat bahwa penggunaan ponsel pontar bukan hanya sebagai media komunikasi semata saja, melainkan ada pula produsen ponsel pintar yang meluncurkan produknya secara khusus untuk para gamers untuk mengakomodir kebutuhan pelanggan dalam menikmati bermain game lewat ponsel pintar.
Ingin Ganti Barang Elektronik yang Sudah Usang, Lebih Baik Pakai Kartu Kredit atau Fintech?
Kartu kredit dan pinjaman uang online merupakan kedua jenis pinjaman yang bisa digunakan untuk kredit elektronik baru. Kamu bisa memanfaatkan kedua jenis pinjaman tersebut sebagai pinjaman konsumtif.
Bila kamu belum pernah mendengar apa itu pinjaman konsumtif, redaksi Ajaib akan memberikan penjelasan singkatnya. Pinjaman konsumtif adalah jenis pinjaman yang ditawarkan oleh bank maupun fintech kepada nasabah, di mana dana pinjaman tersebut diperuntukkan untuk pembelian barang-barang yang bersifat konsumtif.
Bagaimana cara membedakan barang konsumtif dan barang produktif? Perbedaan dari kedua jenis barang tersebut adalah barang konsumtif memiliki nilai yang terus menurun setiap tahunnya seperti kendaraan bermotor dan gadget. Sedangkan, barang produktif memiliki nilai yang selalu naik setiap tahunnya seperti rumah dan investasi.
Sehingga, tak heran bila kamu kredit elektronik seperti TV, laptop, komputer, dan ponsel pintar, semua barang elektronik tersebut termasuk ke dalam utang konsumtif.
Bila kamu ingin benar-benar mengganti barang elektronik di rumah dengan yang baru. Penggunaan kartu kredit dianggap lebih bijak dibanding lewat pinjol.
Mengapa? Karena fasilitas kartu kredit yang kamu peroleh dari sebuah bank memiliki fitur cicilan 0%, tentunya berbeda dengan pinjaman fintech yang membebankan bunga pinjaman yang cukup tinggi kepada nasabah.
Berdasarkan pantauan redaksi Ajaib melalui internet, ada layanan kredit HP online yang mewajibkan nasabah untuk membayarkan uang DP, jika aplikasi pinjaman kamu disetujui.
Misalnya saja bila kamu mengajukan kredit elektronik di Home Credit. Di situs resmi milik mereka, kamu bisa melakukan simulasi perhitungan dari harga barang elektronik yang ingin dibeli.
Jika kamu ingin kredit laptop senilai Rp3 juta dan tenor 6 bulan, kamu perlu menyiapkan uang muka sebesar Rp799.000. Selama masa kredit, cicilan bulanan yang perlu kamu bayarkan sebesar Rp488.500.
Untuk mengetahui akumulasi dari cicilan yang kamu bayarkan, kamu bisa mengalikan Rp488.500 x 6 bulan = Rp2.931.000. Serta, ditambahkan dengan uang muka yang sudah dibayarkan yakni senilai Rp799.000.
Total kesuluruhan biaya = Rp799.000 + Rp2.931.000 = Rp3.730.000
Bagaimana dengan kartu kredit? Jika kamu membeli produk elektronik dengan harga dan tenor yang sama.
Di mana, kamu menggunakan fitur cicilan 0%, kamu hanya perlu membayar sebesar Rp3.000.000 / 6 bulan = Rp500.000 per bulan selama 6 bulan ke depan.
Dari perhitungan menggunakan kartu kredit dan pinjaman fintech di atas, kita sudah mendapatkan gambaran bahwa bunga pinjaman bank lebih rendah dibanding bunga pinjaman fintech. Namun untuk kemudahan dalam proses pengajuan, pinjaman fintech lebih unggul dibanding layanan perbankan.
Mengapa? Karena proses pengajuan pinjaman fintech hanya membutukan beberapa dokumen saja seperti KTP dan 1 dokumen pendukung lainnya.
Lamanya proses pengajuan di fintech hanya memakan waktu sekitar 5-15 menit saja, di mana pada rentang waktu tersebut nasabah sudah bisa mengetahui apakah aplikasi pinjaman yang diajukan disetujui atau tidak. Jika disetujui, kamu tinggal menandatangani SPK dan membayar uang muka.
Namun persyaratan pengajuan setiap fintech berbeda-beda, sehingga kamu perlu membaca dan memahami terlebih dahulu bagaimana mekanisme dan persyaratan yang berlaku.
Beli Elektronik dengan Investasi Tanpa Berutang
Kredit elektronik menggunakan kartu kredit atau pinjaman fintech tetap memiliki risiko sepanjang masa kredit masih berjalan. Daripada terbebani dengan utang yang dapat mengganggu keuanganmu di masa mendatang.
Alangkah baiknya, milenial yang ingin membeli produk elektronik bisa menabung uangnya terlebih dahulu di jenis instrumen investasi yang memang cocok untuk tujuan finansial jangka pendek.
Milenial bisa berinvestasi di reksa dana pasar uang atau reksa dana pendapatan tetap lewat aplikasi Ajaib guna menyiapkan dana untuk membeli gadget baru. Potensi return dari kedua jenis reksa dana tersebut bisa mencapai lebih dari 10% per tahunnya. Dengan begitu, milenial bisa terbebas dari utang konsumtif dan terhindar dari risiko terlilit utang di kemudian hari.