Saham

Ulasan Buku Investasi Saham: One Up On Wallstreet

keuntungan investasi saham jangka panjang

Ajaib.co.id Dalam buku yang berjudul One Up On Wallstreet, Peter Lynch membagikan seni berinvestasi ala dirinya untuk bisa sering-sering menemukan saham-saham pemenang atau tenbagger.

Peter Lynch adalah seorang manajer portofolio di perusahaan manajer investasi reksa dana Magellan Fund di Fidelity Investment, Amerika Serikat. Beliau disebut-sebut sebagai salah satu legenda pasar saham setelah berkali-kali berinvestasi di saham-saham yang menjadi tenbagger atau saham-saham yang harganya tumbuh hingga 10 kali lipat sejak pembelian.  Sebut saja Apple, Taco Bells, Anheuser-Busch semuanya adalah saham-saham yang beliau beli di harga 10 hingga 15 kali lipat lebih murah sebelum ia jual.

Tidak semua saham yang ia beli berakhir dengan kesuksesan. 3 dari 10 saham yang ia beli harganya diam di tempat atau malah turun beberapa puluh persen. Namun rasio kemenangan 7:10 sudah bisa membuat portofolio reksa dana yang dikelolanya bertumbuh dari $18 juta menjadi $14 miliar dalam waktu 13 tahun saja. Artinya portofolionya bertumbuh sekitar 29.2% per tahun. Dua kali lipat dari S&P 500 yang tumbuh sekitar 14% per tahun.

Keahliannya menemukan saham-saham ‘mutiara terpendam’ membuatnya unggul dari banyak manajer reksa dana di Amerika Serikat di masanya. Dalam satu masa Peter Lynch pernah mengoleksi lebih dari 1000 saham dalam portofolio reksadananya. 70% dari 1000 sahamnya menjadi tenbagger. Peter Lynch berkata “Inilah menariknya saham; risiko kerugian maksimal hanya sebesar jumlah yang diinvestasikan, sedangkan potensi keuntungannya tidak terbatas”.

Alasan Mengapa Buku One Up On Wallstreet Terkenal

Buku One Up On Wallstreet menjadi terkenal karena pendekatannya yang sederhana. Buku ini memperkenalkan pendekatan investasi dari kacamata amatir, bagaimana seorang amatir bisa mengelola portofolio sendiri dan mengalahkan indeks lebih daripada para profesional di Wallstreet. One Up On Wallstreet dibuat tidak terlalu teknis dan mudah dipahami bahkan oleh mereka yang tidak punya latar belakang pendidikan di bidang keuangan. Buku ini sudah membantu banyak investor dari berbagai latar belakang untuk menemukan saham-saham pemenang.

Isi buku One Up On Wallstreet

  1. Amatir Punya Kesempatan Mengalahkan Profesional Wallstreet

Peter Lynch dalam bukunya mengaku bahwa dengan menggunakan pendekatan seorang amatir ia telah menjadi seseorang paling sukses di pasar saham.

Kita tahu bahwa seorang amatir mungkin tidak memperoleh pendidikan setara dengan para profesional keuangan. Dan kita juga tahu bahwa di Wallstreet ada ribuan analis dengan latar belakang yang kuat di bidang keuangan, mereka juga setiap harinya dibombardir informasi tentang investasi. Mereka bekerja 40 hingga 80 jam seminggu untuk mencari saham-saham salah harga. Pastinya mereka jauh lebih baik daripada amatir bukan?

Menurut Peter Lynch asumsi ini salah besar. Bahkan menurutnya para manajer dan analis ini punya banyak kekurangan. Kekurangan mereka daripada para amatir terletak pada besaran dana yang dikelola, pembagian waktu yang tidak efisien, para profesional tunduk pada nasabah, dan mereka diwajibkan untuk ‘main aman’.

Tentang besaran dana yang dikelola, seorang fund manager yang sukses akan secara alamiah menarik banyak modal masuk ke dalam dana kelolaannya. Dan dengan semakin banyaknya modal untuk diinvestasikan maka akan semakin rumit untuk dikelola dan semakin kecil peluang bertumbuhnya.

Para pengelola juga diwajibkan berinvestasi di saham-saham yang dianggap aman dan sudah baik. Sayangnya saham-saham yang demikian biasanya sudah dihargai premium, alias sudah di atas harga wajarnya. Mereka juga menghabiskan sepertiga waktunya untuk menjelaskan mengapa mereka condong pada saham-saham tertentu sebagai pilihan investasinya.

Nasabah juga cenderung menarik dananya saat market sedang crash dan menambah saldo saat keadaan sedang baik. Hal ini cukup menyulitkan karena dengan demikian saat sebagian besar saham berada di harga premium mereka punya terlalu banyak dana untuk dikelola. Sedangkan saat saham-saham sedang murah mereka tidak punya cukup dana kelolaan.

