Ajaib.co.id – Apakah kamu sudah tahu kalau Indonesia adalah negara produsen nikel nomor satu dunia? Nikel adalah unsur kimia dan juga logam transisi yang digunakan untuk produksi baja high-grade.
Karena memiliki kepadatan energi yang tinggi dan dapat didaur ulang maka nikel menjadi bahan baku sumber energi ramah lingkungan untuk baterai mobil listrik. Nikel adalah harapan dan masa depan Indonesia.
Sebaiknya kamu mengenal nikel, sang calon primadona, supaya kamu bisa mendapat keuntungan dari saham-sahamnya.
Kebutuhan Nikel Global
Kabar menggembirakan datang dari industri baru yang akan jadi masa depan Indonesia. Indonesia dengan potensi mineralnya yang kaya memungkinkan untuk jadi raja baterai dunia yang akan menyuplai kebutuhan baterai untuk mobil listrik.
Saat ini kita mengenal ada semacam pergeseran minat menuju dekarbonisasi dunia untuk memperlambat perubahan iklim dunia. Sumber energi yang ramah lingkungan digadang-gadang akan menjadi jawara.
Mobil listrik adalah salah satu solusi yang ditawarkan untuk dekarbonisasi dunia. Mobil listrik membutuhkan penyimpanan energi dan baterai yang menjadi sumber energinya adalah baterai lithium ion. Itu adalah baterai yang sama yang ada di handphone kita.
Dan nikel adalah salah satu logam yang jadi bahan baku utama baterai lithium. Baterai lithium terdiri dari anoda, katoda dan elektrolit, nikel adalah komponen logam dominan khususnya katoda.
Dalam pengembangannya, kandungan baterai lithium dicampur dengan mineral lainnya seperti NCM (Nickel Cobalt Mangan). Saat ini baterai yang banyak digunakan adalah NCM dengan kadar 50 persen nickel, 20 persen cobalt dan 30 persen mangan yang disebut NCM 523.
Karena nikel adalah logam yang memiliki kepadatan energi tertinggi. Dan karenanya nikel dapat menyimpan lebih banyak energi sehingga jarak tempuhnya bisa lebih jauh. Nikel juga merupakan materi yang ramah lingkungan karena dapat didaur ulang.
Oleh karenaitu inovasi untuk memperbesar porsi nikel dalam pembuatan baterai lithium-ion terus dilakukan. Misalnya saja baterai lithium dengan nikel yang lebih banyak seperti NCM 811 (80 persen nikel, 10 persen kobalt, 10 persen mangan). Baterai NCM 811 diketahui telah memikat produsen mobil listrik dunia seperti Volkswagen, General Motors (GM), dan BMW. Baterai lithium digunakan baik untuk kebutuhan elektronik dan mobil listrik.
Permintaan Nikel
Nikel disebut-sebut memiliki prospek yang cerah sebagaimana diungkap oleh Eddy Haegel dari BHP Nickel West.
“Kalian telah mendengar dari saya sebelumnya, kita di tahap awal revolusi energi yang akan mentranformasi dunia kita dan meningkatkan permintaan nikel. Sudah jelas nikel adalah pemenang saat dekarbonisasi dunia,” ungkap Eddy di Australian Nickel Conference.
Nikel akan menjadi juara karena nikel adalah logam dengan kepadatan energy tertinggi yang dibutuhkan dalam baterai lithium ion. BHP Nickel West memprediksi bahwa 30 tahun mendatang permintaan nikel akan mencapai 250 persen lebih besar dari saat ini. Dan ketika seluruh dunia fokus pada dekarbonisasi, maka permintaan nikel bukan tidak mungkin mencapai 350 persen dari permintaan saat ini.
Sebagai informasi, di tahun di tahun 2018 saja permintaan nikel dunia adalah sebesar 2,32 juta ton sebagaimana diungkap oleh International Nickel Study Group (INSG).
Dari 2,32 juta ton permintaan nikel dunia, sebesar 27 persennya diproduksi oleh perusahaan-perusahaan dari Indonesia, lho! Dengan demikian Indonesia menjadi produsen nikel nomor satu dunia.
Di tahun 2019 saja Indonesia telah memproduksi nikel berupa feronikel dan Nickel Pig Iron (NPI) sebanyak 1,79 juta ton.
Kebutuhan nikel tidak hanya terbatas pada pemenuhan permintaan baterai untuk kendaraan listrik namun juga sebagai penyimpanan energi listrik tenaga surya. Energi yang disimpan di baterai akan digunakan di pulau-pulau kecil dan di perumahan.
