Ajaib.co.id – Akad jual beli di bank syariah ada cukup banyak. Tentunya, akad ini sebisa mungkin mengikuti hukum jual beli dalam Islam. Bagi kamu yang ingin mengenal lebih dalam akad jual beli di bank syariah, simak ulasan redaksi Ajaib berikut ini.
Dalam transaksi jual beli, akad biasa diartikan sebagai kesepakatan atas perjanjian atau ikatan antara pihak-pihak yang terkait. Di dalam bank, akad sendiri merupakan ikatan antara pihak bank dan nasabah. Di dalam akad jual beli, ada ijab qobul atau zighat yang sesuai dengan syariah.
Ijab qobul itupun tentunya memiliki sifat mengikat untuk kedua belah pihak. Akad di dalam bank syariah sendiri biasanya merupakan kesepakatan tertulis yang mencantumkan hak dan kewajiban dari pihak yang terikat sesuai dengan prinsip Islam.
Apa itu Akad Jual Beli?
Jual beli didefinisikan sebagai proses tukar menukar barang yang satu dengan barang lainnya. Sedangkan, di zaman sekarang kegiatan jual beli dimaknai sebagai proses jual beli untuk menukar barang dengan uang.
Pada dasarnya hukum jual beli adalah halal dan riba adalah haram namun hukum jual beli sendiri adalah sesuai dengan kondisi, bisa haram, halal, mubah atau makruh tergantung pada pemenuhan rukun, syarat maupun hal-hal lainnya.
Akad jual beli dalam islam diartikan sebagai kemauan seseorang untuk melakukan jual beli dari dalam hatinya sendiri dan juga diartikan sebagai ikatan ijab Kabul antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli yang sesuai dengan syariat dalam agama islam.
Syarat Akad Jual Beli
Akad jual beli dalam syariat islam memiliki tiga syarat utama yang wajib dipenuhi yaitu:
1. Ridha penjual dan pembeli
Dalam melakukan akad jual beli, kedua belah pihak yang melakukan proses jual beli harus suka sama suka dan tidak ada paksaan
Akad jual beli hanya berlaku pada mereka yang telah memenuhi syarat dalam membelanjakan harta dan melakukan jual beli. Syarat tersebut antara lain merdeka, mukallaf atau sudah terbebani syariat dan harus sudah bisa membelanjakan harta dengan akal. Dalam hal ini anak kecil yang belum mengerti harta atau pembelanjaan tidaklah sah jika melakukan jual beli.
3. Barang yang dijual milik pembeli atau yang mewakili
Dalam akad jual beli barang yang diperjualbelikan harus merupakan milik dari si penjual atau orang yang mewakilinya. Jika barang yang dijual bukan milik penjual, maka akad tidaklah sah.
Rukun Akad Jual Beli
Dalam akad jual beli, juga ada rukun yang harus dipenuhi. Rukun tersebut diantaranya adalah:
1. Dua pihak yang melakukan akad
Dua pihak tersebut adalah pihak penjual dan pembeli yang memenuhi syarat akad jual beli yang telah disebutkan sebelumnya. Tanpa adanya kedua belah pihak, maka transaksi tidak sah.
2. Objek dalam akad jual beli
Dalam akad jual beli, juga harus ada objek yang diperjualbelikan. Objek tersebut bisa berupa harta benda maupun manfaat atau jasa yang dapat diambil dan diberikan nilainya.
Objek dalam akad ini juga harus memenuhi syarat diantaranya objek tidak merupakan barang, harta yang haram untuk diperjualbelikan misalnya manusia atau barang najis seperti khamr, bangkai, daging babi, anjing, narkoba dan sebagainya. Objek dalam akad jual beli haruslah halal dan tidak memberikan mudharat bagi pembelinya.
3. Kalimat Ijab Kabul atau Shighat al akad
Kalimat ijab Kabul atau sighat al akad adalah kalimat di mana pembeli menyatakan membeli barang dari penjual dan penjual mengucapkan bahwa ia menyerahkan barang atau objek jual beli tersebut kepada pembeli.
