Rumah Tangga Masa Kini

Perjanjian Pranikah, Perlindungan Hukum atau Gila Harta?

Ajaib.co.id – Kamu dan kekasih jiwamu tak lagi terpisahkan dan mulai sering berangan untuk membangun dunia baru bersama-sama? Itu tandanya kalian sudah siap menikah, secara batin.

Secara lahiriah? Lahiriah tidak hanya dimaknai secara fisik tubuh semata, namun juga punya makna yang lebih luas hingga ke prasarana infrastruktur hidup berumah tangga. Seperti hunian, properti, dana kesehatan, dana pendidikan, tabungan, investasi, kendaraan, hiburan.

Karena itulah, maka pernikahan kemudian dipandang perlu memiliki semacam protap safety net, yang gunanya memastikan pihak-pihak yang akan menikah terjamin hak dan kewajibannya, yang kini populer dengan sebutan Perjanjian Pranikah (Prenuptial Agreement).

Dua Sisi Perjanjian Pranikah (Prenuptial Agreement)

Walaupun tampak melindungi dan menjamin, akan selalu ada pandangan skeptis terhadap Perjanjian Pranikah. Kenapa? Karena dasar pemikirannya yang super pesimistik terhadap cinta kasih.

Ini adalah konsep pemikiran yang selalu berjaga-jaga melindungi harta dan kepemilikan bawaan masing-masing calon mempelai dari konsekuensi terburuk yang hampir pasti akan terjadi pada saat terjadi krisis cinta kasih antara suami-istri.

Banyak orang mempertanyakan maksud dan fungsi sebetulnya dari perjanjian ini. Tidak heran bila sebagian orang berpendapat, bahwa Perjanjian Pranikah seolah-olah menyetujui kawin kontrak, di mana pernikahan yang berlangsung sesungguhnya tidak mengandalkan cinta kasih sebagai motor penggerak pembangunan rumah tangga, melainkan pasal-pasal hukum yang diatur menurut jumlah modal dan jangka waktu tertentu.

Hal ini seolah sudah memperkirakan pasti akan adanya perpisahan akibat perceraian atau kematian. Wow, totally enggak romantis ya?

Di dalam Perjanjian Pranikah telah diatur berbagai kepentingan masing-masing calon suami dan calon istri yang akan menikah, sehingga kelak kedua belah pihak bisa berpisah dengan nyaman karena membawa harta pribadi, dan tidak ada yang merasa dirugikan dengan pernikahan yang telah gagal. Intinya: ogah rugi.

Bila sebagian orang lainnya mencela Perjanjian Pranikah dan berpendapat bahwa pernikahan didasari oleh perasaan cinta kasih dua insan manusia yang sanggup mengenyampingkan pembagian harta, dan menganggapnya menjadi milik bersama, tidak salah juga. Malah mungkin terasa lebih humanis, dan sangat romantis.

Wajib-tidaknya ataupun perlu tidaknya perjanjian ini dibuat, hanya terpulang pada kesamaan cara pandang, keyakinan, kesadaran dan kerelaan kedua calon mempelai.

Asal Mula Perjanjian Pranikah

Ide dasar Perjanjian Pranikah pertama kali meluas sekitar 67 tahun lalu, ketika kaum Yahudi berdomisili di negara-negara yang menyediakan fasilitas perceraian sipil, secara terpisah dari perceraian agama.

Draft edisi pertamanya dikembangkan dan diterima oleh Dewan Rabbi Maroko pada 16 Desember 1953 (“Sefer Hatakanot”, Vol. 1, Institut Tradisi Yahudi Maroko, Yerusalem).

Sejak itu, konsep ini memperoleh persetujuan lebih lanjut di Yerusalem pada 1981, dan Dewan Rabbi Amerika pun terus mendorong serangkaian resolusi untuk menjadikannya sah pada 1983. Hal ini tak lepas dari faktor situasi masyarakat di Amerika yang pada saat itu sering menghadapi masalah harta properti dan agunan.

Isi Perjanjian Pranikah

Sebelum melangsungkan pernikahan, perjanjian ini dibuat oleh kedua calon mempelai guna mengikat mereka dalam masalah pembagian harta kekayaan masing-masing atau berkaitan dengan harta pribadi kedua belah pihak, sehingga bisa dibedakan jika suatu hari terjadi perceraian atau keduanya dipisahkan oleh kematian.

