Ajaib.co.id – Pandemi Covid-19 memukul telak berbagai industri. Namun, industri tertentu justru dapat memanfaatkan pandemi Covid-19 sebagai momentum kebangkitan. Bisnis syariah dinilai memiliki prospek tersebut.
Tak dipungkiri, pandemi Covid-19 tidak hanya mengganggu kesehatan manusia, tetapi juga terbukti telah memberikan tekanan yang luar biasa pada dunia usaha.
Catatan Ekonomi di 2020
Secara makro, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan kedua 2020 bahkan tercatat minus 5,32% yang diikuti dengan minus 3,49% pada kuartal selanjutnya. Catatan di kedua kuartal tersebut menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 memiliki dampak yang signifikan terhadap ekonomi nasional.
Tapi, bisnis syariah dinilai memiliki prospek yang relatif lebih cerah dibandingkan sektor-sektor lain di masa pandemi Covid-19. Mengapa praktik bisnis syariah dinilai tetap prospektif di kala pandemi Covid-19? Jawabannya cukup sederhana. Praktik bisnis syariah dapat dijalankan oleh siapa saja, termasuk non Muslim. Jadi, bisnis ini bukan monopoli pemeluk agama tertentu.
Prinsip Dasar Bisnis Syariah
Selain pelakunya, prinsip-prinsip dasar yang digunakan pada bisnis syariah juga bersifat universal. Prinsip yang dimaksud antara lain adalah amanah dan bisa dipercaya (al amin). Kedua prinsip ini merupakan dasar pembentukan brand kalau bisnis yang dijalankan bisa dipercaya.
Prinsip bisnis syariah juga menganut transparansi. Artinya, bisnis dijalankan berlandaskan kejujuran dan tidak saling mempercayai. Transparan juga bermakna keterbukaan informasi.
Transparansi atas proses kerja yang berlangsung mampu menghasilkan pelayanan yang lebih baik kepada para pemangku kepentingan (stakeholders). Selain itu, transparansi juga mampu–tak hanya meningkatkan–tapi juga memelihara kepercayaan stakeholders.
Prinsip dalam bisnis syariah juga mengusung manfaat bagi umat (ramatan lil alamin), termasuk mereka yang selama ini terpinggirkan. Maksudnya, keuntungan atau dampak positif bisnis syariah dapat memberikan keuntungan yang lebih merata kepada seluruh stakeholders. Para pemegang saham hingga staf berpotensi meraih keuntungan lebih merata bila dibandingkan dengan sistem transaksi lainnya.
Tak kalah penting, prinsip bisnis syariah menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Tak hanya keuntungan duniawi, bisnis syariah pun bisa membawa kebaikan serta mendapatkan ridho dari Allah SWT.
Sistem dan praktik bisnis yang terlalu mengedepankan keuntungan sangat berpotensi alpa perhatiannya terhadap lingkungan sekitar. Model bisnis syariah bisa menjadi jawaban dari kealpaan terhadap lingkungan sekitar.
Maksudnya, bisnis syariah sangat concern terhadap tata kelola lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar. Terlebih saat ini, tidak sedikit masyarakat menilai penyebaran virus Covid-19 sebagai bentuk peringatan Tuhan kepada umat manusia yang sudah terlalu mengeksploitasi alam dan hedonisme.
Pandemi Covid-19 juga membuat masyarakat menjadi lebih empatik antara satu dan lainnya karena melihat banyaknya saudara-saudara yang kehilangan pekerjaan atau usahanya ‘gulung tikar’.
Sejatinya, kepedulian, welas asih, solidaritas, dan kesetiakawanan sosial merupakan karakter asli bangsa Indonesia. Bukan tak mungkin, masyarakat yang lebih peduli ini akan memilih brand yang juga memiliki kepedulian tinggi terhadap karyawan dan masyarakat.
Belum lagi, dengan adanya physical distancing, maka masyarakat didorong berbelanja, bekerja, bersedekah, dan berbisnis secara digital. Semua ini adalah peluang untuk mendorong penjualan dan melakukan branding serta transformasi secara digital.
Kondisi Perbankan dan Keuangan Syariah
Lantas, bagaimana kondisi industri perbankan dan keuangan syariah di masa pandemi Covid-19? Untungnya, kondisi industri perbankan dan keuangan syariah saat ini masih cukup terkendali, meski penuh dengan kehati-hatian.
Bagi industri keuangan syariah, dalam konteks ini khususnya perbankan syariah, kondisi tersebut memberikan dampak terhadap kinerjanya. Mereka, misalnya, akan lebih selektif dalam menyalurkan pembiayaan. Dengan cara seperti itulah, industri perbankan syariah masih mampu untuk bertahan.
Meski masih prospektif di tengah pandemi Covid-19, para pelaku bisnis syariah tidak boleh berleha-leha. Seperti para pelaku bisnis lain, pelaku bisnis syariah juga harus melakukan sejumlah hal agar bisa tetap survive di periode serba sulit dan penuh ketidakpastian ini.
Salah satu kunci utama untuk survive di masa pandemi Covid-19 ini adalah kemampuan beradaptasi. Pemanfaatan teknologi digital berperan penting dalam adaptasi pada era kebiasaan baru. Artinya, adaptasi di era serba digital ini menuntut para pelaku bisnis untuk peka dan memahami perkembangan teknologi digital yang sedemikian pesat.
Seorang mentor atau trainer yang sering beraktivitas secara offline, misalnya, bisa mengalihkan kegiatannya secara online. Sebelumnya, ia berkunjung ke lokasi acara atau bertatap muka untuk memberikan semacam pelatihan bisnis. Tentu, aktivitas tersebut sekarang sangat dibatasi. Alih-alih pasrah terhadap keadaan, ia membeli green screen, tripod, dan kamera untuk menyampaikan materi pelatihan secara daring.
Upaya lain yang krusial adalah bersinergi. Para pelaku bisnis syariah perlu dan harus memperkuat jejaring mereka. Caranya dengan menggandeng berbagai pelaku usaha lain. Tujuannya agar survive di masa pandemi Covid-19.
Kesampingkan ego bisnis dan jadikan komunikasi intens sebagai modal terjalinnya sinergitas kuat. Tak hanya sesama pelaku bisnis syariah, mereka juga bisa menjalin sinergi dengan komunitas pesantren, UMKM syariah, korporasi, dan lembaga keuangan berbasis syariah.
Sebenarnya, para pelaku digital yang sudah terjun ke bisnis syariah di Indonesia terbilang sudah banyak. Mengutip laporan State of Global Islamic Economy Report 2019/2020, skor Indonesia ialah 49, menempati peringkat ke-5 dari 73 negara.
Skor itu dihitung dari sejumlah sektor, seperti keuangan syariah, makanan halal, wisata ramah muslim, fesyen, media dan rekreasi, serta farmasi dan kosmetik. Makanan halal dan keuangan syariah merupakan dua sektor terbesar yang berkontribusi dalam penilaian skor untuk Indonesia.
Tapi, angka-angka tersebut bisa berubah dalam sekejap tanpa adanya adaptasi dan sinergi kuat. Bukankah dinamika bisnis itu terkadang berputar sangat cepat sehingga melalaikan orang-orang yang bergelut di dalamnya?