Komoditas

Faktor Penentu Harga Baru Komoditas di Indonesia

Ajaib.co.id – Kita selama ini memang mengetahui rata-rata beberapa harga barang atau komoditas sehari-hari. Harga-harga tersebut pun kerap naik dan turun. Sebetulnya faktor-faktor apa saja di balik terbentuknya harga baru pada komoditas yang selalu kita gunakan selama ini? 

Sebelum beranjak lebih jauh, komoditas sendiri secara definisi memiliki arti “sesuatu yang menyenangkan”. Diambil dari Bahasa Prancis “commodite”. Kalau dalam kegiatan ekonomi, komoditas memiliki makna sebagi sesuatu atau benda yang mudah diperdagangkan, bisa diserahkan secara fisik, ditukarkan dengan produk atau komoditas lain yang sejenis, hingga bisa disimpan dalam jangka waktu tertentu. 

Bahkan ada makna komoditas yang bisa diperjualbelikan melalui bursa berjangka. Aktivitas ini dilakukan oleh investor. 

Di negara kita sendiri, berbagai komoditas diperdagangkan terdiri dari produk-produk yang beraneka ragam dari berbagai sektor industri. Nah,  beragamnya sektor industri ini juga turut memengaruhi pembentukan harga baru hingga fluktuatif harga komoditas. 

Produk Komoditas di Indonesia

Adapun beberapa komoditas di Indonesia terdiri dari beberapa bidang. Di antaranya, pertama, produk komoditas hasil pertanian. Misalnya ada komoditas padi, jagung, kacang, ubi, dan hasil tani lainnya. 

Kedua, ada produk komoditas dari perkebunan. Terdiri dari karet, kopi, kelapa sawit, kakao, dan hasil hutan lainnya. Kalau produk-produk perkebunan yang paling banyak diekspor ke luar negeri biasanya berupa kelapa. Karena katanya kelapa ini memang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Selain itu, memiliki nilai sosial, budaya, hingga peran strategis dalam meningkatkan pendapatan petani, membuka lapangan kerja, hingga sumber devisa negara. 

Ketiga, produk komoditas bidang pertambangan. Misalnya ada emas, besi, perak, batu bara, hingga minyak. Kalau produk yang diunggulkan dari bidang ini adalah batu bara. Memang sudah menjadi rahasia umum kalau sektor batu bara ini memberikan keuntungan yang sangat besar ya. Karena Indonesia disebut-sebut memiliki cadangan batu bara kualitas menengah dan rendah yang melimpah ruah di Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan. 

Keempat, produk komoditas bidang tekstil. Menurut pemberitaan industri tekstil memang masih lesu. Terlebih saat ini pandemi covid-19. Namun, hasil produk komoditas tekstil juga masuk ke dalam barang-barang kebutuhan primer bagi masyarakat Indonesia. 

Faktor Pembentuk Harga Baru Komoditas Barang di Indonesia

Untuk diketahui kalau banyaknya keragaman komoditas di negara ini merupakan aset yang berharga bagi perekonomian negara dan pendapatan pemerintah. Karena bisa menyumbang sampai sekitar 60% dari total ekspor yang dilakukan. Namun, memang tak dapat dipungkiri Indonesia yang merupakan salah satu negara utama pemroduksi sekaligus pengekspor barang jadi rentan terhadap efek volatilitas harga di pasar komoditas dunia. 

Kenapa? Karena karakteristik utama dari komoditas adalah harga yang terbentuk sangat ditentukan oleh adanya penawaran dan permintaan pasar. Justru harga ini bukan ditentukan oleh penjual ataupun penyalur. Sehingga keadaan tersebut memerlukan kebijakan yang efektif jika harga komoditas naik atau turun. 

