Analisis Saham, Saham

Saham Garuda Indonesia: Akan Kembali Tumbuh Pasca Pandemi?

Ajaib.co.id – Setiap tahunnya, kinerja Garuda Indonesia tumbuh tipis. Beberapa kali, kinerja perusahaan minus, bahkan saat pandemi terjadi 2 tahun lalu saham Garuda Indonesia anjlok dan makin terpuruk. Maskapai penerbangan milik pemerintah ini harus menderita kerugian sebesar US$1,07 miliar pada kuartal III-2020.

Kinerja Garuda pada kuartall III-2020 juga berbanding terbalik dengan raihan profit periode yang sama tahun 2019. Garuda mampu meraih laba bersih US$122,42 juta atau Rp1,74 triliun pada kuartal III-2019. Lalu bagaimana dengan saham Garuda Indonesia pasca pandemi?

Mengenal Saham GIAA

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) merupakan maskapai penerbangan plat merah yang mulai beroperasi pada 26 Januari 1949. Perusahaan sektor transportasi ini tak hanya memberikan jasa angkutan udara niaga yang mengoperasikan 202 armada pesawat.

GIAA juga memiliki unit bisnis kesehatan (Garuda Sentra Medika) dan kargo (Garuda Cargo) yang menggandeng mitra lain untuk mengirimkan barang ke Indonesia maupun luar negeri. Untuk memperluas jangkauan pengiriman barang, Garuda Cargo bekerja sama dengan maskapai lain seperti Malaysia Airlines, Korean Airlines, China Airlines, dan Turkish Airlines.

Pada 11 Februari 2011, perusahaan tercatat sebagai salah satu emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kala itu, harga per lembar saham GIAA sebesar Rp620. Pada 08 Februari 2021, GIAA merosot pada level Rp334.

Sedangkan pemegang saham GIAA paling banyak adalah Negara Republik Indonesia dengan presentasi 60,54%, PT Trans Airways memiliki saham 25,8%, dan 13,66% dimiliki oleh masyarakat.

Laporan Kinerja GIAA

Penurunan kinerja disebabkan pendapatan usaha Garuda yang anjlok, hanya US$ 1,13 miliar hingga akhir September 2020. Pandemi COVID-19 membuat kinerja keuangan saham GIAA makin terpuruk. Berikut ini laporan kinerja GIAA untuk periode 4 tahun terakhir (dalam juta dolar AS):

Periode Akhir:31/12/202131/12/202031/12/201931/12/2018
Total Pendapatan1336,681492,334572,644330,44
Laba KotorN/A-1350,031807,481352,38
Pendapatan OperasiN/A-2203,0695,99-199,11
Laba BersihN/A-2443,04-38,94-231,16

Terlihat dari laporan kinerja saham GIAA di atas, bahwa garuda mengalami kerugian karena pendapatan yang anjlok. Pada 2020, Garuda hanya mampu mengantongi pendapatan senilai US$1,492 miliar, turun dibandingkan tahun sebelumnya senilai US$4,572 miliar.

Rugi besar ini pun menyebabkan ekuitas GIAA kini negatif. Artinya, seluruh aset perseroan kini ditopang oleh utang. Berikut ini kondisi neraca GIAA per 4 tahun terakhir.

Periode Akhir:31/12/202131/12/202031/12/201931/12/2018
KasN/A191,89280,78242,66
Kas & Setara KasN/A200,98299,35253,07
Total AsetN/A10789,984455,684155,47
Total KewajibanN/A12709,673884,923556,86
Total EkuitasN/A-1919,69570,76598,62

Dari sisi aset, Garuda mencatatkan total aset senilai US$10,789 miliar per akhir 2020, naik dari akhir Desember 2019 yang senilai US$4,45 miliar. Kenaikan disebabkan karena total aset tidak lancar yang senilai US$9,19 miliar, naik dari US$3,32 miliar. Padahal, aset lancar garuda tergerus menjadi US$714,33 juta dari US$1,13 miliar.

Selain itu, berdasarkan data dari laporan keuangan Garuda dapat kita lihat bahwa bukan cuma dari sisi profitabilitas Garuda saja yang buruk. Liabilitas Garuda pun mengalami kenaikan pada tahun 2020 menjadi US$12,709 miliar, dibandingkan US$3,884 miliar pada akhir Desember 2019.

