Ajaib.co.id – Tak dapat dipungkiri kekuatan mata uang milik sebuah negara bisa dilihat dari harga atau nilai tukar terhadap uang asing. Kamu pasti kerap membaca di berita-berita terkait pergerakan harga dolar AS atas rupiah?
Informasi ini juga bisa diakses lewat papan pengumuman di money changer atau di bank-bank yang memperlihatkan posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Untuk mengukur pergerakan nilai tukar ini, semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu negara maka berbanding lurus dengan semakin kuatnya ekonomi negara tersebut. Hal yang sama pun berlaku sebaliknya.
Mengapa harga dolar menjadi acuan dunia? Jawabannya karena perdagangan internasional memang banyak didominasi oleh transaksi yang menggunakan dolar Amerika Serikat (USD).
Lalu bagaimana pengaruh harga dolar AS ini terhadap perekonomian Indonesia jika harganya terus tinggi?
Pengaruh Harga Dolar AS yang Tinggi pada Ekonomi Tanah Air
Inflasi Bisa Meroket
Jika harga dolar mengalami peningkatan terus menerus sehingga menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami pelemahan. Hal ini akan memicu inflasi. Karena harga-harga barang di dalam negeri menjadi terus meningkat.
Terlebih untuk produk atau barang yang diolah dari bahan baku impor. Tentunya karena produsen dalam negeri harus mengeluarkan biaya lebih besar lagi untuk bisa membeli bahan baku yang diimpor dari luar negeri tersebut.
Ajaib akan mencontohkan, misalnya, sebuah apel dibanderol dengan harga USD3 dengan nilai tukar rupiah USD1= Rp10.000. Jika rupiah mengalami pelemahan menjadi USD1= Rp15.000 maka harga apel tersebut naik dari hanya Rp30.000 menjadi Rp45.000. Berarti produsen Indonesia yang melakukan impor apel tersebut harus mengeluarkan biaya yang lebih besar. Karena harga dolar yang semakin tinggi.
Kalau sudah seperti ini mau tidak mau produsen harus menjual barangnya dengan harga yang lebih tinggi juga. Karena ongkos produksinya juga memang mengalami peningkatan. Karena kalau menjual dengan harga yang sama, dia akan merugi.
Lalu muncul pertanyaan, apakah produsen tidak bisa menjual dengan harga produk seperti sebelumnya dengan cara melakukan pengurangan komposisi dari bahan baku impornya? Hal ini sulit dilakukan karena akan mengurangi kualitas dari produk.
Sehingga jalan satu-satunya memang menaikkan haarga jual dari produk tersebut. Tentu agar penjual tetap bisa mendapatkan untuk dan menjaga pangsa pasarnya. Alhasil di pasaran, konsumen mau tidak mau akan membeli barang tersebut dengan harga yang lebih mahal dari biasanya.
Kalau banyak harga-harga barang yang naik dalam waktu tertentu inilah yang akan memicu inflasi yang tinggi. Sudah barang pasti inflasi yang tinggi akan berbahaya untuk perekonomian domestik.
Permintaan Ekspor Menurun
Jika harga dolar tinggi dengan pelemahan rupiah sebagai dampaknya maka berpengaruh pada anjloknya permintaan ekspor komoditas dari dalam negeri. Karena para eksportir yang sebelumnya sudha memiliki sejumlah pelanggan dari luar neger bisa-bisa mengurangi orderannya.
Memang tidak semua eksportir, melainkan eksportir yang produknya masih sangat bergantung pada bahan baku impor. Karena kalau rupiah melemah maka harga jual produk juga menjadi mahal. Dampaknya tidak hanya di dalam negeri tetapi juga harga jual di luar negeri menjadi tidak kompetitif lagi.
Kalau hal tersebut sudah terjadi dampak lanjutannya di antaranya, permintaan barang ekspor menjadi turun diikuti dengan penjualan yang semakin lesu. Karena produsen kehilangan banyak order.
Lalu persaingan akan semakin ketat karena ada kemungkinan negara lain memiliki produk yang lebih murah akibat nilai tukar mereka lebih kuat dibandingkan rupiah. Hal ini pun akan semakin merugikan produsen karena tak laku produknya.
Selain itu, jika konsumen luar negeri sudah puas dengan produk dari Tanah Air. Biasanya mereka hanya akan melakukan pengurangan jumlah pesanan. Karena tidak mampu membeli dengan jumlah normal dengan harga baru yang ditawarkan naik.
Memicu Defisit Neraca Perdagangan
Apabila rupiah mengalami pelemahan yang terus berlanjut maka volume ekspor memang akan meningkat. Hal ini khususnya untuk ekspor komoditas mentah yang selama ini telah menjadi komoditas utama ekspor Indonesia.
Karena semakin rupiah melemah atas harga dolar AS maka harga barang-barang ekspor Indonesia dari komoditas mentah itu akan turun. Begitupun dengan produk lainnya yang tidak bergantung impor akan lebih murah dibanding negara lain.
Hal ini justru akan memberikan keuntungan pada importir luar negeri karena mereka mendapatkan barang yang sama. Namun dengan harga yang lebih murah. Sekaligus sebenarnya memberikan keuntungan juga pada eksportir Indonesia sebab ada permintaan (demand) yang meningkat atau volume ekspornya meningkat.
Tapi di lain sisi, hal ini justru bisa mengancam neraca perdagangan Tanah Air. Karena pelemahan rupiah pada dasarnya tidak memberikan keuntungan pada eksportir atau produsen yang mengandalkan bahan baku dari impor. Karena biaya produksi yang ditanggung semakin tinggi serta harga jual produknya semakin mahal.
Alhasil eksportir yang memproduksi komoditas manufaktur dengan kebutuhan impor tinggi akan semakin tidak kompetitif. Namun, mahalnya barang impor menyebabkan industri manufaktur akan semakin sulit berkembang. Sehingga ekspor manufaktur dalam negeri bisa berpotensi anjlok
Padahal, di atas kertas, ekspor manufaktur ini tercatat yang mampu menjaga neraca perdagangan Indonesia tetap surplus. Karena jika mengandalkan surplus dari neraca non-migas terutama dari komoditas mentah hasil perkebunan seperti batubara atau CPO.
Maka dalam waktu tertentu bisa terdampak oleh harga komoditas internasional yang terus mengalami fluktuatif. Ketika harga komoditas dunia tinggi memang bisa meraup untung. Namun sebaliknya jika harga tengah turun maka kerugian mengancam.
Memicu Adanya PHK
Sebetulnya potensi adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) ini termasuk ke dampak lanjutan dari pelemahan rupiah saat harga dolar naik terus. Karena pelemahan rupiah ini bisa menyebabkan produsen mau tidak mau harus mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk produknya. Sehingga mendorong inflasi yang tinggi dan daya beli masyarakat justru tertekan.
Dalam ilmu ekonomi, kalau daya beli masyarakat tergerus maka masyarakat akan mengurangi konsumsinya. Sehingga akan banyak barang produksi yang tidak terjual habis. Jika produsen masih memiliki banyak stok, maka produksi berkurang atau bahan terhenti.
Kalau sudah demikian, industri harus mengurangi jumlah karyawannya. PHK memang menjadi mata rantai yang semakin memperburuk perekonomian nasional.