Selain itu nikel juga sering dikombinasikan dengan logam lainnya untuk menghasilkan peralatan makan stainless steel. Sejak April lalu, Bank Dunia memproyeksikan bahwa permintaan akan nikel akan terus menanjak dalam jangka panjang. Ke depannya baterai diharapkan bisa menjadi solusi transisi energi dari energi fosil menuju energi terbarukan.
Potensi Nikel Indonesia
Dalam sebuah kesempatan di acara INDY FEST 2020, Luhut Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki semua cadangan mineral untuk menjadi pemain kunci di industri baterai lithium, seperti litium, kobalt, nikel, mangan, aluminium, copper (tembaga), dan grafit.
Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap bahwa cadangan bijih nikel yang dimiliki Indonesia adalah sebesar 3,57 miliar ton dengan 698 juta ton cadangan terbukti. Dengan kemampuan produksi sebesar kira-kira 2 juta ton setiap tahunnya, maka Indonesia bisa menambang nickel hingga waktu yang cukup lama.
Indonesia memiliki nikel dengan berbagai kadar mulai dari limonite/kadar rendah, hingga nikel saprolite/kadar tinggi. Keduanya dapat dimanfaatkan untuk diproses menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.
Respon Indonesia Memanfaatkan Potensinya
Tak mau menyia-nyiakan potensinya, Indonesia kini tengah mempersiapkan pembentukan perusahaan holding/gabungan PT Indonesia Battery yang melibatkan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Holding pertambangan BUMN (Badan usaha milik negara) tersebut akan diberi nama Mining Industry Indonesia atau disingkat MIND ID.
Tahun ini MIND ID akan berusaha menguasai 30 persen cadangan nikel Indonesia dengan adanya ANTM ditambah dengan mengakuisisi 20 persen saham PT Vale Indonesia (INCO) yang rencananya akan rampung di akhir tahun ini.
ANTM dan INCO adalah dua perusahaan terbuka yang memproduksi nikel. ANTM sendiri kini lebih banyak berfokus pada produksi nikel, di samping emas dan logam lainnya, untuk mengolahnya menjadi feronikel dan NIP. Jadi sebuah ekosistem baterai akan dibuat dari hulu ke hilir.
Rencananya nanti ANTM dan INCO akan mengamankan pasokan bahan baku, lalu di-intermediasi oleh Pertamina, lalu akan di hilir ada PLN yang akan mengubah nikel menjadi baterai kendaraan listrik atau untuk menjadi stainless steel.
Pembentukan holding MIND ID adalah untuk membangun industry baterai lithium di dalam negeri. Hal itu akan menjadi katalis positif bagi sektor pertambangan khususnya saham-saham nikel yang terlibat yaitu ANTM dan INCO.
Indonesia rencananya akan menggarap industri kendaraan listrik dan menargetkan 20% produksi kendaraan Indonesia di tahun 2025 adalah kendaraan listrik. Pemerintah berharap bisa menjadi salah satu pemain dalam industri kendaraan listrik dunia.
Peluang Investasi Terbuka Lebar
Dengan berkembangnya kebutuhan akan nikel, Indonesia kini dilirik sebagai negara tujuan investasi untuk pendirian pabrik baterai Lithium-ion.
Kini sudah ada tiga perusahaan baterai mobil listrik kelas dunia yang akan berinvestasi membangun pabriknya di Indonesia. Ketiga perusahaan tersebut adalah Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. (CATL) asal China, LG Chem asal Korea Selatan, dan Hyundai juga Korea Selatan.
Sejauh ini yang sudah deal adalah CATL, Luhut Pandjaitan selaku Menteri Kemaritiman dan Investasi megungkap bahwa komitmen investasi senilai AS $ 4,6 miliar atau sekitar Rp 68 triliun, dengan kurs Rp14.800 per dolar AS, telah ditandatangani.
Selain itu, Tesla sebagai perusahaan pabrikan mobil listrik bergengsi dunia juga berencana membangun pabrik baterai untuk mobil listriknya di Indonesia. Jika semua deal, maka jumlah investasi yang akan masuk ke Indonesia mencapai AS $ 20 miliar atau Rp 294 triliun, dengan kurs Rp 14.700/$ AS.
Usaha yang dilakukan Indonesia ternyata langsung mendapat respon positif dari investor asing. Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa masuknya investor asing menandakan kebijakan Indonesia sudah tepat.