Kenaikan paling besar terjadi pada liabilitas jangka panjang, dari US$477,21 juta menjadi US$5,66 miliar. Sementara, total liabilitas jangka pendek naik dari US$3,25 miliar menjadi US$4,69 miliar. Tingginya catatan liabilitas jangka panjang terjadi karena sewa pembiayaan Garuda yang mencapai US$4,27 miliar per September 2020. Kemudian aktivitas transaksi sewa pesawat, mesin, bangunan, kendaraan, tanah dan perangkat keras ini, tercatat naik drastis dari hanya US$35,34 ribu per Desember 2019.

Harga Saham Garuda Indonesia

harga saham garuda saat ini berada di level Rp106 per lembar saham. Dalam 2 tahun terakhir, harga saham GIAA tertinggi berada di level Rp478 dan terendah berada di level Rp94.

TanggalTerakhirPembukaanTertinggiTerendahVol.Perubahan%
01/01/202310620422494199,41M-52.25%
01/06/2021222260300220409,02M-15.91%
01/05/2021264330338260222,88M-18.52%
01/04/2021324334350320182,95M-2.41%
01/03/2021332362386322831,89M-7.78%
01/02/2021360280380276930,57M+24.14%
01/01/20212904044402802,24B-27.86%
01/12/20204023824783825,02B+6.35%
01/11/20203782404162325,37B+57.50%
01/10/2020240214274214485,67M+12.15%
01/09/2020214252268206442,26M-15.08%
01/08/2020252246280228922,44M+3.28%
01/07/20202442462842401,05B-0.81%
01/06/20202462423102301,04B+3.36%
01/05/20202381852621771,40B+26.60%
01/04/2020188183230157483,15M+3.87%
01/03/2020181254298140547,74M-27.60%
01/02/2020250396406240414,77M-38.12%
Tertinggi: 478Terendah: 94Selisih: 384Rata-Rata: 263Perubahan%: -74

Strategi Bisnis Saham GIAA

Hadirnya pandemi seolah menghantar GIAA ke gerbang kebangkrutan. Namun, negara tetap tidak tinggal diam. Nafas Garuda Indonesia tampaknya masih akan panjang. Meski tertatih, emiten BUMN yang mengemban misi untuk menghubungkan Nusantara ini tetap beroperasi. 

Setidaknya, ada dua langkah penguatan bisnis maskapai milik negara ini yang menjadi perhatian, yakni cairnya obligasi wajib konversi (OWK) senilai Rp1 triliun dari negara serta putus kontrak dini atau early termination pesawat Bombardier CRJ-1000 NG. Langkah tersebut tampaknya akan cukup menolong GIAA. Benarkah?

1. Pencarian Obligasi Wajib Konversi

Obligasi Wajib Konversi atau OWK merupakan utang yang diberikan kepada perusahaan yang nantinya akan dikonversikan menjadi penyertaan saham. Artinya, selama masa pinjaman, perusahaan wajib membayar bunga, tetapi saat jatuh tempo, utang tersebut berubah menjadi penyertaan saham. Konversi OWK akan menggunakan mekanisme penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMT HMETD) atau private placement.

Jadi, GIAA tidak memiliki kewajiban untuk melunasi utang OWK tersebut. Obligasi yang semula masuk ke komponen utang, otomatis beralih ke komponen ekuitas.

Lalu, siapa yang akan membeli OWK tersebut? Jawabannya, Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini yakni Kementerian Keuangan yang akan diwakili oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI.

GIAA menjelaskan bahwa dana OWK akan dipergunakan untuk modal kerja dan biaya berkaitan dengan operasional perseroan, termasuk tetapi tidak terbatas pada pemenuhan kewajiban kepada vendor/mitra perseroan.

Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar GIAA pada akhir November 2020 lalu, pemegang saham setuju agar GIAA menerbitkan OWK. Nilai maksimal penerbitan OWK ini adalah Rp8,5 triliun dan akan dilakukan bertahap hingga 2023. Tenor untuk tiap kali emisi yakni maksimal 7 tahun.

Nah, penerbitan tahap pertama telah dilakukan pada awal tahun 2021. Manajemen GIAA mengonfirmasi bahwa telah menerima dana Rp1 triliun dari pemerintah sebagai hasil dari penerbitan OWK.

Suntikan dana ini merupakan bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dijalankan pemerintah untuk memperbaiki posisi keuangan BUMN. Dana tersebut masuk pada Kamis (4 Februari 2021) lalu untuk OWK bertenor 3 tahun.

Faktor ini tampaknya menjadi sentimen yang lebih besar bagi GIAA. Bagaimanapun, dengan suntikan modal langsung ke GIAA, kondisi keuangan perusahaan akan membaik. 

