Ekonomi, Saham

Indonesia Bisa Resesi, Tapi Jauh dari Depresi Ekonomi?

Indonesia Bisa Resesi, Tapi Jauh dari Depresi Ekonomi?

Ajaib.co.id – Indonesia diperkirakan akan mengalami resesi pada akhir kuartal III karena pertumbuhan ekonominya disinyalir kembali minus akibat pandemi COVID-19 yang belum usai. 

Krisis ekonomi seperti ini bukan yang pertama kalinya terjadi di Indonesia. Kondisi ekonomi yang mengalami penurunan hingga negatif pernah terjadi sebelumnya di tahun 1998, bahkan terparah sepanjang sejarah di Indonesia. Krisis 1998 kala itu bisa dibilang adalah sebuah depresi ekonomi.

Jika resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung 2 kuartal maka depresi lebih parah lagi, yaitu kemerosotan ekonomi parah yang berlangsung selama beberapa tahun. Di tahun 1998 pertumbuhan ekonomi terkontraksi bukan hanya 2 kuartal berturut-turut namun hampir 1,5 tahun lamanya. Bahkan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi hingga -13% dan itu paling dalam.

Apakah krisis 1998 akan terulang di tahun 2020?

Para ekonom menilai krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19 saat ini tingkat kerawanannya jauh lebih rendah, jika dibandingkan dengan krisis 1998.

Salah satunya adalah Ekonom Senior Raden Pardede yang menjelaskan apabila Indonesia mengalami krisis di tahun ini, kemungkinan kondisinya tidak akan separah dengan krisis 1998. Karena kemerosotan ekonomi terjadi secara bertahap. 

Krisis 1998 vs 2020

Selain penurunan PDB selama 2 kuartal berturut-turut atau lebih, krisis juga ditandai dengan terjadi ketidakseimbangan antara produksi dengan konsumsi, nilai impor jauh lebih besar dibandingkan nilai ekspor, terjadi inflasi atau deflasi yang tinggi dan tingkat pengangguran tinggi.

Dari indikator-indikator tersebut, mari kita bandingkan kondisi krisis di tahun 1998 dan 2020.

1998

Tahun 1998 adalah krisis terparah sepanjang sejarah Indonesia, tepatnya pada periode 1997-1999. Kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS langsung memukul ekonomi Indonesia dengan sangat berat. Ini dikarenakan pondasi yang menopang ekonomi Indonesia sangat rapuh.

Anjloknya nilai tukar rupiah dari kisaran Rp2 ribu menjadi Rp17 ribu per dolar AS, membuat perusahaan-perusahaan kolaps. Hal itu membuat bank-bank dibelit kredit macet, yang dampaknya sangat sistemik bagi perekonomian Indonesia. 

Pada kuartal I 1998, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi hingga 4,47%. Kontraksi ekonomi berlanjut, bahkan semakin dalam pada kuartal II, yakni hingga 13,47%. Kontraksi masih berlanjut pada kuartal III sebesar 15%, lalu pada kuartal IV 1998 sebesar 17,93%.

Depresi masih berlanjut hingga tahun 1999. Pada kuartal I 1999 ekonomi terkontraksi 6,41%. Kondisi ekonomi saat krisis moneter 1998/1999 memang buruk. Krisis menyebabkan banyak perusahaan gulung tikar sehingga angka pengangguran melonjak tinggi.

Pada tahun 1998, tercatat sedikitnya 5,04 juta orang masuk dalam daftar pengangguran dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,46%. Angka itu lebih tinggi dari posisi tahun 1997 yang jumlah penganggurannya hanya sebanyak 4,18 juta orang dengan TPT 4,69%.

Angka pengangguran terus melonjak di 1999. Tak kurang dari 6,03 juta orang menganggur dengan TPT sebesar 6,36%. Indikator ekonomi lainnya ikut jatuh membuat ekonomi RI makin terjepit. Harga-harga barang naik tinggi memicu hiperinflasi 77,63 persen di 1998.

2020

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah memprediksi bahwa kuartal III ini, perekonomian Indonesia akan berada di kisaran minus 2,9% hingga minus 1%. Artinya perekonomian Nasional terkontraksi dua kuartal berturut-turut setelah pada kuartal II terkontraksi 5,32%.

Sedangkan untuk sepanjang tahun atau full year perekonomian juga diprediksi akan tetap minus 1,7% hingga minus 0,6%. Hal ini lantaran kontraksi akibat pandemi COVID-19 masih akan berlanjut di semester II tahun ini.

Dari Outlook Kemenketerian Keuangan, hampir semua sektor penopang pertumbuhan ekonomi di tahun ini mengalami kontraksi. Hanya konsumsi pemerintah yang tumbuh positif karena berbagai bantuan yang diberikan pada masa pandemi Covid-19 ini. Mulai dari Konsumsi Rumah Tangga -3% hingga -1,5%, konsumsi Pemerintah 9,8% hingga 17%, Investasi -8,5% sampai -6,6%, Ekspor -13,9% sampai -8,7% dan Impor -26,8% sampai -16%.

Lalu secara tahun berjalan (year to date), BPS mencatat inflasi 0,93% pada Agustus 2020 atau 1,32% secara tahun ke tahun (year on year). Di sisi lain, masyarakat yang memiliki daya beli, yaitu kelas menengah ke atas memilih untuk menghemat pengeluaran mereka karena tingginya ketidakpastian.

Jika kondisi ini berkepanjangan, kemungkinan angka pengangguran melonjak, begitu pula dengan jumlah penduduk miskin. Diprediksi tingkat pengangguran tahun ini akibat PHK dan korban dirumahkan menembus lebih dari 15 juta orang. Sementara, tingkat kemiskinan diramal naik dari catatan BPS pada Maret lalu, yaitu 9,78%, menjadi 12% hingga 16% pada akhir tahun ini.

Jika dibandingkan, kondisi krisis 2020 memang tidak separah di tahun 1998. Jadi, meskipun Indonesia nanti dinyatakan resesi, kita tidak perlu panik namun harus tetap waspada. Resesi sudah menjadi sebuah kenormalan baru di tengah wabah. Hampir semua negara mengalami resesi. Yang lebih penting saat ini adalah kita harus berusaha untuk bertahan di tengah resesi. Jangan lupa untuk menyiapkan dana darurat dan juga cari peluang investasi di tengah resesi 2020 ini.

Artikel Terkait