Dunia Kerja

Lindungi Dirimu Sebagai Pekerja dengan Ketahui UU PHK Ini

uu-phk

Ajaib.co.id – Sebagai pekerja, kamu harus menjadi seorang pekerja yang cerdas yang bisa mengetahui hak dan kewajiban kamu selama bekerja. Apalagi, di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, kamu harus bisa memproteksi diri dengan mengetahui Undang-undang atau UU PHK yang mungkin saja terjadi pada kamu.

Apa Itu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja merupakan berakhirnya hubungan kerja antara perusahaan dan pekerjanya yang disebabkan oleh hal-hal tertentu.

PHK ini umumnya terjadi dalam bentuk pemberhentian pekerja meskipun hitungan kontrak kerja masih ada. Tentunya, pihak pekerja yang di-PHK mendapatkan ganti rugi yang biasa disebut pesangon.

Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.

Pemutusan Hubungan Kerja, atau PHK dengan alasan apapun pastinya menyakitkan. Apalagi, di saat kamu sedang membutuhkan uang di masa sulit ini. Oleh karenanya, mengetahui UU PHK yang terkandung dalam Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan menjadi penting untuk kamu ketahui.

Gelombang PHK di Tengah Pandemi Covid-19

Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 mengenai Ketenagakerjaan, dikatakan bahwa pemerintah, serikat pekerja, serikat buruh, pekerja, buruh, hingga pengusaha harus mengupayakan agar pemutusan hubungan kerja tidak terjadi.

Kalaupun tidak ada opsi lain selain PHK, tujuan dan alasan dari PHK harus jelas dan harus melalui perundingan terlebih dahulu dengan serikat pekerja ataupun buruh. Jika yang diputus hubungan kerjanya bukan anggota serikat, berarti harus dirundingkan langsung dengan yang bersangkutan.

 Demi menekan laju PHK yang semakin deras di tengah covid-19, Kementerian Ketenagakerjaan juga menerbitkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 Mengenai Perlindungan Pekerja atau Buruh dan Kelangsungkan Usaha dterkait penanggulangan Covid-19.

Surat Edaran ini tentunya berkaitan erat dengan UU PHK atau UU Ketenagakerjaan. Pasalnya, di dalamnya dibahas ketentuan-ketentuan dalam rangka perlindungan pekerja atau buruh dalam pengupahan. Surat Edaran ini berisikan hal-hal berikut:

  • Jika ada buruh atau pekerja yang menjadi ODP (Orang Dalam Pemantauan) Covid-19 dengan disertai keterangan dokter, bisa tidak masuk hingga 14 hari sesuai dengan standar keamanan dari Kementerian Kesehatan. Bila hal ini terjadi, upah buruh atau pekerja tersebut dibayar penuh
  • Jika ada buruh atau pekerja yang menjadi suspect Covid-19 dan mengharuskan dirinya dikarantina atas rekomendasi dokter, maka upahnya juga tetap dibayar penuh selama pekerja atau buruh tersebut melakukan karantina
  • Jika ada buruh atau pekerja tidak masuk kerja dikarenakan positif Covid-19 dan memiliki bukti keterangan dokter, maka upah pekerja atau buruh tersebut dibayar berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku.
  • Jika perusahaan menerapkan pembatasan kegiatan usaha karena mengikuti kebijakan pemerintah daerah masing-masing dalam langkah preventif dan penanggulangan Covid-19, sehingga berdampak sebagian ataupun seluruh pekerja tidak dapat masuk kerja, maka perusahaan bisa melakukan perubahan pembayaran.
  • Perubahan pembayaran bagi perusahaan yang melaksanakan pembatasan kegiatan usaha, baik itu besaran pembayaran ataupun cara pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pekerja dan perusahaan.
  • Jika dikarenakan pandemi Covid-19 perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk membayar upah karyawan, pengusaha bisa menerapkan penangguhan pembayaran upah. Penangguhan pembayaran upah ini tentunya harus dirundingkan dulu dengat pekerja atau buruh terkait.

Meskipun ada penangguhan dalam pembayaran upah antara perusahaan kepada pekerja ataupun buruhnya, tidak membuat perusahaan kehilangan kewajiban untuk membayar selisih upah minimum pada masa penangguhan tersebut.

Dari penjelasan diatas, PHK sebisa mungkin adalah langkah terakhir yang dilakukan di tengah pandemi covid-19 ini. Karena, Kementerian Ketenagakerjaan pun telah memberikan alternatif solusi untuk perusahaan yang terimbas oleh wabah ini.