Konsep Akad Jual Beli dalam Islam
Seperti yang sudah dibahas di atas, akad jual beli bisa diartikan sebagai proses kesengajaan yang mengikat pihak-pihak terkait sesuai dengan persetujuan masing-masing. Menelisik dari aspek legalitas dari pelaku transaksi (muamalah) akad jual beli harus memenuhi syarat dan rukun akad itu sendiri, yakni:
1. Syarat
- Produk, baik itu barang atau jasa harus halal
- Tempat penyerahan produk harus gamblang dan jelas
- Produk yang dimuamalahkan harus dalam status penuh kepemilikannya.
2. Rukun:
- Adanya penjual
- Adanya pembeli
- Dilakukan Ijab qobul atau zighat
Di dalam agama Islam, akad sendiri berlandaskan atas keridaan atau kesenangan hati dari pihak yang berakad. Hal ini sendiri disinggung di dalam Alquran surat An-Nisa ayat 29 yang memiliki arti:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Tentunya, setelah adanya akad, akan timbul konsekuensi hukum. Yakni:
- Perpindahan kepemilikan dari pihak satu ke pihak lainnya
- Terjadinya perpindahan hak maupun kewajiban dari pihak-pihak terkait yang bersifat timbal balik
- Status hukumnya berumbah
Setelah mengetahui konsep akad jual beli, maka kamu sudah siap untuk mengenal jenis-jenis akad dalam bank syariah. Untuk itu, redaksi Ajaib akan membagikannya di bawah ini:
3. Murabahah
Akad jual beli ini menekankan mengenai harga jual dan keuntungan yang disepakati oleh para pihak, baik itu penjual atau pembeli. Selain itu, jumlah dan jenis produkpun diperjelas secara mendetail. Nantinya, produk akan diserahkan begitu akad jual beli diselesaikan. Untuk pihak pembeli, bisa menunaikan kewajibannya secara cicilan atau membayar tunai.
4. Salam
Salam adalah akad jual beli berdasarkan cara pemesanan. Prosesnya, pembeli akan memberi uang terlebih dahulu untuk membeli barang yang spesifikasinya sudah dijelaskan secara rinci, lalu baru produk akan dikirim
Akad salam biasa diterapkan untuk produk-produk pertanian. Dalam prakteknya, akad Salam menempatkan pihak bank syariah sebagai pembeli dan menyerahkan uangnya kepada petani sebagai nasabah. Dari uang itu, petani akan memiliki modal untuk mengelola pertanian dan memberikan kewajibannya kepada bank syariah.
5. Istishna’
Istishna’ sendiri mengatur transaksi produk dalam bentuk pemesanan di mana pembuatan barang akan didasari dari kriteria yang disepakati. Dalam akad ini, proses pembayarannya juga sesuai kesepakatan dari pihak yang berakad, baik itu dibayar ketika produk dikirim atau dibayar di awal seperti akad salam.
6. Mudharabah
Akad ini lebih mengatur antara shahibul mal atau pemilik modal dengan mudharib-nya, atau pengelola modal. Nantinya, pengelola modal dan pemilik modal akan membagi hasil keuntungan dari usaha yang dilakukan. Jika ada kerugian, hanya pemilik modal yang menanggung kerugiannya.
7. Musyarakah
Sedikit berbeda dengan Mudharabah, akad ini dilakukan oleh dua pemilik modal atau lebih yang menghimpun modalnya untuk proyek atau usaha tertentu. Nantinya, pihak mudharib atau pengelolanya akan ditunjuk dari salah satu pemilik modal tersebut.
Biasanya, akad ini dilakukan untuk proyek atau usaha di mana modalnya dibiayai sebagian oleh lembaga keuangan, dan sebagian lainnya dimodali oleh nasabah.
8. Musyarakah Mutanaqisah
akad jual beli barang ini mengatur dua pihak atau lebih yang berkongsi untuk suatu barang. Nantinya, salah satu pihak akan membeli bagian dari pihak lainnya dengan cara menyicil atau bertahap.
