Ajaib.co.id – Pernahkah kamu mengunjungi situs piramid Gaza atau berlayar menyusuri lebarnya sungai Nil?
Wilayah yang terletak di sisi Timur Laut benua Afrika itu memang menjadi saksi abadi bagi kejayaan kebudayaan Mesir Kuno 4.500 tahun lalu, yang selalu menjadi daya tarik bagi masyarakat dunia karena kemegahan dan kemisteriusannya.
Sudah ribuan petualang dan ilmuwan arkeologi internasional yang berusaha menyingkap lika-liku rahasia kehidupan bangsa Mesir Kuno, termasuk inovasi teknologi dan ilmu pengetahuannya, melalui artefak hieroglyph dan harta karun yang tertinggal.
Begitu banyak bukti intelektual bangsa kuno itu yang mencengangkan logika modern kita. Salah satunya adalah sistem moneternya yang menjadi sejarah dari perbankan dan penggunaan uang. Penasaran? Yuk telusuri bersama Ajaib ya.
Latar Belakang Moneter Mesir Kuno
Sistem bank biji-bijian Mesir Kuno merupakan sejarah bagi perbankan dan pembuatan uang. Seperti dilansir oleh Knight Coins di www.infobarrel.com, peran uang di sejarah Mesir Kuno lebih terbatas dibanding di pasar Babilonia yang lebih bebas dan berkembang.
Uang tadinya sama sekali tidak dikenal oleh orang Mesir kuno ini. Sejak masa awalnya, perhiasan emas, perak dan cincin perunggu digunakan sebagai satuan hitung dan medium penukaran.
Bangsa ini bahkan juga sudah membuat batangan emas bercapkan nama sang Pharaoh sejak 4000 tahun sebelum Masehi. Namun, struktur sosial masyarakatnya yang feodal memaksakan stratifikasi yang kaku pada mayoritas populasinya.
Di bawah masa kekuasaannya Pharaoh, mayoritas properti dimiliki oleh kelas penguasa, dan mayoritas aktivitas ekonomi didasarkan pada pertanian. Dalam beberapa periode, harta berharga seperti emas bahkan sudah direservasi bagi kepemilikan eksklusif para penguasa dan pendeta.
Secara keseluruhan, ekonomi Kerajaan Mesir Kuno dinilai lebih kaku dibanding bangsa Mesopotamia. Strata sosialnya yang kaku menyebabkan lebih sedikitnya pertukaran uang yang terjadi di antara warganya.
Uang Mesir Kuno dan Bank Biji-bijian
Biji-bijian terbukti dianggap sebagai bentuk uang yang paling fundamental di kalangan semua lapisan masyarakatnya. Bank biji-bijian yang sangat berkembang membentuk landasan bagi ekonomi peradaban Mesir kuno.
Perintah tertulis untk penarikan biji-bijian berjumlah besar (yang disimpan di lumbung negara) digunakan menjadi uang kertas, dan berfungsi sebagai medium pertukaran untuk membayar saudagar, pedagang, dan petugas pajak.
Sentralisasi penimbunan gandum di lumbung negara juga dipraktekkan di Babilonia, memicu berdirinya bank biji-bijian, namun biji-bijian sebagai pedoman dasar suplai uang ternyata berlangsung lebih lama di Mesir.
Beberapa ilmuwan meyakini bahwa sistem bank gandum Mesir Kuno berkembang sangat baik hingga hampir menyaingi sistem bank besar modern saat ini, baik dari segi jumlah cabang dan karyawan, maupun dari segi volume transaksinya.
Populasi Mesir faktanya memiliki suplai emas dan perak yang sedikit. Sebagian besar darinya dibutuhkan untuk pembayaran belanja dari bangsa asing, termasuk pengeluaran biaya militer, yang menyebabkan menipisnya persediaan emas di Mesir. Emas dan perak umumnya digunakan oleh saudagar kaya dan pedagang dibanding masyarakat biasa.
Bagaimanapun, sistem bank biji-bijian terbukti tetap langgeng berdiri. Penggunaan sistem bank biji-bijian juga sangat menguntungkan bagi warganya, karena digunakan sebagai bukti pencatatan resmi bagi transaksi keuangan yang dapat membantu menguatkan kasus hukum bila perselisihan finansial terjadi.
Oeconomus Sebagai Banker Bank Biji-bijian Mesir Ptolemaic
Suplai biji jagung – yang merupakan wujud utama dari uang dan modal dalam sistem bank biji-bijian – faktanya dikendalikan oleh Pemerintah resmi yang disebut Oeconomus (istilah Yunani yang artinya: manajer, yang kemudian digunakan untuk menyebutkan seorang bendahara atau petugas keuangan di beragam tempat.
Seorang Oeconomus menegakkan hukum untuk menjamin bahwa biji jagung benar-benar digunakan sebagai uang sanksi negara, dan bukannya tujuan lain. Meskipun Pemerintah tak dapat menambah suplai uang secara sewenang-wenang, negara tetap memiliki kontrol terukur dalam mengendalikan suplai uang, karena surplus dari tahun sebelumnya bisa digunakan untuk menambal kekurangan di tahun berikutnya.
Seperti halnya suplai dan permintaan akan emas, jika suplai biji jagung yang dianggap sebagai uang menipis, akibatnya adalah kontraksi deflasi dari jumlah uang yang beredar, disertai dengan penurunan harga. Jika suplai biji jagung bertambah, akibatnya adalah ekspansi inflasi dari pasokan, disertai dengan kenaikan harga.
Emas Hanya Benda Sakral untuk Akhirat
Seperti dilansir oleh www.nbbmuseum.be, sejak masa itu hingga masa-masa selanjutnya, standar emas tergantikan dengan standar perak. Mengapa?
Untuk memahami fenomena ini, sangatlah penting untuk mempertimbangkan betapa besarnya arti simbolik emas bagi bangsa Mesir Kuno. Emas bukanlah alat tukar ataupun medium transaksi.
Emas dianggap sebagai kulit atau daging para dewa, sehingga para pelayan dan tentara yang paing tekun akan menerima rantai emas langsung dari Pharaoh pada perayaan ‘penghargaan emas’, dan akan dianggap sebagai penjelmaan dewa sejati di bumi.
Karena interpretasi metafisika ini berkembang terutama sepanjang masa dinasti ke-18 dan ke-19, maka jelaslah mengapa alat tukar berbasiskan emas tidak pernah terealisasikan.
Sistem administrasi tidak sanggup untuk mengaitkan emas yang merupakan simbol super sakral itu dengan benda biasa seperti uang, yang akan digunakan oleh masyarakat biasa. Mungkin nilai emas di era Mesir Kuno sama dengan logam mulia Rhodium di saat ini, atau bahkan anti-materi? Pokoknya ‘jauh di luar jangkauan’.
Namun nggak begitu halnya dengan instrumen investasi super terjangkau, yang bisa mengembangkan kinerja investasimu.
Pilih platform investasi yang berintegritas seperti Ajaib, yang memungkinkan investasi saham dan reksa dana sekaligus dalam 1 aplikasi, biaya beli saham s/d 50% lebih murah, dan daftar 100% online tanpa biaya minimum.
Ajaib adalah pilihan super smart bagi investor Milenial karena terdaftar resmi dan diawasi oleh OJK juga IDX, serta mendapat penghargaan dari Asia Forbes, Fintechnew Singapore, Dunia Fintech dan Top 10 Startups from Y Combinators TechCrunch.