Bisnis & Kerja Sampingan

Leasing Syariah: Pengertian dan Berbagai Macam Kegiatannya

leasing syariah

Ajaib.co.id – Pernah mendengar istilah leasing syariah? Jika belum, tetapi ingin mengetahui produk pembiayaan syariah ini, kamu berada di artikel yang tepat. Pasalnya, redaksi Ajaib akan membagikan ulasannya dalam paparan berikut ini.

Sebelum membahas mengenai leasing syariah, tentunya kamu harus memahami istilah leasing itu sendiri. Leasing biasa dikenal sebagai Sewa Guna Usaha. Lebih lanjut, leasing merupakan kegiatan pembiayaan berbentuk penyediaan barang modal secara sewa guna usaha.

Di dalam dunia leasing, ada beberapa pihak yang saling berkaitan, yakni:

  • Lessor: Pihak yang merupakan perusahaan leasing yang membiayai pengadaan barang-barang modal untuk nasabahnya.
  • Lessee: Nasabah dari lessor yang mengajukan permohonan leasing demi mendapatkan pengadaan barang modal.
  • Supplier: Pihak pedagang yang menyediakan pengadaan barang untuk di-leasing sesuai dengan akad jual beli antara lessors dan lessee.
  • Asuransi: Merupakan pihak yang menanggung risiko dari perjanjian yang dibuat oleh lessee dan lessor. Asuransi tidak melulu ada dalam dunia leasing, karena pihak ini ada jika lessee memang membayar biaya lebih untuk asuransi.

Jika disederhanakan, praktik dari leasing bisa diciri-cirikan seperti berikut ini:

  1. Lessor adalah pemberi sewa pengadaan barang modal yang memegang hak miliki dari barang yang di-lease.
  2. Objek dari leasing adalah barang-barang yang memang dimanfaatkan untuk produktivitas perusahaan pihak lessee
  3. Terdapat korelasi antara jangka waktu leasing dengan benda yang di-leasing.

Pengertian Leasing Syariah

Setelah sedikit banyak mengetahui tentang leasing, maka selanjutnya kamu bisa lebih memahami pengertian leasing syariah. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, lease merupakan pembiayaan untuk pengadaan barang modal untuk meningkatkan produktivitas perusahaan, baik itu secara langsung ataupun tidak langsung.

Leasing sendiri memiliki kata dasar lease yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah sewa. Sedangkan, di dalam prinsip syariah dikenal dengan sebutan Al Ijarah. Kegunaannya pun sama, untuk memberikan kemudahan pihak lessee dalam mendapatkan barang modal. Biasanya, pihak leasor dari leasing syariah adalah bank syariah yang melakukan pengadaan modal untuk membantu usaha nasabahnya.

Mazhab Leasing Syariah

Ada banyak mahzab mengenai leasing dalam konsep syariah ini, salah satunya adalah mazhab Syafi’i yang mengatakan bahwa leasing syariah adalah transaksi untuk suatu manfaat yang dituju dengan cara tertentu dan bersifat mubah.

Lalu ada juga Mazhab Maliki dan Hambali yang mengatakan bahwa leasing merupakan pemilikan manfaat yang diperbolehkan dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan. Sedangkan dalam mahzab hanafi, leasing dipandang sebagai transaksi manfaat dengan adanya imbalan.

Dari berbagai mahzab tersebut, sewa guna usaha syariah dapat dikatakan sebagai pembiayaan dalam bentuk pengadaan barang modal. Pengadaan barang modal ini bisa dilakukan dengan adanya hak opsi ataupun tanpa hak opsi yang dipergunakan oleh penyewanya dalam kurun waktu tertentu.

