Saham

Dilusi Saham: Pengertian dan Situasi yang Memicunya Terjadi

dilusi saham

Ajaib.co.id – Untuk investor kawakan, mungkin istilah efek dilusi atau dilusi saham cukup lumrah didengar di dalam dunia investasi. Namun, untuk investor pemula, istilah ini mungkin asing walaupun pernah dialaminya sesekali. Untuk itu, redaksi Ajaib akan membagikan pengertiannya melalui ulasan berikut ini.

Pengertian Dilusi Saham

Biasanya, setelah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sering diikuti aksi korporasi berupa saham baru yang diterbitkan. Dari aksi korporasi ini, sangat memungkinkan mengurangi prosentase kepemilikan saham dari pemegang saham yang sudah ada, hal inilah yang disebut sebagai dilusi.

Pada dunia investasi saham, dilusi cukup lumrah terjadi, bahkan menjadi salah satu risiko investasi yang harus dipahami oleh investor. Sinyal terjadinya dilusi saham sendiri bisa dikenali jika ada korporasi yang melakukan penerbitan saham baru dalam bentuk right issue lewat Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)

Jika kamu masih bingung mengenai dilusi ini, kamu perlu menyimak baik-baik contoh dilusi yang Ajaib jabarkan di bawah ini.

Contoh Dilusi Saham

Diketahui PT Surya Efek Kencana didirikan oleh Ardhi dan Bams dengan modal Rp10 miliar. Modaltersebut didapatkan dari saham biasa yang berjumlah 10 juta lembar dengan harga Rp1.000 per lembar saham.

Ardhi lalu menyetor dana Rp6 miliar atau setara 6 juta lembar saham yang membuat kepemilikannya di PT Surya Efek Kencana 60%. Di lain pihak, Bams menyetor dana Rp4 miliar atau setara 4 juta lembar saham yang membuat kepemilikannya di perusahaan tersebut sebesar 40%.

Selang beberapa tahun, PT ABC memutuskan untuk melakukan ekspansi dengan menerbitkan saham baru hingga 10 juta lembar. Seperti yang diketahui, setiap saham lama berarti memiliki hak untuk dapat membeli satu saham baru.

Ardhi memanfaatkan seluruh haknya dan kembali menyetor Rp6miliar. Kini Ardhi memiliki 12 juta lembar saham dengan 60% kepemilikan total saham. Bams memutuskan tidak menggunakan haknya sehingga dia tetap memiliki 4 juta lembar saham. Namun, karena sekarang total sahamnya bertambah dua kali lipat, kepemilikan yang dipegang Bams menjadi berkurang, dari 40% menjadi 20% saja.

Sekarang, diketahui 16 juta lembar saham sudah dipegang, masing-masing Ardhi 12 juta lembar saham, dan Bams 4 juta saham. Masih ada 4 juta lembar saham yang beredar. Lalu, muncullah Charlie, investor yang membeli 4 juta lembar saham tersebut dan memegang 20% kepemilikan.

Dengan begitu, total kepemilikannya menjadi, Ardhi 60%, Bams 20%, dan Charlie 20%. Dari contoh di atas, menurunnya kepemilikan saham yang terjadi pada Bams adalah dilusi saham. Pasalnya, Ardhi dan Bams sudah sepakat untuk menambahkan saham, tetapi Bams tidak memanfaatkan haknya.

Jadinya, porsi kepemilikan Bams menurun karena ia tidak bisa mengimbangi jumlah saham yang beredar. Dari hal tersebut bisa disimpulkan bahwa pemegang saham bisa mengalami dilusi jika tidak menggunakan haknya di saat ada saham baru yang ditawarkan lewat HMETD.

Kesimpulan lainnya, jika ada right issue tanpa HMETD, bisa dipastikan investor akan menanggung risiko dilusi. Karena, bukan hanya tidak memanfaatkan haknya, investor justru tidak diberikan hak sama sekali untuk mempertahankan prosentase kepemilikannya.

Untungnya, kejadian right issue tanpa HMETD ini sudah dibatasi oleh BAPEPAM yang tertuang pada Peraturan BAPEPAM-LK Nomor 1 IX.D.4. Peraturan ini menyebutkan bahwa rights issue tanpa HMETD baru bisa dilakukan jika tujuan utamanya untuk memperbaiki keuangan perusahaan lewat penambahan modal.

Selain itu, penambahan modal juga dibatasi paling bayak 10% dari modal yang disetor dalam jangka waktu paling lama dua tahun. Dengan adanya peraturan ini, BAPEPAM bisa meminimalisir dampak dilusi yang bisa dialami oleh investor di pasar modal.

Situasi yang Membuat Terjadinya Dilusi Saham

Konversi yang Bersifat Opsi dari Pemilik Surat Berharga

Dilusi saham bisa terjadi jika opsi saham (stock option) dikonversi menjadi saham biasa. Karena stock option ini dikonversi, maka jumlah saham akan otomatis bertambah.

Perusahaan Menambahkan Modal Melalui Penawaran Sekunder

Demi mendapatkan dana segar, acapkali perusahaan melakukan penambahan modal dengan penerbitan saham baru. Hal inilah yang menyebabkan naiknya jumlah saham perusahaan tersebut yang beredar di publik.

Menawarkan Saham Baru Sebagai Pemberian Jasa

Hal ini cukup jarang terjadi tetapi bukan hal yang tidak mungkin. Pasalnya, saham baru bisa diberikan kepada orang yang dirasa berjasa kepada perusahaan. Contoh sederananya, konsultan yang ditawari saham berkat jasa yang ia berikan terhadap perusaan tersebut.

Sinyal Terjadinya Dilusi

Perlu diakui, dilusi saham adalah sesuatu yang mesti diwaspadai oleh investor. Oleh karena itu, investor harus bisa menangkap sinyal-sinyal yang berpotensi menimbulkan dilusi. Secara garis besar, bila perusahaan memiliki kebutuhan untuk menambahkan modal, hal tersebut bisa ditangkap sebagai sinyal terjadinya dillusi.

Secara rinci, memang ada begitu banyak skenario yang membuat dilusi saham terjadi. Misalnya saja, perusahaan yang tidak memiliki dana untuk menjalankan kewajiban lancarnya. Selain itu, bisa juga perusahaan terlihat menghindari penerbitan surat utang.

Sinyal dilusi lainnya apabila diketahui pegawai perusahaan tempat kamu menanam saham ternyata mendapat opsi saham. yang harus diwaspadai betul, jika dewan komisaris hingga eksekutif memiliki opsi saham ini. Karena, jika mereka mengkonversikannya menjadi saham biasa, maka jumlah saham yang beredar akan meningkat secara drastis.

Demikianlah pembahasan mengenai dilusi saham. Dengan ulasan ini, kamu bisa lebih peka menangkap sinyal dilusi dengan melihat situasi-situasi yang bisa memicu dilusi yang merugikan kamu.

Artikel Terkait