Tentang Tesla, pemerintah berencana mengarahkan Elon Musk sang empunya Tesla untuk membangun pabrik baterai di kawasan industry Batang, Jawa Tengah. Namun konfirmasi lebih lanjut belum tercapai, kita masih akan menunggu kelanjutan dari pihak Tesla.
Selanjutnya tentang CATL, diketahui CATL adalah produsen baterai untuk mobil listrik ternama asal China. Baterai yang paling laris yang dipasarkan oleh CATL saat ini adalah Baterai Lithium NCM 523. Di posisi kedua paling laris ada baterai NCM 811 (80 persen nikel, 10 persen kobalt, 10 persen mangan).
Selanjutnya baterai lithium dengan komposisi 90 persen nikel, 5 persen kobalt, 5 persen mangan atau NCM 90 diprediksi akan diluncurkan pada 2025 atau lebih cepat oleh CATL. Ini semua adalah kabar baik bagi Indonesia yang merupakan tuan rumah bagi keempatnya.
Diharapkan industri ini akan menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan sumbangsih yang besar bagi ekonomi Indonesia secara menyeluruh. Nikel kini merupakan komoditas mineral di pasar dunia paling strategis yang dimiliki Indonesia, bersamaan dengan timah dan batubara.
Sinergi ANTM dan INCO
CATL asal China dan LG Chem asal Korea Selatan diketahui telah menandatangani perjanjian awal dengan ANTM di bulan September untuk mengolah produk nikel ANTM.
INCO juga mengatakan siap untuk bersinergi dengan ANTM dengan membangun high pressure acid leaching process (HPAL) di Pomala. Kini INCO tengah membangun dua smelter untuk pemurnian dan pengolahan sehingga INCO dapat membantu meningkatkan produksi untuk diserap industri hilir.
Prospek Kinerja Kedua Emiten Nikel
Dengan terbukanya peluang dan prospek yang cerah, kedua emiten nikel yaitu ANTM dan INCO diuntungkan oleh industrinya. Selain dari sisi permintaan, kinerja kedua emiten juga berpotensi meningkat dikarenakan kenaikan harga acuan komoditas nikel.
Terdapat tren kenaikan harga acuan nikel di London Metal Exchange (LME) ke level $15550/metrik ton lebih. Sepanjang tahun ini arga komoditas nikel berada dalam tren naik, beranjak dari $11000 hingga menyentuh $15550 lebih. Hal ini disinyalir disebabkan oleh salah satunya meningkatnya permintaan dari industri baterai.
Analis memperkirakan bahwa kapasitas produksi nikel saat ini tidak mampu untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan ke depannya. Diprediksi harga nikel akan menyentuh level US$ 18000/ metrik ton dalam waktu dekat.
LME yang menjadi bursa futures bagi komoditas logam nikel memantau bahwa dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi penurunan inventori. Hal tersebut membuat produsen kelimpahan pesanan untuk segera memenuhi permintaan. Ketika inventori semakin menipis, maka harga terkerek naik.
Hal ini selaras dengan peningkatan penjualan kendaraan berbasis listrik sejak tahun 2010. Saat ini China adalah negara dengan penjualan kendaraan listrik terbanyak didunia. Penjualan kendaraan listrik di Amerika Serikat dan Eropa masih tertinggal di belakang China namun berada dalam tren naik.
Kenaikan harga nikel juga datang dari Indonesia sendiri yang menjadi produsen nomor satu dunia. Indonesia telah menerapkan larangan mengekspor bijih nikel, nikel yang diekspor kini diharuskan sudah dalam bentuk olahan untuk meningkatkan harga jualnya. Hal ini diberlakukan oleh Kementrian ESDM sejak 1 Januari 2020
Saat ini di Antam, marjin laba nikel lebih besar dari yang diberikan emas. Sehingga mengoptimalkan pendapatan dari nikel adalah pilihan yang lebih baik untuk Antam. Baik INCO maupun ANTM adalah dua emiten yang akan diuntungkan dari kenaikan harga komoditas nikel maupun dari meningkatnya permintaan nikel yang berasal dari industri baterai untuk kendaraan listrik.
Disclaimer: Penyebutan emiten dalam artikel bukanlah rekomendasi. Diharapkan pembaca melakukan analisis menyeluruh sebelum mengambil posisi transaksi apapun atas saham yang disebutkan.