Dengan bantuan dana ini, krisis arus kas di tubuh GIAA dapat tertolong. Operasional bisnisnya pun kini dapat sedikit lebih lega. Meskipun demikian, kerja keras GIAA tentu belum berakhir untuk dapat menyehatkan lagi bisnis perusahaan.

2. Efisiensi: Pemutusan Kontrak dengan NAC yang Merugikan

Menteri BUMN Erick Thohir mewanti-wanti GIAA untuk berbenah. Dia meminta GIAA memperbaiki model bisnisnya agar dapat lebih efisien dan optimal, terutama selama periode pandemi.

Oleh karena itu, Erick juga meminta manajemen GIAA untuk melakukan negosiasi ulang terhadap penyewaan pesawat, terutama selama pandemi. Hal tersebut lalu ditindaklanjuti manajemen GIAA dengan memutus kontrak 12 pesawat Bombardier CRJ-1000 dari Nordic Aviation Capital (NAC).

Kontrak penyewaan pesawat Bombardier CRJ-1000 Next Gen oleh Garuda Indonesia dimulai sejak 2012 hingga 2015. Pesawat ini dikhususkan untuk melayani rute jarak pendek, terutama untuk kebutuhan commuter, seperti Makassar-Ternate, Makassar-Gorontalo, Makassar-Balikpapan, Denpasar-Lombok, dan Denpasar-Semarang.

Manajemen GIAA memandang pesawat ini kurang ekonomis dan tidak cocok untuk jenis layanan premium yang menjadi target pasar Garuda Indonesia. 

Menurut perhitungan manajemen GIAA, rata-rata kerugian per tahun yang disumbangkan oleh pesawat itu mencapai US$30 juta atau sekitar Rp400 miliar per tahun. Dengan demikian, dalam 7 tahun terakhir, total kerugian yang dikontribusikan pesawat ini bagi GIAA mencapai Rp2,8 triliun.

Oleh karena itu, kontrak pesawat yang seharusnya baru akan jatuh tempo pada 2027 itu diputuskan secara sepihak oleh GIAA. Dengan keputusan tersebut, sejak 1 Februari 2021, ke-12 pesawat tersebut kini tidak lagi beroperasi dan dikandangkan di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, Banten. Dari sisi teknis, pesawat ini sejatinya tidak buruk. Hanya saja, nilai sewanya kurang kompetitif, sehingga akan merugikan bagi GIAA di masa pandemi.

Manajemen GIAA menghitung penghentian ini justru lebih menguntungkan ketimbang jika kontrak dilanjutkan. Dengan langkah ini, GIAA bisa menghemat hingga US$220 juta atau sekitar Rp3 triliun.

Langkah efisiensi GIAA tentu saja akan mencegah perseroan dari kerugian yang berlanjut. 

3. GIAA Bersiap Jadi Anggota Holding BUMN Pariwisata

Sentimen lain yang juga berkembang seputar GIAA yakni rencana pembentukan holding BUMN pariwisata dan pendukung. Nantinya, PT Survai Udara Penas (Persero) akan menjadi induk holding. Prosesnya hingga kini masih bergulir.

Selain GIAA, anggota lain holding ini adalah PT Hotel Indonesia Natour (Persero), PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero), PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (Persero), PT Sarinah (Persero), PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), dan PT Pelita Air Services.

Nantinya, Penas akan menggantikan kepemilikan saham pemerintah pada GIAA. Konsolidasi ini akan menguntungkan bagi GIAA, sebab sinergi bisnis antaranggota holding akan lebih optimal. Hanya saja, hingga kini belum cukup jelas seperti apa skema sinerginya nanti.

Holding ini sendiri ditargetkan bisa rampung terbentuk akhir tahun ini. Artinya, tahun depan GIAA dapat menjalankan bisnisnya dengan kekuatan baru dari dukungan sinergi ini. Mudah-mudahan saja hasilnya akan lebih baik.

BEI Memberlakukan Harga Teoritis di Akhir Tahun 2023

Pada pertengahan Desember tahun lalu, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengeluarkan harga teoritis saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) sebesar Rp204 per saham. Meski demikian, Bursa tercatat masih melakukan suspensi terhadap saham maskapai BUMN tersebut.

Menurut Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, saham GIAA akan dibuka suspensinya setelah adanya penerbitan sukuk global baru. Ini menjadi bagian dari restrukturisasi yang dilakukan Garuda Indonesia, yang menjadi penyebab suspensi saham perseroan pada tanggal 18 Juni 2021 lalu.