Akad ini biasa dilakukan jika ada proyek yang dibiayai oleh nasabah dan lembaga keuangan yang kemudian dibeli oleh pihak lainnya secara bertahap atau cicilan.
9. Wadi ah
Wadi’ah adalah akad di mana salah satu pihak akan menitipkan suatu produk untuk pihak kedua. Akad ini cukup sering dilakukan oleh pihak bank dalam produk rekening giro.
10. Wakalah
Akad ini lebih mengatur untuk mengikat antara perwakilan satu pihak dengan pihak yang lain. Bank syariah biasa menerapkan akad ini dalam pembuatan Letter of Credit, penerusan permintaan, atau pembelian barang dari luar negeri (L/C Import)
11. Ijarah
Akad Ijarah mengatur mengenai persewaan barang yang mengikat pihak yang berakad. Biasanya, akad ini dilakukan jika barang yang disewa memberikan manfaat. Biasanya, penerapan akad dalam bank syariah ini adalah cicilan sewa yang terhitung sebagai cicilan pokok untuk sebuah harga barang.
Nantinya, di akhir perjanjian, penyewa atau nasabah bisa membeli barang yang dicicilnya tersebut dengan sisa harga yang ditetapkan oleh bank syariah. Oleh sebab itu, Ijarah ini juga dikenal sebagai al Ijarah waliqtina’ ataupun al ijarah alMuntahia Bittamiliiik.
12. Kafalah
Akad kafalah lebih menekankan mengenai jaminan yang diserahkan oleh satu pihak ke pihak lainnya. Biasanya, hal ini diterapkan untuk pembayaran lebih dulu (advance payment bond), garansi sebuah proyek (performance bond), ataupun partisipasi tender (tender bond).
13. Hawalah
Akad Hawalah mengatur mengenai pemindahan utang maupun piutang dari pihak satu ke pihak lainnya. Biasanya akad ini dilakukan oleh bank syariah kepada nasabah yang memang ingin menjual produknya kepada pembeli dalam bentuk giro mundur atau biasa disebut Post Dated Check. Tentunya, akad ini harus dilakukan sesuai dengan prosedur syariah.
14. Rahn
Rahn merupakan akad gadai yang dilaksanakan oleh penggadai barang kepada pihak lainnya. Biasanya penggadai barang ini akan mendapatkan uang sebagai ganti dari barang yang digadainya. Pada bank syariah, akad ini biasa diterapkan jika ada pembiayaan yang riskan dan perlu akan adanya jaminan tambahan.
Dalam akad Rahn, bank syariah tidak mendapatkan manfaat apapun terkecuali jika hal tersebut dimanfaatkan sebagai biaya keamanan atau pemeliharaan barang tersebut.
15. Qardh
Akad Qardh mengatur mengenai pemberian dana talangan kepada nasabah dalam kurun waktu yang cenderung pendek. Tentunya, dana ini harus diganti secepatnya. Besaran nominal harus sesuai dengan dana talangan yang diberikan, atau bisa diartikan nasabah hanya harus melakukan pengembalian pinjaman pokoknya saja.
Mengenal Bank Syariah yang Menjauhkanmu dari Riba
Setelah mengetahui akad-akad yang ada di dalam bank syariah, tentunya kamu juga perlu mengetahui mengenai bank syariah itu sendiri. Mengingat Indonesia adalah negara dengan mayoritas pemeluk agama Islam, kehadiran perbankan yang berlandaskan kaidah islam ini memang menyedot banyak perhatian.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan pernah melaporkan bahwa pada tahun 2018, jumlah nasabah dari bank syariah mencapai angka 23 juta nasabah. Hal ini terjadi karena memang banyak yang percaya dengan penerapan ekonomi Islam yang dikatakan jauh dari riba.
Oleh karena angkanya yang terus menanjak, bank-bank di Indonesia berlomba-lomba untuk memperkenalkan produk perbankan syariah. Hal tersebut juga didukung dengan semakin naiknya tren hijrah yang terjadi di berbagai lapisan masyarakat.
