Pada tahun 2020, pasar ekuitas diprediksi membaik. Namun, PT Schroder Investment Management Indonesia tetap memilih untuk berhati-hati, dan masuk ke saham blue chip di sektor perbankan dan konsumen.
Manajemen Schroders, sebagaimana dikutip dari Bisnis.com, menjelaskan bahwa pihaknya relatif konstruktif terhadap pasar saham pada 2020. Sejumlah sentimen yang menopang perspektif ini ialah perkembangan positif perang dagang antara Amerika Serikat dengan China.
Sayangnya, ada risiko global yang belum selesai hingga saat ini, yakni geopolitik. Hal tersebut membuat pasar berpotensi terus bergejolak bak lava yang bersiap meletus. Dari dalam negeri, proyeksi pertumbuhan earnings per share (EPS) sebesar 6 hingga 8 persen juga belum terlalu menarik bagi investor.
“Oleh karena itu, kami akan melanjutkan sikap defensif di pasar ekuitas dengan mencari saham bervaluasi menarik pada 2020,” papar Schroders dalam penjelasan resminya.
Dalam pandangannya, Schroder melihat beberapa saham blue chip di sektor perbankan dan konsumsi masih memberikan tawaran valuasi yang sangat menarik. Sementara dari sisi moneter, Bank Indonesia diprediksi bakal memangkas lagi suku bunga acuan dari level 5 persen. Saat ini, prioritas Bank Indonesia adalah stabilitas nilai tukar mata uang rupiah.
Schroders berpendapat berlakunya undang-undang omnibus law akan menjadi katalis positif utama untuk pasar saham pada 2020. Kendati pembentukannya membutuhkan waktu panjang, pasar optimis terhadap regulasi tersebut.
Pemotongan pajak penghasilan dan pajak IPO akan meningkatkan kepercayaan investor sekaligus membantu menarik investasi asing langsung (FDI). Di sisi lain, pemangkasan pajak individu akan memacu konsumsi domestik.
Pasar Obligasi, Menurut Schroder
Sementara itu, Schroders memprediksi imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun menjadi sekitar 7,1% pada 2020. Manajer investasi tersebut menilai obligasi bertenor pendek sekitar 5-10 tahun akan lebih baik karena pasokan yang terbatas.
“Karena pemerintah masih membutuhkan dana ke depan, kami memperkirakan lebih banyak pasokan datang untuk obligasi bertenor lebih panjang,” imbuhnya.
Risiko utama terhadap pasar obligasi termasuk kebijakan fiskal dan defisit Departemen Keuangan, situasi perdagangan AS dan China, ketidakpastian pemilu AS, sikap The Fed pada kebijakan moneter, dan situasi keseluruhan China.
Schroder pun memilih instrument obligasi dibandingkan dengan saham pada 2020. Pasalnya, dalam masa ketidakpastian di pasar ekuitas, investor akan lebih cenderung memarkir uang mereka di pendapatan tetap.
Obligasi pemerintah Indonesia masih menawarkan salah satu pengembalian terbaik dibandingkan dengan pasar negara berkembang lainnya. Selain itu, Bank Indonesia masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga acuan, sehingga mendukung harga obligasi.
Ajaib merupakan aplikasi investasi reksa dana online yang telah mendapat izin dari OJK, dan didukung oleh SoftBank. Investasi reksa dana bisa memiliki tingkat pengembalian hingga berkali-kali lipat dibanding dengan tabungan bank, dan merupakan instrumen investasi yang tepat bagi pemula. Bebas setor-tarik kapan saja, Ajaib memungkinkan penggunanya untuk berinvestasi sesuai dengan tujuan finansial mereka. Download Ajaib sekarang.