Ia juga melanjutkan bahwa pengumuman harga teoritis merupakan prosedur yang dilakukan BEI untuk penyesuaian harga perdagangan saham di pasar reguler dan tunai, sehubungan dengan aksi korporasi seperti HMETD atau rights issue.

BEI mengeluarkan harga teoritis saham GIAA yang dicantumkan di JATS untuk pasar reguler dan pasar negosiasi disesuaikan dengan fraksi menjadi Rp204. BEI mengumumkan harga teoritis meskipun saat ini saham GIAA masih dalam kondisi suspensi.

Hal ini dilakukan untuk menghitung faktor dilusi dan nanti pada saat saham GIAA dibuka suspensinya, penyesuaian harga sudah tidak dilakukan kembali. ujarnya. Garuda Indonesia sebelumnya menetapkan harga pelaksanaan rights issue pada Rp196 per saham. Sementara itu, tanggal ex HMETD GIAA di pasar reguler dan pasar negosiasi pada 13 Desember 2022, cum HMETD di pasar tunai pada 14 Desember 2022, dan ex HMETD di pasar tunai 15 Desember 2022. Lalu, tanggal distribusi HMETD 15 Desember 2022, dan pencatatan efek di BEI 16 Desember 2022.

Apakah GIAA Masih Menjanjikan?

Hal yang pasti, Pemerintah tidak pernah akan tinggal diam membiarkan GIAA terpuruk, sebab GIAA memainkan peranan penting dalam mewujudkan konektivitas nasional. GIAA menjadi lambang yang mempersatukan nusantara dari Sabang sampai Merauke. Dalam hal ini, prospek bisnis jangka panjang GIAA boleh jadi masih menjanjikan.

Namun, survei yang dilakukan oleh Inmarsat, perusahaan aviasi yang berbasis di Inggris, menemukan bahwa sekitar 83% penumpang di seluruh dunia enggan untuk kembali ke kebiasaan mereka melakukan jalan-jalan seperti sebelumnya. Selain itu, sekitar 31% menyatakan akan lebih jarang bepergian melalui udara. Survei dilakukan terhadap sekitar 1.000 penumpang di seluruh dunia.

Survei memang tidak menjelaskan tentang seberapa lama tren tersebut akan bertahan. Akan tetapi, survei tersebut menjelaskan bahwa alasan orang-orang berpikir mereka akan mengurangi perjalanannya, terutama perjalan bisnis, yakni karena mereka sudah mulai terbiasa dengan interaksi digital atau virtual, sehingga tidak membutuhkan perjalanan untuk tatap muka.

Artinya, tren itu kemungkinan akan menetap sebab sudah menjadi kebiasaan baru. Hal ini tentu tidak menguntungkan bagi bisnis penerbangan. Apalagi, kontribusi perjalan bisnis terhadap pendapatan maskapai bisa mencapai 55% – 75%, meskipun jumlah penumpangnya hanya menyumbang sekitar 10%.

Dengan tantangan ini, tampaknya prospek GIAA masih akan berat. Namun, dengan visi pemerintah untuk memperkuat industri pariwisata dan menggabungkan GIAA ke dalam holding pariwisata, prospek GIAA tentu masih menjanjikan dari sisi perjalanan wisata.

Perjalanan udara hingga kini masih menjadi alternatif utama untuk menjangkau wilayah-wilayah yang jauh dalam waktu singkat. Dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, GIAA akan didukung oleh kebutuhan domestik, meskipun kebutuhan perjalanan internasional mungkin berkurang.

Itulah analisis saham Garuda Indonesia di awal tahun 2023, apakah kamu tertarik untuk memilikinya? Kamu bisa membeli saham GIAA atau saham lainnya dengan mudah lewat Ajaib. Di mana, cara membeli saham Garuda Indonesia di Ajaib pun sangat mudah, kamu hanya perlu daftar dan setorkan dana ke rekening sahammu di Ajaib mulai dari Rp100 ribu.

Pastikan juga sebelum memulai investasi di PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) atau saham lainnya, kamu lakukan analisis saham dengan tepat demi mendapatkan profit lebih tinggi. Jadi tunggu apalagi? Mulai investasi kamu sekarang juga di Ajaib.

Disclaimer: Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Ajaib membuat informasi di atas melalui riset internal perusahaan, tidak dipengaruhi pihak manapun, dan bukan merupakan rekomendasi, ajakan, usulan ataupun paksaan untuk melakukan transaksi jual/beli Efek. Harga saham berfluktuasi secara real-time. Harap berinvestasi sesuai keputusan pribadi.

Artikel Terkait