Jika kamu mengelola danamu sendiri, kamu punya kuasa untuk menentukan kapan harus beli, tahan dan jual. Kamu juga tidak perlu menjelaskan kepada siapapun tentang keputusan investasimu.

Mungkin Kamu Tahu Lebih Baik Dari Para Profesional Keuangan

Jika kamu adalah seorang dokter, kamu pasti lebih tahu mana obat-obatan yang hak patennya eksklusif dimiliki farmasi tertentu saja. Jika kamu adalah insinyur kamu lebih tahu tentang industrimu sendiri. Atau misalnya kamu adalah ibu rumah tangga biasa, mungkin kamu lebih tahu tentang pusat perbelanjaan mana yang kiranya akan bertahan hingga 10 tahun ke depan. Intinya adalah masing-masing dari kita paham betul tentang sebuah sektor, produk atau jasa tertentu lebih baik daripada kebanyakan orang. Kita adalah pakar dalam satu atau dua hal tertentu dan itu adalah kelebihan yang bisa kita manfaatkan.

Informasi yang kamu punya mungkin adalah informasi yang bahkan para profesional manajer investasi belum ketahui. Berfokus pada saham-saham yang kamu kenal seluk-beluknya, yang kamu tahu seperti apa masa depannya, seperti apa para pengelolanya akan menguntungkanmu.

Ada Enam Kategori Dalam Investasi Saham

Peter menggolongkan saham-saham ke dalam enam kategori. Kita akan dapat berinvestasi dengan lebih baik jika dapat mengidentifikasi kategori saham-saham. Berikut keenam kategori yang akan dibahas;

6 kategori saham oleh Peter Lynch
  1. Slow Growers;

Emiten/perusahaan yang terdaftar di bursa yang termasuk Slow Growers adalah yang labanya meningkat terbatas, sekitar 1-4% saja per tahun. Dalam beberapa kasus labanya naik-turun tipis dari tahun ke tahun.

Biasanya emiten slow growers adalah yang ukurannya sudah sangat besar sehingga pergerakannya terbatas. Semua target pasarnya sudah terkuasai sehingga pertumbuhan labanya yang semula tumbuh cepat lalu kini melambat. Yang masuk kategori ini di Indonesia misalnya Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan Bank Central Asia Tbk (BBCA).

Harga saham slow growers biasanya sudah sangat mahal, jauh di atas harga wajarnya. Sehingga walaupun emiten slow growers biasa rutin membagikan dividen, tetapi tetap kurang menarik karena harganya yang mahal. Untuk investor pemula, saham-saham slow growers adalah pilihan aman. Kamu bisa yakin bahwa perusahaan ini masih akan berdiri 10 tahun dari sekarang.

2. Stalwarts

Emiten-emiten kategori Stalwarts adalah yang pertumbuhan laba dan pendapatannya naik sekitar 10-12% per tahun. Emiten-emiten stalwarts biasanya secara ukuran tidak sebesar emiten slow growers, pertumbuhannya juga termasuk menengah. Emiten dalam kategori ini lebih menarik daripada emiten kategori slow growers.

3. Fast Growers

Lalu ada kategori fast growers. Emiten fast growers biasanya adalah emiten yang relatif kecil yang produknya diterima luas di masyarakat dengan pertumbuhan laba lebih dari 25% per tahun. Biasanya emiten ini menguasai ceruk pasar tertentu.

Saham-saham fast growers seringkali tidak banyak menarik perhatian, tidak banyak orang tahu. Baru dilirik analis setelah harga sahamnya melonjak tinggi dan emiten sudah pindah kategori menjadi stalwarts atau slow growers.

Fast growers yang sesungguhnya bisa mempertahankan kenaikan labanya selama beberapa tahun dan potensi kenaikannya masih besar. Jika ada emiten yang labanya naik tinggi, coba telusuri apakah tahun-tahun berikutnya ada kesempatan untuk bisa begitu atau tidak.

4. Cyclicals

Sesuai dengan namanya, saham-saham kategori cyclical labanya bergerak dalam siklus naik dan turun. Misalnya perusahaan otomotif. Permintaan mobil melambat jika ekonomi nasional berada dalam ketidakpastian. Namun meningkat jika angka Produk Domestik Bruto atau ekonomi skala nasional meningkat. Biasanya emiten komoditas seperti minyak, batubara dan emas termasuk ke dalam kategori ini.

Untuk bisa berhasil, penentuan waktu pembelian amat menentukan di sini. Jika kita membeli tepat pada awal siklus naik maka kita akan untung. Salah waktu pembelian bisa menjadi bencana.

5. Turnarounds;

Kategori ini memasukkan emiten-emiten yang kinerjanya berbalik arah dari untung menjadi rugi atau sebaliknya. Emiten yang konsisten naik pendapatannya meskipun masih merugi suatu saat akan menjadi laba, inilah potensi emiten kategori turnarounds. Jika pandai mengidentifikasinya maka keuntungan besar bisa diraih.