Berikut faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan harga dan naik-turunnya harga barang di pasaran:

Pada Bidang Pertanian

Pada bidang pertanian, penyebab pembentukan harga baru barang pertanian memang bermacam-macam. Bisa dari naiknya harga input yang terdiri dari harga pupuk, bibit, obat, benih, peralatan, hingga tenaga kerja. Sehingga berdampak pada harga komoditas baru yang mengalami kenaikan. 

Kalau adanya teknologi yang berbanding lurus dengan peningkatan produktivitas budidaya hingga mencapai 100% jadinya menurunkan harga produk. Karena produksi barangnya yang melimpah. 

Selain itu, kalau di produk gabah misalnya, ada ramalan penjualan harga baru yang mengikuti tren. Berupa harga gabah yang murah saat musim tanam sedangkan mahal saat harga kemarau terjadi. Selain itu, kondisi cuaca juga ikut berpengaruh pada tinggi rendahnya harga komoditas. 

Bidang Perkebunan

Sebagian besar harga di bidang perkebunan ini dipengaruhi oleh permintaan dari negara-negara pengimpor. Selain itu, kualitas produksi komoditas yang menurun juga turut memengaruhi. Kalau hal ini terus terjadi berlarut-larut akan berdampak pada lemahnya ekspor dari barang komoditas perkebunan ini. Khususnya untuk produk kopi. 

Adapun kualitas hasil kebun yang turun ini disebabkan oleh adanya keterlambatan pemerintah dalam menerapkan kebijakan peremajaan (replanting). Alhasil mau tak mau kualitas produk atau komoditas ekspor tersebut pun tidak mampu memenuhi standar dari negara yang melakukan impor tersebut. 

Berbeda dengan harga karet yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran karet di pasar internasional. Selain itu, dipengaruhi juga oleh produksi dan penggunaan karet sintetis, perkembangan industri pengolahan karet, dan faktor-faktor lainnya. 

Kalau untuk faktor pembentuk harga kakao biasanya karena adanya persaingan dari negara-negara penghasil kakao paling tinggi di dunia. Faktor adanya hama pada tanaman juga bisa memengaruhi. 

Bidang Pertambangan

Kalau di bidang pertambangan pembentukan harga baru khususnya produk batu bara ditentukan oleh kurangnya pasokan bagi negara importir. Tak mengherankan karena batu bara ini kekuatan yang mendominasi untuk pembangkit listrik. 

Sementara itu, untuk komoditas lain seperti minyak bumi, emas, dan perak memiliki faktor penyebab tersendiri. Untuk harga minyak biasanya dipengaruhi situasi negara-negara produsen minyak. Selain itu, adanya perkembangan teknologi dan penemuan baru menjadi faktor pembentuk harga baru minyak ini.

Kalau untuk produk emas, faktor penyebab pembentukan harganya adalah karena pengaruh nilai tukar dolar Amerika Serikat, produksi emas dunia, dan faktor lainnya. Untuk diketahui nilai dolar Amerika juga berdampak pada pembentukan harga perak selain adanya perubahan teknologi dan proses daur ulang perak. 

Selain faktor-faktor yang sudah disebutkan di atas. Masih ada faktor penyebab pembentukan harga lainnya. Seperti transparansi tata niaga yang bisa memicu adanya penimbunan di pendistribusian, transportasi pengangkut, serta adanya kenaikan atau penurunan Bahan Bakar Minyak (BBM). 

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) seperti dikutip dari bi.go.id memaparkan beberapa faktor yang memengaruhi terhadap perilaku pembentukan harga. Terkhusus pada komoditas manufaktur. Di antaranya, faktor efisiensi biaya produksi terkait dengan rasio utilisasi kapasitas produksi, faktor struktur pasar yang cenderung terkonsentrasi dan dugaan terjadinya tacit collusion, serta marjin keuntungan yang relatif besar.

Kalau untuk produk pertanian, sangat dipengaruhi oleh faktor siklus tanam/panen dan faktor alam berupa cuaca atau musim yang berdampak terhadap stok, serta faktor distribusi yang cenderung kurang efisien.

Artikel Terkait