Investasi

Ini Jawaban Mengapa “Cash Is The King” Ketika Kondisi Ekonomi Lesu

Ajaib.co.id – Pasar finansial Indonesia masih dibayangi ketidakpastian akibat wabah virus corona (covid-19). Dalam situasi ini, mengamankan aset dalam bentuk uang tunai atau cash untuk sementara waktu dipilih investor. Jargon “cash is the king” pun ramai diperbincangkan.

Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan (OECD) bahkan memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi global pada 2020 ini hanya 2,4% karena covid-19, angka tersebut direvisi dari prediksi awal di 2,9%.

Senada dengan OECD Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan investor global saat ini tengah menghadapi tekanan ketidakpastian akibat dampak dari wabah virus corona (COVID-19).

“Investor global ini memang sedang menghadapi tekanan ketidakpastian yang sangat tinggi, bagaimana kami pantau premi risiko meningkat sangat-sangat tinggi dan kami juga menghadapi, semua negara hadapi bahwa investor melepas asetnya baik saham maupun SBN [surat berharga negara],” kata Pery dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Maret 2020, Kamis (19/3/2020).

“…dan sekarang cash is the king. mereka pindah ke yang aman bukan masalah fundamental ekonomi, tapi me,amg kecenderungan kepanikan dan ini disebabkan premi risiko yang tinggi, dan sebabkan tekanan yang ada, kita dan negara lain menghadapi pembalikan modal besar dalam waktu yang sama,” tegas Perry.

Namun, cash sebenarnya bukanlah satu-satunya instrumen keuangan yang digemari kala kondisi perekonomian sedang lesu, ada instrumen investasi lain yang masih bisa dijadikan alternatif lain semisal reksa dana.

Instrumen investasi yang dimaksud lebih mengarah kepada reksa dana non saham untuk dipertimbangkan. Jenis produk yang bisa dilirik misalnya pasar uang atau money market fund. Jika kamu berinvestasi di produk tersebut, hampir dipastikan uangmu sentiasa bertumbuh layanya deposito di bank.

Ya, uangmu tidak akan berkurang,  karena instrumen investasi dasarnya (underlying of investment) di dalamnya minimal 80% berupa deposito yang diterbitkan oleh bank.

Anjuran lainnya terkait investasi adalah melakukan diversifikasi. Ada pepatah yang mengatakan jangan pernah menaruh telur dalam satu keranjang. Jika keranjangnya jebol, telurnya bisa pecah semua. Sebaiknya taruh telur tersebut ke beberapa keranjang. Jika salah satu keranjang jebol, telur lain di keranjang lainnya masih bisa terselamatkan.

Selayaknya teori tersebut, sebaiknya jangan letakkan investasi milikmu ke dalam satu instrumen investasi yang sama. Ketika performa investasi sedang turun, masih ada aset atau instrumen investasi lain yang menguntungkan.

Stimulus Tidak Mampu Meredam Kepanikan, Investor Pilih “Cash Is the King”!

Dilansir dari CNBCIndonesia.com, perekonomian global saat ini cenderung terganggu akibat adanya wabah virus corona (Covid-19), aksi jual masif di pasar saham global membuat bursa saham utama dunia turun signifikan.

Indeks MSCI saham Asia Pasifik di luar Jepang turun hingga level terendah empat tahun. Hal serupa juga terjadi di pasar obligasi, di mana banyak aksi jual aset likuid untuk menutupi kerugian di pasar saham.

Imbal hasil (yield) obligasi negara untuk tenor 10 tahun yang menjadi acuan secara global melonjak karena harganya jatuh. Yield dan harga saling bergerak berlawanan, kenaikan yield mencerminkan risiko yang meningkat, maka harga akan turun, begitu juga sebaliknya.

Di sisi lain, harga emas dunia turun 1% dan harga tembaga mencapai batas bawahnya di pasar Shanghai.

“Kami berada dalam fase ini di mana investor hanya ingin melikuidasi [mencairkan aset] posisi mereka,” kata Prashant Newnaha, analis TD Securities di Singapura.

Penurunan pada aktivitas ekonomi tersebut membuat Bank Sentral Eropa (ECB) berjanji untuk membeli obligasi senilai 750 miliar euro (US$ 820 miliar) sepanjang 2020.

Di sisi lain, Federal Reserve AS, bank sentral AS, juga menjanjikan fasilitas likuiditas untuk reksa dana pasar uang, sementara Bank of Japan melakukan dua pembelian obligasi yang tidak direncanakan senilai 1,3 triliun yen (US$ 12 miliar).

Bank sentral Australia, RBA, juga memangkas suku bunga ke rekor terendah 0,25% dan mengumumkan langkah besar dalam pelonggaran kuantitatif.

Sayangnya, kesemua langkah itu juga telah gagal membendung kepanikan dan investor cenderung memilih memegang uang tunai “cash is the king”.

“Saya akan mengatakan pasar bukan menjadi tempat investasi pada saat ini,” kata Daniel Cuthbertson, Direktur Pelae kksana Value Point Asset Management di Sydney. “Sampai kita mendapatkan cara mencegah kontraksi global, pasar akan bergerak tanpa arah.”

Artikel Terkait