Perencanaan Keuangan

Hati-Hati Financial Distress! Pahami Agar Kamu Terhindar

Hati-Hati Financial Distress! Pahami Agar Kamu Terhindar

Ajaib.co.idFinancial distress adalah momok yang sangat dihindari setiap pelaku usaha di manapun, karena hal ini sangat mungkin mengantarkan mereka ke arah kebangkrutan. Dalam konteks yang lebih mikro, financial distress juga dapat terjadi pada individu. Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk menghindari terjadinya financial distress?

Sebelum lebih jauh membahas tentang hal itu, kita perlu memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan financial distress dan bagaimana cara menghindarinya. Dikutip dari Investopedia.com, financial distress adalah kondisi di mana perusahaan atau individu tidak dapat menghasilkan pendapatan sehingga tidak dapat melunasi kewajibannya.

Umumnya, financial distress terjadi akibat pengelolaan perusahaan yang buruk. Bagi perusahaan, hal ini bisa bersumber dari berbagai hal, misalnya tingginya biaya, aset yang didominasi aset tetap atau bersifat tidak likuid, hingga sumber pendapatan yang rentan terhadap penurunan ekonomi. 

Sementara itu, bagi individu, masalah ini bisa bersumber dari masalah budgeting atau perencanaan biaya yang buruk, pengeluaran yang terlalu besar, masalah utang yang menumpuk, tuntutan hukum, hingga masalah kehilangan pekerjaan.

Masih dari Investopedia.com, mengabaikan tanda-tanda terjadinya financial distress sebelum hal ini benar-benar terjadi akan menghadirkan neraka bagi perusahaan dan individu. Meski dalam beberapa kasus financial distress bisa diselesaikan dengan berbagai cara, dalam skenario terburuknya sangat mungkin perusahaan tidak punya pilihan lain selain kebangkrutan.

Tentunya kondisi seperti ini tidak akan tiba-tiba terjadi pada sebuah perusahaan atau individu. Financial distress adalah kondisi yang terjadi dari akumulasi berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Oleh karena itu, penting bagi kita memahami faktor penyebab financial distress agar bisa menghindari hal ini.

Arus Kas Mandek

Jika mengutip Jurnal.id, Ekonom asal Inggris, Aswath Damodaran (1997) menyebutkan bahwa penyebab terjadinya financial distress yang utama adalah arus kas yang tidak lancar. Secara sederhana, arus kas yang tersendat ini berarti perusahaan tidak dapat menghasilkan pendapatan yang cukup dari kegiatan operasinya untuk menutupi beban-beban aktivitas operasional perusahaan tersebut.

Selain itu, kesulitan arus kas juga sangat mungkin disebabkan oleh adanya kesalahan pengelolaan perusahaan oleh manajemen. Manajemen yang buruk gagal mengelola aliran kas perusahaan dalam melakukan pembayaran aktivitas perusahaan sehingga memperburuk kondisi keuangan perusahaan.

Utang yang Menggunung

Utang tidak selalu buruk bagi perusahaan, karena dengan berutang maka sebuah perusahaan juga dapat meningkatkan total asetnya. Dengan total aset yang lebih besar, semestinya perusahaan bisa menghasilkan pendapatan yang lebih baik, dan pada akhirnya mencatatkan laba yang lebih besar.

Namun, kenyataannya tak selalu seperti itu. Utang bisa juga berdampak sangat buruk bagi perusahaan apabila pengambilan utang itu ditujukan untuk menutupi biaya yang timbul akibat operasi perusahaan. Pada akhirnya hal seperti ini malah membuat perusahaan memiliki kewajiban yang lebih besar, tanpa bisa menghasilkan pendapatan yang lebih besar.

Ketika kewajiban alias utang-utang itu jatuh tempo, perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk melunasi tagihan-tagihan tersebut. Dalam beberapa kasus hal ini kemudian bisa diselesaikan dengan perubahan negosiasi ulang komitmen utang dengan para kreditur. Tetapi, tak jarang pula hal ini diakhiri dengan penyitaan aset perusahaan untuk menutupi kewajiban pembayaran utangnya.

Penurunan Penjualan

Meski tidak pasti, penurunan penjualan dapat menjadi indikasi yang tepat untuk menggambarkan potensi financial distress pada perusahaan. Jika perusahaan telah mengeluarkan biaya pemasaran yang sangat besar, tapi tidak juga mendapatkan perbaikan pada penjualan barang atau jasanya, maka besar kemungkinan perusahaan pasti menuju arah financial distress.