Bagi orang yang selalu melihat gelas setengah penuh, perjanjian ini terkesan sebagai perjanjian muram yang seolah-olah mendoakan terjadinya perpisahan antara pasangan calon mempelai. Tapi bagaimanapun, tak seorang pun yang bisa memastikan 100% tentang apa yang akan terjadi dan menimpa orang lain.

Sedangkan bagi orang yang selalu melihat gelas setengah kosong, perjanjian ini secara adil melindungi harta pribadi kedua belah pihak, baik suami atau istri, saat nantinya terjadi perceraian atau kematian.

Kekuatan hukum bagi Perjanjian Pranikah di Indonesia sendiri dilindungi secara hukum, yakni pada Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang menyatakan:

Atas persetujuan bersama, kedua belah pihak dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai Pencatat perkawinan pada saat, atau sebelum perkawinan dilangsungkan, di mana isinya berlaku juga terhadap pihak ke-3 tersangkut.

Dalam pasal tersebut Perjanjian Pranikah mengatur mengenai beberapa hal, di antaranya:

1. Pemisahan Harta Benda.

Tindakan ini mungkin saja terjadi ketika posisi istri dalam keadaan terpojok akibat 3 alasan berikut:

a)   Perilaku suami dinyatakan tidak baik karena memboroskan harta kekayaan bersama untuk kepentingan pribadi.

b)   Suami dinyatakan hanya mengurus hartanya sendiri, tak memberi bagian yang layak bagi istri sehingga hak istri hilang.

c)   Ditemukan adanya kelalaian yang sangat besar dalam mengurus harta perkawinan berpotensi hilangnya harta bersama.

2. Perjanjian Nikah (Huwelijks Voorwaarden).

Pihak ketiga boleh diikut sertakan dalam perjanjian ini. Hal yang harus menjadi fokus ketika membuat perjanjian kawin ini adalah:

1.   Tidak diperbolehkan bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.

2.   Tidak dibuat menyimpang dari: (1) hak-hak yang timbul dari kekuasaan suami, (2) hak-hak yang timbul dari kekuasaan orang tua.

3.   Tidak mengandung pelepasan hak atas peninggalan orang-orang yang mewariskannya.

4.   Tidak boleh menjanjikan bahwa salah satu pihak harus membayar sebagian utang yang lebih besar daripada bagiannya.

5.   Tidak boleh dibuat janji bahwa perkawinan mereka akan diatur oleh hukum asing.

Di hadapan akta notaris, perjanjian ini harus dibuat sebelum dilangsungkannya pernikahan. tidak boleh juga ada perubahan dengan cara apapun setelah perkawinan itu berlangsung, dan berlaku hingga perkawinan berakhir akibat perceraian maupun kematian.

Aspek Penting Dalam Pembuatan Perjanjian Pranikah

1. Keterbukaan

Pembuatan perjanjian pra-nikah membantu kamu melatih diri untuk bersikap saling terbuka kepada pasangan, sebelum kamu benar-benar siap mental dalam menghadapi rumah tangga dan segala persoalannya,

2. Kerelaan

Tak boleh ada satu pihak pun yang merasa terpaksa dalam pembuatan perjanjian pranikah ini, baik calon suami maupun calon istri.

3. Objektif

Tak sekedar meterai Rp6.000, ada notaris yang berwenang dalam pembuatan perjanjian pranikah ini, sekaligus sebagai saksinya. Notaris yang kredibel akan menjaga objektivitas perjanjian sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

4. Notariil

Perjanjian pranikah tersebut juga harus dilaporkan kepada lembaga pencatatan perkawinan yaitu KUA atau Kantor Catatan Sipil yang akan mendokumentasikannya.

Jadi, bagaimana persepsi kamu terhadap Perjanjian Pranikah, sebuah perlindungan hukum atau gila harta? Perjanjian ini tidak bisa digeneralisasikan, sehingga bukan syarat wajib dalam pengajuan izin pernikahan di kantor catatan sipil.

Apapun akhirnya kesimpulanmu, jangan lupa untuk terus mengembangkan portofolio investasi kamu agar masa depanmu tidak cuma mengandalkan harta gono-gini.

Pilih investasi yang berintegritas, fleksibel dan menguntungkan seperti reksa dana di Ajaib, yang dengan aplikasi mudah, menu pilihan paket investasi variatif, minimum modal hanya Rp10.000 dan menyandang status kelulusan dari program pembinaan inkubator startup terkemuka Y Combinator di Silicon Valley, serta pengawasan penuh Otoritas Jasa Keuangan, tetap jadi pilihan cerdas untuk kaum Milenial.

Artikel Terkait