Dalam pembayarannya, nasabah dapat mengangsur dengan prinsip ijarah ataupun ijarah muntahiyah bittamlik. Leasing syariah sendiri berlandaskan pada peraturan-peraturan berikut ini:

  • Peraturan Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga keuangan Nomor Per-03/BL/2007 yang membahas mengenai perusahaan pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah. Di dalamnya juga diatur mengenai harga jual atas pengadaan barang modal dan berbagai hal lainnya.
  • Peraturan kedua Badan pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per-4/BL/2007 yang membahas mengenai akad-akad jual beli yang dipergunakan oleh perusahaan pembiayaan dengan prinsip syariah.
  • Surat Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor B-323/DSN-MUI/XI/2007 mengenai peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 yang membahas mengenai Ijarah, mulai dari syarat dan rukun ijarah, objek ijarah, hingga nasabah yang terlibat pada pembiayaan ijarah.
  • Fatwa DSN Nomor 27/DSN-MUI/III/2002 yang membahas mengenai Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik, mulai dari syarat dan rukun ijarah muntahiyah bittamilk, ketentuan, sampai hal-hal yang perlu dilakukan jika timbul perselisihan.

Bisa dibilang, antara sewa guna usaha konvensional dan sewa guna syariah memang memiliki dasar hukum yang berbeda. Pasalnya, sewa guna usaha konvesional mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 mengenai kegiatan Sewa Guna Usaha ataupun leasing.

Sewa guna usaha non syariah sendiri didasari oleh asas-asas yang ada di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Sedangkan di dalam leasing syariah, asas-asasnya lebih didasari oleh apa yang terdapat di dalam Alquran dan hadis. Jika dijabarkan, Asas Hukum Perdata Islam di dalam sewa guna usaha dengan prinsip syariah adalah seperti ini:

  1. Asas kebebasan
  2. Asas kesukarelawan
  3. Aasa kebolehan
  4. Asas manfaat dan penolakan pada mudharat
  5. Asas kebajikan
  6. Asas larangan untuk tidak merugikan
  7. Asas keadilan
  8. Asas memperoleh hak atas barang ataupun jasa
  9. Asas kebebasan dalam berusaha
  10. Asas mengatur ataupun memberikan petunjuk
  11. Asas memiliki itikad baik dan terlindungi
  12. Asas mendahului kewajiban daripada hak

Berbagai Macam Kegiatan Leasing Syariah

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kegiatan leasing syariah bisa dikenal sebagai Ijarah ataupun Ijarah Muntahiyah Bittamlik. Kedua kegiatan ini bisa diartikan sebagai berikut:

Ijarah

Ijarah merupakan akad yang dilakukan oleh musta’jir (penyewa) dan juga pemilik dair ma’jur (objek sewa). Melalui Ijarah, pemilik ma’jur bisa mendapatkan keuntungan berupa imbalan untuk objek yang disewakan.

Ijarah Muntahiyah bittamlik 

Sedikit berbeda dengan Ijarah, Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah akad persewaan yang jauh lebih kompleks. Pasalnya, di dalamnnya ada opsi untuk perpindahan hak milik dari objek sewa sesuai dengan kesepakatan antara penyewa dan pemberi sewa.

Opsi untuk perpindahan hak milik ini bisa terjadi melalui beberapa cara, yakni:

  • Hibah, atau diberikan secara sukarela oleh pemilik objek sewa
  • Penjualan objek sewa sebelum berakhir ternyata memiliki harga yang sebanding dengan sisa angsuran sewa
  • Penjualan di masa akhir sewa dengan pembayaran yang memang sudah disepakati oleh kedua belah pihak pada awal akad
  • Adanya penjualan secara bertahap dengan nominal tertentu yang sudah disepakati dari awal akad

Satu kegiatan lainnya, Pemilik objek sewa atau ma’jur dapat meminta jaminan untuk meminimalisir risiko kerugian. Namun, semuanya harus sudah tercantum di dalam akad awal.

Demikianlah pembahasan mengenai leasing syariah yang berfungsi sebagai pengadaan barang modal untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Jika kamu membutuhkan lembaga pembiayaan leasing, apakah kamu lebih tertarik menggunakan leasing konvensional, atau leasing secara syariah ini?

Artikel Terkait