Meskipun dibilang sesuai dengan prinsip Islam, tetapi masih banyak yang meragukan mengenai sistem dari bank syariah itu sendiri. Oleh karenanya, redaksi Ajaib juga akan menjabarkan berbagai fungsi bank syariah dalam mengelola dana masyarakatnya sebagai berikut.
Fungsi Bank Syariah dalam Mengelola Dana
Sebelumnya perlu kamu ketahui bahwa bank syariah memang terikat dengan aturan Undang-Undang Perbankan syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya. Hal yang diatur cukup banyak, seperti contohnya lembaga baitul mal yang menerima dana infak, sedekah, zakat, hibah, ataupun dana sosial lainnya dan menyalurkanna kepada nazhir atau pengelola wakaf sesuai dengan apa yang dikehendaki wakif atau pemberi wakaf.
Kegiatan Bank Syariah juga diatur sebagai berikut ini:
- Menghimpun dana kolektif dalam bentuk investasi, baik itu tabungan, deposito atau bentuk lainnya dengan akad mudharabah ataupun akad lainnya yang sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah.
- Menghimpun dana kolektif dalam bentuk simpanan, baik itu tabungan, giro atau bentuk lainnya dengan akad wadi’ah ataupun akad lainnya yang sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah.
- Menyalurkan biaya-biaya pembagian hasil yang didasari akad mudharabah, salam, murabahah, istishna, qardh, musyarakah, atau akad lainnya yang sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah.
- Menyalurkan biaya-biaya sewa barang, baik itu bergerak ataupun barang tidak bergerak kepada nasabah sesuai dengan akad ijarah atau akad lainnya yang sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah.
- Mengeksekusi pengambilalihan utang yang diatur dalam akad Hawalah atau akad lainnya yang sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah.
- Menjual, membeli, ataupun menjamin atas risiko surat berharga dari pihak ketiga yang memang diterbitkan melalui transaksi nyata dan berlandaskan prinsip syariah. Hal ini bisa diatur dalam akad musyarakah, ijarah, murabahah, mudharabah, hawalah, ataupun kafalah.
- Menerapkan kegiatan usaha kartu debit atau kartu pembiayaan lainnya dengan berlandaskan prinsip syariah.
- Membeli surat berharga yang sesuai dengan prinsip syariah dari pemerintah ataupun Bank Indonesia
- Menjadi penitipan untuk kepentingan pihak lain yang didasari oleh akad jual beli yang berlandaskan prinsip syariah.
- Menerima pembayaran atas tagihan surat berharga sekaligus memperhitungkannya dengan antarpihak yang terkait berdasarkan ketentuan syariah.
- Menyediakan dan menyiapkan tempat sebagai penyimpanan barang ataupun surat berharga
- Memindahkan uang, baik itu untuk kepentingan nasabah bank syariah ataupun bank syariah itu sendiri.
- Menjadi wali amat yang diatur di dalam akad wakalah.
- Menerbitkan lterter of credit atau garansi bank sesuai dengan ketentuan syariah.
- Melakukan segala macam kegiatan dan aktivitas yang lazim dilakukan perbankan selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Itulah fungsi-fungsi dari bank syariah. Perlu diketahui, bank syariah sendiri memang ujung tombak dari ekonomi islam untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat, bukan untuk keuntungan lembaga keuangan syariah itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, bank syariah dalam praktiknya harus menomorduakan keuntungannya sendiri. Namun, bukan berarti bank syariah tidak bisa mengambil untung, karena sejatinya mereka tetap bisa mengambil keuntungan sesuai dengan prinsip syariah.
Oleh karena itu, bisa dikatakan keuntungan yang didapatkan oleh bank syariah lebih minim dan terbatas dibanding dengan bank konvensional.
Demikianlah pembahasan mengenai akad jual beli bank syariah dan juga fungsi-fungsi dari bank syariah itu sendiri. Jadi, apakah kamu ingin menggunakan lembaga keuangan ini?