Dalam konteks tertentu, bisa jadi hal ini terjadi karena model dan perencanaan bisnis yang buruk. Artinya, barang atau jasa yang ditawarkan tidak dapat bersaing dengan kompetitor, atau sehingga hanya membuat perusahaan menjadi pesakitan. Tetapi, dalam konteks tertentu, penurunan penjualan juga bisa terjadi akibat kondisi yang tak terduga seperti pandemi saat ini.

Kerugian Operasional Secara Terus Menerus

Masih berhubungan dengan arus kas, dan jika perusahaan juga terus mengalami penurunan penjualan secara berkelanjutan, maka kerugian operasional sudah hampir pasti akan menghantui perusahaan.

Rugi operasional akan terlihat dari arus kas negatif, dan jika hal ini terjadi secara terus menerus maka yang akan terjadi adalah ekuitas perusahaan akan terus tergerus. Dan jika ini terjadi, maka lagi-lagi, kebangkrutan kemungkinan besar hanya menjadi satu-satunya pilihan.

Faktor-faktor di atas bukanlah penyebab tunggal terjadinya financial distress. Kombinasi berbagai faktor di atas, serta berbagai pengaruh dari internal dan eksternal perusahaan akan sangat memengaruhi. Dalam konteks individu hal ini juga sangat memengaruhi, seperti saat pandemi seperti sekarang.

Mengutip The Hindu Business Line, financial distress yang terjadi akibat pandemi telah mengakibatkan banyak kelas menengah harus turun kelas. Sebanyak 32 juta kelas menengah di India harus turun golongan menjadi kelas ketiga atau kelas ekonomi bawah. Jumlah 32 juta itu setara hampir sekitar sepertiga jumlah kelas menengah di India yang sebelum pandemi mencapai 99 juta orang. Dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi, menjadi salah satu faktor utama hal ini terjadi.

Untuk menghindari terjadinya financial distress pada perusahaan atau pada individu, maka penting mendeteksi gejala faktor-faktor di atas dengan cepat. Setelah itu, perlu tindakan yang cepat dan taktis untuk menyelesaikan masalah tersebut sebelum menjadi jauh lebih besar.

Dikutip dari Investopedia.com, salah satu cara yang umumnya dilakukan untuk menghindari financial distress lebih parah adalah dengan melakukan peninjauan ulang terhadap rencana bisnis. Peninjauan ulang rencana bisnis ini tentunya perlu memerhatikan tidak hanya rencana internal perusahaan, tetapi juga faktor eksternal seperti ekonomi makro dan persaingan pasar.

Cara lain yang mungkin dilakukan untuk menghindari financial distress adalah dengan melakukan cut loss. Hal ini dapat dilakukan dengan memangkas jumlah pekerja, atau bahkan memangkas insentif yang diberikan kepada pegawai di perusahaan. Pasalnya, sering kali hal ini memberi tekanan besar terhadap keuntungan perusahaan.

Selain itu, restrukturisasi utang tentu menjadi salah satu pilihan bagi perusahaan yang menghadapi financial distress. Restrukturisasi utang dapat dilakukan dengan renegosiasi dengan para pihak kreditur untuk mencapai kesepakatan baru. Dengan waktu yang lebih panjang, perusahaan bisa lebih menghemat arus kas keluar mereka, meski harus menanggung beban keuangan yang lebih tinggi dan lebih lama.

Bagi individu, cara mengeluarkan diri dari financial distress juga tak jauh berbeda, hanya implementasinya yang berbeda. Misalnya, kamu perlu mempertimbangkan kembali hobi atau kebiasaan yang tidak perlu, namun cukup menguras dompet. Selain itu, tentu cara utama yang dilakukan adalah dengan renegosiasi utang, atau merestrukturisasinya dengan pinjaman yang bersifat lebih lunak.

Memahami financial distress dan gejalanya, juga sangat membantu kamu memilih saham sebuah perusahaan. Kamu akan memiliki daya analisis yang lebih tajam untuk benar-benar memberi penilaian terhadap sebuah perusahaan sebelum membelinya. Sehingga, kamu akan terhindar dari membeli saham-saham yang tidak prospektif dan divaluasi terlalu mahal oleh pasar.

Setelah mengetahui mengenai financial distress, jangan lupa untuk memulai investasimu di aplikasi Ajaib! Aplikasi ini telah mendapatkan izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan telah menjadi salah satu aplikasi investasi saham dan reksa dana terdepan di Indonesia, lho! Ayo segera mulai investasimu!

Artikel Terkait