Ajaib.co.id – Sebagai pengamalan Rukun Islam yang ke-5, melaksanakan ibadah Haji menjadi cita-cita banyak umat Muslim. Di Indonesia, populer istilah dana talangan haji sebagai fasilitas jamaah untuk menunaikan ibadah haji. Apakah hal ini diperbolehkan dalam Islam? Simak ulasan berikut ini untuk mengetahuinya.
Dana talangan haji memang jadi sorotan untuk umat Muslim yang ingin berangkat haji. Pasalnya, ulama-ulama juga memiliki perbedaan mengenai boleh tidaknya opsi ini untuk pendaftar haji. Di dalam Islam, masalah ini bisa dikategorikan sebagai khilafiyah atau adanya perbedaan pendapat antar ulama.
Bila dirunut, pada tahun 2004, Kementerian Agama mulai memberlakukan pembayaran setoran awal yang dikenal sebagai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Mekanismenya, calon jamaah haji memberikan dana mereka ke pihak Bank Penerima Setoran (BPS).
Seperti namanya, ini hanya setoran awal, dan bagi mereka pendaftar haji, tidak perlu melunasi BPIH itu sekaligus saat ingin berangkat haji. Ibaratnya, calon haji hanya memberikan DP atau tanda jadi agar mereka bisa ikut mendapatkan kuota atau porsi haji. Untuk tanda jadi ini, Kementerian Agama yang menentukan besarannya.
Setoran awal inilah yang jadi objek muasal dana talangan atau bisa dibilang jasa fasilitas haji. Biasanya, setoran ini diterima oleh bank syariah yang memang lebih memiliki kedekatan dengan prinsip-prinsip Islam. Setelah itu, dana talangan bank syariah inilah yang mempermudah calon haji dalam mengangsur biaya haji mereka.
Alasan Dana Talangan Haji Tidak Diperbolehkan
Seperti yang dibahas sebelumnya, ada kontroversi mengenai boleh tidaknya dana talangan haji ini. Untuk pertama, mari kita bahas alasan-alasan mengapa hal yang terkesan memudahkan calon haji ini justru dilarang. Beberapa alasannya adalah:
1. 1 Obyek, 2 Akad
Di dalam bisnis syariah, memang telah ditentukan untuk menghindari terjadinya 2 akad untuk satu obyek yang sama. Dalam hal dana talangan haji, banyak pakar yang berpendapatat bahwa terdapat 2 akad di dalam program ini, yakni akad Ijarah untuk segi layanan atau jasa pengurusan seat haji, dan akad Qardh untuk segi uang.
2. Disinyalir Jadi Alasan Antrean Haji Hingga Puluhan Tahun
Karena menerapkan sistem mengangsur, yang mana peserta tidak harus lunas terlebih dahulu untuk mendapatkan porsi haji, membuat antrean haji menjadi membludak. Pendapat ini sebenarnya masih menjadi pro kontra sendiri. Karena, mengularnya antrian haji bisa disebabkan oleh beberapa faktor lainnya.
3. Kontroversi Biaya Tambahan pada Akad Qardh
Sebenarnya biaya tambahan pada akad qard boleh saja, selama hal tersebut adalah ujrah atau imbalan dari jamaah kepada badan penyelenggara yang telah memberikan jasa yang mereka lakukan. Namun, banyak yang menganggap, apa yang dilakukan badan penyelenggara bukanlah ujrah, melainkan bunga pinjaman dana sehingga terindikasi adanya riba.
Ujrah di dalam ibadah haji sendiri ada banyak macamnya, beberapa diantaranya adalah:
- Jasa berupa pelayanan bimbingan ibadah atau manasik haji sebelum berangkat
- Jasa untuk pengurusan pasor jemaah
- Jasa dalam pengurusan visa haji melalui Kedutaan besar (Kedubes) Saudi Arabia
- Jasa dalam pengurusan tiket pesawat
- Jasa dalam pengurusan tempat menginap atau hotel, baik itu di Mekkah, Madinah, atau juga di Jeddah
- Jasa petugas mutawwif
- Jasa pengurusan di Airport
- Jasa katering selama jemaah haji berada di tanah suci
Sayangnya, memang ada banyak penyelenggara yang tidak menyediakan jasa-jasa tersebut sehingga terkesan hanya meminjamkan dana sebagai pemenuhan syarat untuk memiliki porsi haji. Sehingga, banyak ulama yang menetapkan dana talangan haji adalah riba.