Investor kenamaan Lo Keng Hong adalah salah satu yang sempat untung besar dari saham kategori turnarounds.  Saham Indika Energy Tbk (INDY) dibelinya di level Rp50 per lembar saham dan dijual di harga sekitar Rp 3000 per lembarnya.

Kamu harus teliti sebelum membeli saham-saham yang labanya melonjak drastis, apakah memang berasal dari pendapatan yang meningkat atau bukan.

6. Asset Plays

Ini adalah kondisi di mana kebanyakan orang tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang berharga pada beberapa emiten. Emiten-emiten dalam kategori ini dianggap berada di bawah harga wajarnya. Saham asset plays memiliki aset yang tak disadari banyak orang sehingga harganya masih rendah. Benjamin Graham adalah seorang legnda saham yang jago menemukan saham-saham asset plays. 

Aset misalnya adalah lahan olahan pada perusahaan properti, hak paten emiten farmasi, dan lain sebagainya. Banyak jebakan dalam menilai saham asset plays, misalnya dalam menilai emiten properti. Misalnya sebuah emiten punya lahan banyak, sehingga nilai asetnya tinggi, namun sayang lokasinya tidak bagus.

Cara berinvestasi di saham Asset Plays adalah dengan membeli saham bernilai buku rendah. Lalu kemudian menunggu para pelaku pasar lainnya menyadarinya sehingga harga sahamnya naik.

Peter Lynch mengatakan bahwa sebuah emiten bisa saja berada pada dua kategori sekaligus. Lebih lanjut, sebuah emiten tidak bertahan dalam sebuah kategori saja seumur hidupnya. Misalnya McDonald’s yang di waktu awal ia adalah emiten Fast Grower yang lalu menguasai dunia dan menjadi Slow Grower. Perpaduan beberapa kategori dalam sebuah saham dijelaskan lebih lajut dalam bukunya.

Tanda-tanda Saham Tenbagger

Saham-saham tenbagger biasanya termasuk ke dalam Fast Growers dan merupakan emiten yang diremehkan karena hal-hal yang tidak masuk akal. Saat Peter menemukan emiten pemakaman contohnya, orang-orang meremehkannya karena bisnisnya tidak keren. Namun Peter melihatnya berbeda, bisnisnya luar biasa karena tidak ada pesaing sama sekali saat itu dan orang-orang mati setiap tahun. Peter membeli saham pemakaman dan kemudian dalam dua tahun saja sahamnya naik puluhan kali lipat.

Berikut adalah tanda saham-saham tenbagger yang Peter kenali;

  1. Memiliki nama yang membosankan, lucu atau tidak keren sama sekali. Jika ada saham yang dijauhi hanya karena namanya, periksalah barangkali kinerjanya sebenarnya bagus. Misalnya Apple, sebelum Apple merilis iPhone dan sukses Peter sudah membeli satu juta lembar sahamnya. Karena ia melihat kinerjanya baik dan orang meremehkan nama Apple sebagai nama yang aneh untuk perusahaan teknologi. Bisnisnya juga bertolak belakang dengan namanya. Swedish Match misalnya yang alih-alih menjual korek api malah menjual tembakau. Di Indonesia kita punya Gudang Garam yang alih-alih menjual garam malah menjual rokok siap hisap.
  2. Bisnisnya membosankan namun menguasai ceruk pasar tertentu. Banyak perusahaan dengan bisnis membosankan menguasai ceruk pasarnya, menjadi penguasa dalam pangsa pasarnya. Misalnya ritsleting YKK, bisnisnya hanya membuat ritsleting celana berbagai warna dan ukuran, tidak mungkin ada inovasi, membosankan. Tapi bisnis dari Jepang ini menguasai 70% permintaan ritsleting dunia. Atau Tetra Pak yang memproduksi kemasan karton untuk minuman atau saus. Perusahaan membosankan ini menguasai hampir 100% permintaan kemasan karton minuman seluruh dunia. Karton kemasan susu dan teh yang kita konsumsi juga adalah hasil produksi Tetra Pak.
  3. Institusi tidak memilikinya sebagai aset setara kas dan analis juga tidak meliriknya. Saham-saham seperti ini sempurna. Sepi dari perhatian banyak orang, diremehkan, namun berkinerja baik.
  4. Orang dalam membeli sahamnya. Jika para pekerjanya, petinggi dalam perusahaannya membeli saham tempatnya bekerja artinya mereka tahu bahwa perusahaan tempat mereka bekerja bermasa depan. Selain itu jika perusahaan membeli kembali sahamnya, itu juga pertanda baik.
  5. Punya pendapatan berulang. Misalnya mereka punya konsumen yang terus mengulang pembelian seperti jasa model berlangganan atau mall yang space kosongnya disewakan.

Artikel Terkait