Saham

Secondary Public Offering Emiten, Apa Tujuannya?

Ajaib.co.id – Saat memutuskan untuk mencatatkan saham perdana di pasar saham atau go public, suatu perusahaan akan mnjalani proses yang dinamakan Initial Public Offering (IPO). Setelah melantai di bursa efek pun, perusahaan yang sama dapat menjual saham lanjutan yang disebut secondary public offering. Apa tujuannya?

Sebelum langsung menjawabnya, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu mengenai penawaran saham perdana atau IPO. Setelah saham perdana tercatat di bursa efek, status suatu perusahaan akan menjadi perusahaan terbuka (Tbk). Masyarakat umum bisa memiliki sebagian saham perusahaan tersebut.

Perusahaan yang melakukan penawaran efek secara umum kepada publik disebut juga dengan emiten. Sebenarnya, bukan perusahaan saja yang bisa menjadi emiten, melainkan juga perseorangan, asosiasi, usaha bersama, maupun kelompok yang terorganisasi.

Emiten yang melakukan IPO akan memperoleh modal tambahan. Modal tambahan ini diperoleh melalui penjualan saham ke khalayak luas. Jadi, bukan melalui perdagangan di pasar reguler. Modal tambahan tersebut bisa digunakan oleh emiten untuk berbagai tujuan, seperti membayar utang, ekspansi usaha dan sebagainya.

Nah, sekarang mari kita bahas Secondary Public Offering (SPO). Apa yang mendasari emiten melakukan Secondary Public Offering?

Hampir sama dengan IPO, emiten melakukan SPO juga bertujuan untuk mendapatkan pendanaan (modal) dari bursa efek, baik dengan cara menjual melalui masyarakat umum maupun melalui pihak-pihak tertentu. Tentu, SPO hanya bisa dilakukan setelah IPO.

Selain itu, Secondary Public Offering juga dapat dimanfaatkan untuk mendanai operasi, melakukan akuisisi, atau melunasi utang. Adakalanya, pemegang saham besar melikuidasi saham yang lebih kecil. Secondary Offering bisa menjadi cara untuk melikuidasi saham dengan harga diskon tanpa mengganggu harga pasar saat ini.

Secondary Public Offering dibagi menjadi dua kategori, yaitu

Private Placement

Private placement merupakan penjualan saham yang dilakukan secara tertutup (privat). Maksudnya, saham hanya diperjualbelikan di lingkup pihak-pihak tertentu sesuai target yang ditetapkan oleh emiten. Dengan kata lain, tidak semua masyarakat bisa berpartisipasi dalam aksi korporasi ini.

Lazimnya, emiten hanya melakukan private placement yang melibatkan perusahaan, lembaga, atau individu yang bisa dikategorikan investor potensial dilihat dari kemampuan membeli saham dalam jumlah besar.

Yang perlu dicermati ialah private placement tidak menawarkan saham baru kepada investor atau calon investor. Pada private placement, saham yang dijual adalah saham yang berasal dari kepemilikan saham mayoritas atau direksi. PT A, misalnya, menjual saham sebesar 5,15% yang merupakan saham milik presiden direktur PT A.

Right Issue

Right issue dapat dipisah menjadi dua jenis, yaitu right issue dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dan right issue tanpa HMETD.

Pada right issue, saham yang dijual kepada investor atau calon investor adalah saham baru. Inilah yang membedakannya dengan private placement.

Berbeda dengan penawaran saham perdana, proses Secondary Public Offering berlangsung lebih cepat. Seluruh penawaran dalam proses Secondary Public Offering hanya berlangsung dalam beberapa hari.

Umumnya, SPO dihargai di bawah harga penutupan saham hari itu. Jelas, ini menumbuhkan ketertarikan bagi investor dari perspektif harga.

Satu hal lagi, Secondary Public Offering memiliki sejarah perdagangan, sesuatu yang tak akan bisa dijumpai pada IPO. Di samping sejarah perdagangan, calon investor juga bisa menganalisa catatan keuangan bertahun-tahun sebelum membuat keputusan.

Ada risiko tertentu dalam berinvestasi IPO. Risiko-risiko tersebut antara lain, saham tersebut belum mengalami valuasi pasar. Sebenarnya, risiko-risiko tersebut dijelaskan secara cukup komprehensif  dalam prospektus. Maka, bagi calon investor, membaca dan menganalisa prospektus adalah hal penting.

Jelas, IPO adalah investasi yang berisiko. Bahkan, bagi investor yang berpengalaman, mungkin sulit untuk memprediksi apa yang akan dilakukan saham pada hari pertama perdagangannya dan dalam waktu dekat karena seringkali hanya ada sedikit data historis yang dapat digunakan untuk menganalisis perusahaan.

Selain itu, sebagian besar IPO adalah perusahaan yang sedang mengalami masa pertumbuhan sementara, yang tunduk pada ketidakpastian tambahan mengenai nilai masa depan mereka. Baca informasi lebih lanjut mengenai risiko signifikan yang terkait dengan investasi di IPO.

Namun, Secondary Public Offering juga tak lepas dari yang namanya risiko. Memang, investor bisa membeli saham melalui SPO dengan harga yang lebih rendah di hari penutupan bursa.

Tapi, di hari berikutnya, Secondary Public Offering jugaberpotensi menghasilkan harga perdagangan yang lebih rendah. Faktor inilah yang membuat Secondary Public Offering tidak menarik bagi pedagang jangka pendek atau flippers.

Hal lain yang perlu dicermati oleh investor adalah cara mengakses SPO. Jangka waktu yang singkat dan minimnya pemasaran menjadikan Secondary Public Offering lebih menyulitkan Penjamin Emisi Efek untuk menemukan pembeli.

Tak hanya itu, Penjamin Emisi Efek juga memiliki ‘PR’ yang tak kunjung selesai, yakni meningkatkan kesadaran terhadap penawaran yang jangka waktunya singkat. Alhasil, sebagian besar investor ritel tidak pernah mendengar, terlebih lagi mengaksesnya.

Sejumlah pihak telah berupaya mengatasi kendala ini, misalnya dengan pemberitahuan push kepada pengguna berlangganan aplikasi smartphone. Dengan notifikasi tersebut, calon investor ritel bisa menerima informasi dan membuat keputusan tepat waktu.

Secondary Public Offering menciptakan peluang yang lebih mudah dan lebih cepat untuk membangun skor dan peringkat investor di sistem ClickIPO. Skor yang lebih baik berarti investor memiliki peringkat yang lebih tinggi. Artinya pula, investor tersebut akan memiliki prioritas alokasi di atas investor dengan skor lebih rendah lainnya untuk saham IPO dan saham Secondary Public Offering.

Artikel Terkait