Ekonomi

Hukum Pinjam Meminjam Masuk Ranah Perdata atau Pidana?

Hukum Pinjam Meminjam
Hukum Pinjam Meminjam

Ajaib.co.id – Apakah kamu pernah mengalami barang yang dipinjam teman tanpa seizing kamu dan tidak pernah kembali? Atau, kamu baru mengetahui barang kamu dipinjam setelah si peminjam menginformasikannya? Bila pernah, peminjaman tersebut sebenarnya diatur dalam hukum pinjam meminjam. Apakah hukum pinjam meminjam termasuk pidana atau perdata?

Mengenal Hukum Pinjam di Indonesia

Pada dasarnya, pinjam meminjam termasuk ranah perjanjian perdata. Produk hukum yang mengaturnya utamanya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Di samping KUHPerdata, berbagai produk hukum lainnya juga yang mengatur urusan pinjam meminjam atau utang piutang, misalnya Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 menyatakan, tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan yang dilatarbelakangi ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang. Jadi, pengadilan tidak boleh memidanakan seseorang karena ketidakmampuannya membayar utang, walaupun adanya laporan.   

Pinjam Meminjam dalam Hubungan Sosial

Hukum pinjam meminjam tak terlepas dari manusia sebagai mahluk sosial. Dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, manusia menjalin hubungannya satu sama lain. Pinjam meminjam merupakan salah satu bentuk hubungan tersebut.

Termasuk dalam hukum perjanjian perdata, keberadaan perjanjian dalam hukum pinjam meminjam sangat penting. Pasalnya, perjanjian menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Perjanjian dapat berupa lisan ataupun tertulis. Secara yuridis, bentuk tertulis lebih baik dan lebih kuat daripada lisan karena tercatat. Selain itu, perjanjian tertulis dapat menjadi bukti di kemudian hari.

Seseorang yang menerima pinjaman berkewajiban untuk menyimpan dan memelihara barang yang dipinjamnya. Selain itu, ia juga berkewajiban mengembalikan barang yang di pinjamnya dengan tepat waktu, sesuai kesepakatan. Jika barang yang dipinjamnya hilang, musnah, atau rusak, maka ia bertanggung jawab atas barang yang dipinjamnya tersebut.

Hukum yang Bisa Berlaku

Selain penerima, pemberi pinjaman juga berkewajiban tidak bisa meminta kembali barang yang dipinjamnya sebelum batas waktu yang ditentukan. Si pemberi pinjaman juga tentunya berkewajiban menyerahkan barang yang dipinjamnya. Sementara itu, pemberi pinjaman memiliki hak untuk menerima kembali barang pinjaman.

Merujuk kasus di atas, maka apa yang teman kamu lakukan tersebut dapat dikategorikan sebagai besit dalam hukum perdata. Makna besit ialah kedudukan menguasai atau menikmati suatu barang yang ada dalam kekuasaan seseorang secara pribadi seakan-akan barang itu miliknya. Selain seseorang secara pribadi, kedudukan menguasai atau menikmati suatu barang itu bisa juga bisa terjadi pada kondisi melalui perantara orang lain.

Ada dua jenis besit, yaitu besit dalam iktikad baik dan itikad buruk. Dalam kasus di atas, teman kamu memiliki niat untuk meminjam barang milik kamu. Tapi, meminjamnya tanpa izin dan ia mengetahui bahwa barang tersebut milik kamu.

Maka, perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai besit dalam iktikad buruk. Sebagai pemegang hak milik atas barang, kamu mempunyai hak untuk menuntut teman kamu agar mengembalikannya dalam keadaan sebagaimana adanya.

Pada dasarnya, syarat sahnya perjanjian terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat tersebut mencakup kesepakatan, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu, dan suatu sebab yang tidak terlarang.

Meski masuk ranah hukum perdata, contoh kasus di atas bisa masuk ke ranah hukum pidana. Hal ini memungkinkan bila perbuatan teman kamu dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencurian yang terbukti memenuhi unsur-unsur Pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:

Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Dalam kasus kamu, untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan pencurian, teman kamu harus memenuhi unsur maksud atau niat untuk memiliki barang juga harus dibuktikan dalam pembuktian tindak pidana pencurian. Jika teman kamu terbukti tidak memiliki niat untuk memiliki ketika meminjam barang tersebut tanpa izin, maka tidak dapat dikategorikan sebagai pencurian.

Selain pencurian, unsur penipuan bisa membawa contoh kasus kamu ke jalur pidana. Dengan catatan, ditemukannya unsur pidana atau unsur pasal tindak pidana lainnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Di sinilah kejelian para penegak hukum diperlukan untuk mengenali berbagai modus kejahatan yang bisa dipidanakan.

Yang perlu diperhatikan adalah hukum pinjam meminjam bisa meluas atau terperinci, misalnya masuk dalam perjanjian pinjam meminjam (pakai habis) yang telah diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1762 KUHPerdata.

Definisi pinjam meminjam (pakai habis) sendiri adalah suatu perjanjian yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah uang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua. Perjanjian ini mengandung syarat bahwa pihak kedua tersebut akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak lain dalam jumlah dan keadaan yang sama.

Di samping itu, ada pula peminjaman dengan bunga. Pembayaran bunga diperbolehkan dalam peminjaman berupa uang atau barang yang habis dalam pemakaian. Tapi, jika bunga tidak diperjanjikan, maka tidak ada kewajiban dari pihak peminjam untuk membayarkan bunga tersebut.

Bagaimana bila peminjam telah terlanjur membayar bunga yang sebelumnya tidak dijadikan materi perjanjian? Jika ini terjadi, maka peminjam tidak dapat meminta kembali bunga tersebut dan tidak dapat menguranginya dari pinjaman pokok. Meski begitu, peminjam dapat meminta kembali besaran bunga yang telah melampaui bunga yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Bagaimana dengan aturan pinjam meminjam berbasis platform elektronik yang belakangan ini marak? Untuk yang satu ini, kamu bisa mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016. Regulasi tersebut mengatur terperinci mengenai berbagai hal, seperti jumlah pinjaman maksimal Rp2 miliar.

Artikel Terkait