Namun, apabila PHK tetap harus terjadi, sebagai pekerja kamu harus memiliki pedoman UU PHK agar kamu tahu apa saja hak kamu sebagai pekerja yang di-PHK. Asal kamu tahu, perusahaan wajib memberikan kamu kompensasi dalam bentuk pesangon.

Perhitungan Pesangon di Dalam Pemutusan Hubungan Kerja

Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 2003 Pasal 156 ayat 2, untuk menghitung uang pesangon bisa dibagi berdasarkan masa kerja pekerja atau buruh. Untuk lebih jelasnya, simak paparannya di bawah ini.

  • Masa kerja kurang dari 1 tahun = Satu bulan upah
  • Masa kerja 1 tahun = Dua bulan upah
  • Masa kerja 2 tahun = Tiga bulan upah
  • Masa kerja 3 tahun = Empat bulan upah
  • Masa kerja 4 tahun = Lima bulan upah
  • Masa kerja 5 tahun = Enam bulan upah
  • Masa kerja 6 tahun = Tujuh bulan upah
  • Masa kerja 7 = Delapan bulan upah
  • Masa kerja 8 tahun atau lebih = Sembilan bulan upah

Perhitungan Uang Penghargaan di Dalam Pemutusan Hubungan Kerja

UU PHK lainnya yang bisa dipakai adalah Undang-undang nomor 13 tahun 2003 Pasal 156 ayat 3 mengenai perhitungan uang penghargaan yang bisa dijabarkan sebagai berikut:

  • Masa kerja 3 – 6 tahun = Dua bulan upah
  • Masa kerja 6 – 9 tahun = Tiga bulan upah
  • Masa kerja 9 – 12 tahun = Empat bulan upah
  • Masa kerja 12 – 15 tahun = Lima bulan upah
  • Masa kerja 15 – 18 tahun = Enam bulan upah
  • Masa kerja 18 – 21 tahun = Tujuh bulan upah
  • Masa kerja 21- 24 tahun = Delapan bulan upah
  • Masa kerja 24 tahun atau lebih = Sepuluh bulan upah.

Uang Penggantian Hak yang Diterima

Pada Undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 156 juga dibahas mengenai uang penggantian hak sebagai berikut:

  • Cuti tahunan yang belum diambil ataupun gugur.
  • Ongkos pulang ke tempat di mana pekerja ataupun buruh diterima kerja
  • Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang penghargaan dan uang pesangon untuk pekerja atau buruh yang memenuhi syarat.
  • Hal lainnya yang telah ditetapkan di dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja

Karena adanya perjanjian kerja atau peraturan perusahaan juga menentukan untuk menghitung berapa uang pesangon dan uang penghargaan yang pekerja terima setelah di PHK. Maka dari itu, komponen dalam menghitung hak pekerja selain dari gaji pokok, juga berdasarkan tunjangan-tunjangan yang telah disepakati antara perusahaan dan pekerja.

 Ketentuan Khusus

Selain ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan di atas, ternyata ada juga ketentuan khusus yang bisa mempengaruhi besaran uang pesangon untuk pekerja atau buruh yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja.

Bahkan, perusahaan diwajibkan untuk memberikan uang pesangon sebanyak dua kali lipat dari apa yang telah disebutkan sebelumnya apabila alasan pekerja atau buruh di PHK adalah sebagai berikut:

Perusahaan mengambil kebijakan perusahaan berupa akuisisi, perubahan status, merger atau perubahan kepemilikan, tetapi perusahaan tidak melanjutkan hubungan kerja dengan pekerja atau buruh terkait

Perusahaan mengambil keputusan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dikarenakan efisiensi

Pekerja atau buruh meninggal dunia. Nantinya, kewajiban perusahaan tersebut bisa diterima oleh ahli waris

PHK diajukan pekerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Hal ini diatur pada Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 pasal 169 ayat 1 yang mengatakan bahwa PHK yang diajukan ini disebabkan oleh cacat karena kecelakaan kerja ataupun pekerja mengalami sakit berkepanjangan.

Demikianlah pembahasan mengenai Undang-undang (UU) PHK yang pekerja mesti ketahui. Dengan mengetahui hak-hak kamu, kamu bisa memanfaatkan uang penghargaan ataupun uang pesangon untuk bertahan hidup, ataupun membuat usaha sebagai sumber penghasilan kamu yang baru.

Artikel Terkait