Ekonomi

Kekuasaan Moneter di Indonesia Ada di Siapa?

Sumber: Pixabay

Ajaib.co.id – Indonesia merupakan negara berdaulat yang memiliki sistem pembagian kekuasaan. Salah satu kekuasaan yang berlaku di Indonesia adalah kekuasaan moneter. Berada di siapakah kekuasaan moneter tersebut? Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), atau lembaga yang lain?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita telaah terlebih dahulu pembagian kekuasaan di Indonesia. Pembagian kekuasaan di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni secara horizontal dan vertikal. Pembagian horizontal didasarkan pada fungsi lembaga negara yang ada. Sementara itu, pembagian vertikal berdasarkan kedudukan lembaganya.

Pembagian kekuasaan secara horizontal pun dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebelum dan sesudah amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebelum amandemen UUD 1945, ada tiga kekuasaan secara horizontal di Indonesia. Kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif adalah ketiga kekuasaan yang dimaksud. Ketiga kekuasaan ini merujuk pada teori trias politica yang dikemukakan John Locke dan Montesquieu.

Setelah amandemen UUD 1945, pembagian kekuasaan horizontal di Indonesia bertambah tiga sehingga menjadi enam. Ketiga kekuasaan baru tersebut adalah konstitutif, eksaminatif/inspektif, dan moneter. Dengan begitu, setelah amandemen UUD 1945, ada enam pembagian kekuasaan secara horizontal di Indonesia, yakni eksekutif, legislatif, yudikatif, konstitutif, eksaminatif/inspektif, dan moneter. 

Jadi, kekuasaan moneter termasuk dalam bagian kekuasaan secara horizontal di Indonesia. Kekuasaan moneter memiliki fungsi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Fungsi ini juga mencakup mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta memelihara stabilitas nilai Rupiah

Lantas, siapa yang memegang kekuasaan moneter di Indonesia? Jawabannya adalah Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia. Hal ini berdasarkan pada Pasal 23 (D) UUD 1945 yang berbunyi, “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan Undang-Undang”.

Bank Indonesia adalah lembaga negara independen. Artinya, bebas dari campur tangan pihak lain, termasuk Pemerintah sekalipun. Sebagai lembaga independen, Bank Indonesia berwenang melakukan kebijakan moneter yang ada di Indonesia.

Independensi Bank Indonesia tak terlepas dari perubahan yang terjadi. Perubahan yang dimaksud adalah berlakunya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2009. Dengan adanya regulasi ini, bisa dibilang, Bank Indonesia mengalami lembaran baru.

Berdasarkan regulasi ini, Bank Indonesia, sebagai suatu lembaga negara, independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Namun, kebebasan di sini bukan tanpa batas. Bisa saja, campur tangan terjadi untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2009. 

Sebagai pemegang kekuasaan moneter di Indonesia, Bank Indonesia memiliki beberapa wewenang. Wewenang-wewenang Bank Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. Mengamati laju inflasi untuk kemudian menetapkan sasaran moneter di Indonesia.
  2. Memegang kendali kebijakan moneter dengan adanya operasi pasar terbuka.
  3. Menetapkan giro wajib kepada warga negara Indonesia.
  4. Mengawasi dan memberikan sanksi sesuai Undang-Undang dengan menerapkan prinsip kehati-hatian.

Selain itu, Bank Indonesia memiliki tujuan memelihara stabilitas nilai Rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang sebagaimana diubah melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7.

Stabilitas Rupiah yang dimaksud mempunyai dua dimensi. Dimensi pertama terkait harga-harga barang dan jasa. Laju inflasi menjadi rujukan untuk mengetahui stabilitas harga-harga barang dan jasa. Sementara itu, nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara-negara lain menjadi dimensi kedua. Meski Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang (free floating), stabilitas nilai tukar sangat berpengaruh dalam menjaga stabilitas harga dan sistem keuangan.

Berpijak pada pengalaman krisis ekonomi 1997/1998 dan krisis keuangan global 2008/2009, sejumlah pelajaran penting yang mengemuka adalah perlunya kebijakan moneter yang mumpuni serta fleksibilitas yang cukup bagi bank sentral untuk merespons perkembangan ekonomi yang semakin kompleks.

Pada penghujung tahun 1996, ekonomi Indonesia bisa dibilang baik-baik saja. Bahkan, kondisi ekonomi Indonesia kala itu sangat baik. Inflasi terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengesankan, investasi dan ekspor tumbuh pesat. Tambah pula, angka kemiskinan merosot dan cadangan devisa terus meningkat. 

Memasuki tahun 1997, belum ada tanda-tanda ekonomi Indonesia ‘goyah’. Tapi, sudah terlihat tanda-tanda ‘gelembung’ ekonomi di sejumlah negara lain. Indonesia pun terkena imbasnya karena aliran modal masih mengucur deras ke Indonesia.

Singkatnya, pada Juli 1997, Thailand dilanda krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang melanda Thailand menjalar ke negara-negara tetangga, seperti Indonesia, dalam waktu singkat. Menurut Thee Kian Wie dalam The Emergence of A National Economy (2002: 236), spekulan internasional menyasar negara-negara Asia Tenggara. Tindakan para spekulan ini memperburuk kondisi ekonomi di negara-negara Asia Tenggara. 

Kemudian, meski tak terkena dampaknya, krisis keuangan global pada tahun 2008/2009 pun menjadi pelajaran penting bagi Indonesia dalam fleksibilitas bank sentral. 

Berikutnya, sejak 1 Juli 2005, Bank Indonesia menerapkan Inflation Targeting Framework (ITF). ITF merupakan suatu kerangka kerja (framework) yang diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi. Sasaran inflasi ini ditetapkan ke depan. Sasaran inflasi ini juga dipublikasikan kepada khalayak luas sebagai perwujudan dari komitmen dan akuntabilitas bank sentral. 

Berkaca dari dua kejadian di atas dan faktor-faktor lainnya, Bank Indonesia memperkuat kerangka ITF menjadi Flexible ITF. ITF memiliki sejumlah elemen pokok antara lain kebijakan moneter yang ditempuh secara forward looking (mengarah sasaran inflasi di masa depan) dan pengumuman sasaran inflasi kepada publik.

Sumber: 6 Jenis Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia Secara Horizontal, ​Tujuan K​​e​​bij​​akan Moneter, dan Krisis Moneter 1997/1998 adalah Periode Terkelam Ekonomi Indonesia, dengan perubahan seperlunya.

Artikel Terkait