Ekonomi

Kurs Dollar AS dan Hubungannya dengan Kinerja Rupiah

Sumber: Dailyfx

Ajaib.co.id – Kurs dollar Amerika Serikat adalah salah satu nilai mata uang paling berpengaruh di dunia. Betapa tidak, kinerja mata uang seperti yen Jepang, euro di sebagian besar negara di Eropa, dan rupiah dari dalam negeri selalu berpatokan pada kurs dollar untuk menentukan penguatan dan pelemahannya pada hari perdagangan. 

Secara khusus, kinerja mata uang rupiah umumnya selalu berkorelasi negatif dengan kurs dollar Amerika Serikat. Meski tidak selalu berbanding terbalik, namun pelemahan kurs dollar Amerika Serikat biasanya akan membuat rupiah menguat dengan sendirinya, begitupun sebaliknya. 

Berdasarkan data Bloomberg hingga Jumat 8 Januari 2020 lalu, nilai tukar rupiah melemah 110 poin atau 0,79 persen ke level Rp14.020 per dollar Amerika Serikat. Sementara itu, kurs dollar Amerika Serikat memang menguat pada penutupan perdagangan pada minggu kedua bulan Januari tersebut pada level 90.098, menanjak 0,30 persen atau 0,272 poin. 

Dikutip dari Bisnis.com, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan alasan mengapa nilai tukar rupiah tertekan beberapa hari terakhir adalah kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di wilayah Jawa dan Bali yang mulai dilaksanakan kembali. 

Pembatasan sosial ini dapat berpengaruh terhadap kinerja ekonomi yang pada akhirnya bisa membuat pertumbuhan ekonomi bisa kembali terkontraksi pada kuartal pertama pada tahun 2021.  

Sentimen Penguatan Kurs Dollar Amerika Serikat

Setali tiga uang, pelemahan nilai mata uang rupiah juga ternyata diikuti oleh terperosoknya nilai mata uang negara berkembang di Asia seperti peso Filipina dan baht Thailand. Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar peso Filipina juga melemah 0,01 persen atau 0,007 pin ke level 48,07 per dollar Amerika Serikat, sementara nilai tukar baht Thailand juga melandai 0,2 persen atau 0,061 poin ke level 30.136 per dollar Amerika Serikat. 

Usut punya usut, pelemahan nilai tukar di negara Asia berkembang itu dikarenakan lonjakan imbal hasil obligasi di Amerika Serikat yang membebani nilai mata uang pasar berkembang. Lonjakan return obligasi benchmark global utama meningkatkan prospek jeda dalam penurunan dollar baru-baru ini, yang dapat merusak momentum reli untuk aset berisiko.

Negara berkembang seperti Indonesia yang bergantung pada pembiayaan eksternal kemungkinan besar akan membuat nilai tukar rupiah akan sangat rentan terhadap kekuatan berkelanjutan greenback.

Namun sentimen positif dari negeri adidaya tersebut juga diimbangi dengan sentimen negatif yang mengikutinya. Kemenangan dua kandidat senator pada pemilihan di Georgia membuka jalan bagi Presiden terpilih Joe Biden untuk mendorong agenda legislatifnya, termasuk lebih banyak langkah stimulus. Namun, protes oleh pendukung Presiden Donald Trump di Capitol Hill juga menimbulkan kekhawatiran.

Senat yang dikendalikan Demokrat dianggap akan berdampak baik untuk pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat juga global dan untuk sebagian besar aset berisiko. Namun, dampak negatif akan muncul untuk obligasi dan dollar Amerika Serikat karena anggaran dan defisit perdagangan di negara tersebut dapat semakin melebar.

Sementara itu, The Federal Reserve (The Fed) atau bank sentral di Amerika Serikat telah merilis risalah dari pertemuan kebijakan Desember pada hari Rabu. Dalam laporan tersebut, The Fed hampir sepakat dalam keputusannya bulan lalu untuk melanjutkan program pembelian obligasi.

Pelemahan nilai tukar kurs ini juga terlihat dari kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang kembali menempatkan rupiah pada posisi melemah 120 poin atau 0,86 persen ke posisi Rp14.058 pada penutupan perdagangan minggu tersebut. 

Pertambahan Kasus COVID-19 dan Dampaknya terhadap Rupiah

Kasus COVID-19 kurang lebih berpengaruh sangat signifikan terhadap pergerakan rupiah. Pada masa awal penyebaran kasus COVID-19, membuat mata uang rupiah sempat terperosok ke level perdagangan terlemah, terendah sejak krisis keuangan 1998. 

Rupiah berada pada posisi terendah yakni 23 Maret 2020 dengan ditutup pada level Rp16.575 per dollar Amerika Serikat, melemah 3,85 persen atau 615 poin, dan menjadi yang terlemah di antara mata uang Asia lainnya.

Sementara itu, secara perlahan, pemerintah mulai mengeluarkan berbagai stimulus demi membangkitkan kembali gairah ekonomi. Dari titik terendah tersebut, rupiah berhasil bangkit dan bahkan menjadi raja karena penguatannya yang sangat signifikan menjelang akhir tahun. 

Sentimen utama dari penguatan nilai tukar rupiah terhadap kurs dollar Amerika Serikat sejatinya disebabkan oleh ekspektasi perbaikan ekonomi dan pemenangan Joe Biden dalam pemilihan umum Presiden di Amerika Serikat yang dianggap akan semakin menguntungkan bagi kerjasama antar kedua negara. 

Sentimen akhir tahun ini bahkan sempat membuat rupiah kembali diperdagangkan di level Rp13.000-an per dollar Amerika Serikat, yaitu menyentuh level tertingginya pada 8 Juni 2020 di posisi Rp13.873 per dollar Amerika dan kini berada di level stabil di sekitar Rp14.000-an hingga awal tahun 2021. 

Melihat Informasi Kurs Dollar di Berbagai Bank

Dengan perkembangan zaman, kamu tidak lagi harus datang ke bank untuk melihat informasi kurs rupiah terhadap dollar, atau begitupun sebaliknya. Kamu bisa mendapatkan informasi tersebut melalui website masing-masing bank. 

Biasanya masing-masing bank akan memberikan informasi penukaran mata uang asing yang dibedakan menjadi tiga bagian, yakni special rates atau e-rates, TT counter dan bank notes dengan nominal angka yang berbeda-beda pula. 

Seperti contoh, Bank Mandiri melalui website bankmandiri.co.id/kurs menetapkan harga beli dan harga jual kurs dollar AS untuk special rate pada Jumat 8 Januari 2021 masing-masing sebesar Rp13.980 dan Rp14.175. Di sisi lain, bank BUMN yang memiliki logo pita emas tersebut menetapkan harga beli dan harga jual dollar AS untuk bank notes, masing-masing sebesar Rp13.850 per dollar AS untuk harga beli dan Rp14.200 per dollar AS untuk harga jual.

Nah, ada banyak sekali emiten yang menggantungkan kinerjanya pada kurs dollar Amerika Serikat tersebut, apalagi jika emiten tersebut memang berpatokan pada kegiatan ekspor dan impor karenanya informasi seperti ini sangat dibutuhkan.

Saham-saham emiten yang listing di bursa efek Indonesia ini pada dasarnya bisa kamu perjualbelikan lho, salah satunya melalui platform aplikasi investasi Ajaib yang sudah bisa diunduh dan diakses melalui Apple App Store dan Google Play Store.

Artikel Terkait