4. Berangkat Haji Bila Mampu
Dalam penunaian rukun Islam ke-5, berangkat haji memang menjadi salah satu pondasinya. Namun, ada ketentuan yang mana para jemaah haji ini berangkat karena memiliki kemampuan, baik itu dari segi kesehatan, maupun finansial.
Hal ini menjadi perdebatan untuk siapa yang wajib haji. Jika memang mereka yang kurang mampu untuk melunasi sekaligus tetapi mampu mengangsur itu tidak masalah. Namun, jika mereka yang sebenarnya memiliki kemampuan untuk berangkat haji, tetapi tetap mengikuti keberangkatan haji dengan mengangsur, ini yang sering dijadikan persoalan.
Pasalnya, jika ada seseorang yang sebenarnya mampu secara finansial tetapi menunda-nunda dan ikut mengangsur, mereka menjadi terlambat dalam menjalankan kewajibannya dalam berangkat haji. Apalagi, dana talangan ini membuat mereka yang mampu menjadi terhambat dalam pelaksanaan hajinya dikarenakan ada orang yang sebenarnya belum wajib haji sudah mengambil jatah berangkat terlebih dahulu.
Positifnya, dengan adanya dana talangan ini, makin banyak mereka yang mampu untuk berangkat haji karena adanya opsi untuk mengangsur dan hanya membayar dana tanda jadi.
5. Dana Talangan Haji adalah Takalluf
Masih dalam pembahasan berangkat haji bila mampu, menggunakan dana talangan juga bisa dianggap sebagai keadaan memaksa diri untuk mampu (takalluf), padahal tidak. Banyak meyakini, kata mampu ini adalah penggambaran bagi mereka yang memang memiliki finansial tanpa perlu pinjaman uang atau mengikuti skema dana talangan.
6. Berutang versus Menabung
Beberapa Ulama berpikiran bahwa dana talangan ini bisa melahirkan mental berutang pada umat. Pasalnya, kemudahan berupa angsuran ini bisa dipraktikkan di dalam sektor lain. Karena asiknya dengan kemudahan ini, ditakutkan adanya kecenderungan umat lebih suka berutang ketimbang menabung.
Alasan Dana Talangan Haji Diperbolehkan
Melansir dari Republika, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) memandang bahwa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Bisa saja diperlukan sebagai perbantuan pembayaran Biaya Penyelenggaraan Biaya Haji (BPIH) asal tetap mengikuti prinsip dari Qardh.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, qardh ini adalah akad pinjaman uang untuk muqtradih (nasabah) yang memerlukannya, dalam hal ini adalah calon jemaah. Di dalam akad qardh, nasabah memiliki kewajiban untuk bisa mengembalikan pokok pinjaman yang diberikan sesuai dengan kesepakatan. Asal prinsipnya terpenuhi, qardh di dalam dana talangan diperbolehkan.
Biaya Tambahan Sebagai Imbalan Jasa
Bagi yang memperbolehkan, mereka memandang biaya tambahan yang dibayarkan merupakan imbalan jasa atau ujrah. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, selama penyelenggara dana talangan menetapkan biaya tambahan sebagai imbalan jasa, hal tersebut diperbolehkan. Dengan catatan:
- Fee dalam imbalan jasa tidak diukur dari jumlah dana talangan
- Jasa tidak boleh disyaratkan dengan pemberian talangan haji.
Dalam pengambilan fee atau biaya tambahan di dalam Islam sebenarnya sudah diatur sejak lama berdasarkan dalil-dalil yang memang sesuai dengan prinsip Ijarah. Contohnya seperti QS Al-Qashash [28]:26 berikut ini:
Allah SWT berfirman, “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Ya, bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita) karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
Demikianlah pembahasan mengenai dana talangan di dalam pengurusan haji. Kamu sendiri menganggap dana talangan ini sebagai suatu hal yang diperbolehkan, atau justru hal yang tidak diperbolehkan?