Ekonomi

Meski Resesi, Sektor Manufaktur Negara Ini Kembali Bangkit

Ajaib.co.id – Kinerja sektor manufaktur pada sebuah negara industri menjadi salah indikator pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) negara tersebut. Jika terjadi resesi, sektor manufaktur menjadi yang paling terdampak dan juga yang paling cepat bangkit di antara sektor-sektor lainnya. Contoh yang paling konkrit adalah kondisi yang tengah dihadapi indonesia saat ini.

Berdasarkan prediksi ahli ekonomi, Indonesia akan segera menyusul Singapura memasuki jurang resesi dalam waktu dekat. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal pertama hanya mencapai 2,97%. Nilai tersebut jauh dari target kuartal satu yang diprediksi mencapai 4,5 hingga 4,6%. Salah satu penyebab utamanya tidak lain dan tidak bukan adalah pandemi COVID-19 yang memaksa sejumlah bisnis untuk menghentikan operasinya untuk sementara waktu.

Terjadinya kontraksi ekonomi Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah kinerja sektor manufaktur yang mengalami penurunan sangat dalam di dua kuartal berturut-turut. Menurut laporan Bank Indonesia (BI), angka Prompt Manufacturing Index (PMI) di kuartal dua 2020 anjlok dari kuartal sebelumnya 45,64% dan periode yang sama di tahun sebelumnya 52,66% ke 28,55%.

Sektor manufaktur menjadi sangat penting untuk mengukur tingkat kesehatan ekonomi Indonesia, mengingat Indonesia merupakan salah satu ‘Negara Industri Baru’ setelah status sebelumnya ‘Negara Berkembang’. Sayangnya, sektor manufaktur. Jika kondisi seperti ini terus berlanjut hingga kuartal tiga mengingat pertumbuhan ekonomi di kuartal dua -4%, maka Indonesia sudah pasti memasuki masa resesi.

Berbeda dengan negara industri lain, Amerika Serikat sudah memasuki resesi sejak April lalu akibat COVID-19. Pada kuartal pertama, GDP AS anjlok sebesar 2,4% dan akan menyusut pada tingkat tahunan sebesar 26,5% di kuartal kedua. Meskipun begitu, para ahli ekonomi mengatakan perekonomian AS akan bangkit pada semester kedua 2020. Terbukti setelah sektor manufaktur pada Bulan Juni kembali bangkit setelah mengalami kontraksi di tiga bulan terakhir.

Institute for Supply Management, asosiasi manajer pembelian di AS mengatakan bahwa Prompt Manufacturing Index naik menjadi 52,6% pada bulan lalu setelah sempat mengalami anjlok pada bulan Mei di angka 43,1% dan bulan April di angka 41,3%. Menurut para ahli, jikanya angkanya di bawah 50, maka sektor manufaktur sedang mengalami kontraksi ekonomi.  Pesanan baru, produksi, perekrutan dan pesanan ekspor baru melonjak pada bulan Juni, setelah semuanya menurun di bulan April dan bergerak begitu lambat di bulan Mei.

Timothy Fiore selaku Komite Manufacturing Index ISM mengungkapkan bahwa sektor manufaktur akan terus bangkit di kuartal ketiga hingga akhir tahun untuk membawa ekonomi AS keluar dari jurang resesi. Permintaan konsumsi dan input mencapai keseimbangan dan diposisikan untuk siklus ekspansi yang didorong oleh tingginya permintaan pada paruh kedua tahun ini.

Namun, seperti halnya angka di bulan Juni yang mencerminkan kebangkitan ekonomi AS yang lebih luas ketika sektor manufaktur mulai beroperasi kembali, lonjakan kasus COVID-19 di negara-negara bagian berpenduduk tinggi seperti California, Florida, dan Texas patut diperhatikan oleh pemerintah AS untuk ke depannya.

Kepala Ekonomi di Oxford Economics Gregory Daco berpendapat bahwa untuk sementara ini laporan di bulan Juni masih menunjukkan tren positif, meski permintaan lemah, terganggunya rantai pasokan akibat COVID-19, ketidakpastian yang tinggi, dan faktor-faktor lainnya berpotensi membuat pemulihan ekonomi AS melambat.

Daco menambahkan bahwa lebih lanjut dengan jumlah kasus COVID-19 yang terus meningkat di sejumlah negara bagian, termasuk beberapa negara di mana aktivitas manufakturnya terkonsentrasi, pemulihan akan semakin melambat karena aktivitas dibatasi oleh penerapan kebijakan lockdown yang pernah dilakukan oleh sejumlah negara.

Dari total 18 industri manufaktur, 13 melaporkan pertumbuhannya pada bulan Juni. Di antaranya enam industri terbesar, makanan, minuman, dan tembakau yang menghasilkan kinerja paling baik, sementara komputer, elektronik, dan bahan kimia perlahan-lahan mulai tumbuh, disusul peralatan transportasi dan produk logam fabrikasi masih berkontraksi, tetapi masih di tingkatan yang tidak lebih besar dari bulan-bulan sebelumnya.

Tanggapan-tanggapan dari panelis di bulan ini terkait pertumbuhan sektor manufaktur AS juga positif dibandingkan sebelumnya yang bernada pesimis, mengingat tren lesunya sektor manufaktur dimulai pada bulan Maret ketika pandemi COVID-19 secara efektif menutup hampir semua bisnis di AS yang sebenarnya sedang bangkit. 

Pada pekan lalu, Kementerian Keuangan juga melaporkan bahwa pesanan ke pabrik-pabrik AS untuk produk-produk dalam jumlah besar meningkat lebih dari yang diperkirakan dibandingkan bulan lalu ketika ekonomi AS mulai perlahan-lahan dibuka kembali. Pesanan untuk produk-produk manufaktur dimaksudkan untuk bertahan setidaknya tiga tahun ke depan setelah melonjak 15,8% di bulan Mei dan sempat anjlok sekitar 18,1% pada bulan April dan 16,7% di bulan Maret karena ekonomi global berkontraksi.

Pada laporan yang serupa pada skala global, firma sekuritas, perbankan, dan investasi J.P. Morgan mengatakan bahwa kontraksi manufaktur di seluruh dunia juga ikut mereda pada bulan Juni. Perusahaan global tersebut juga optimis bahwa bisnis akan naik ke level tertingginya di empat bulan ke depan hingga akhir tahun, tentunya tergantung bagaimana strategi pencegahan COVID-19 di tiap negara.

Sebelum resesi menghadang AS dan membuat ekonomi mereka berkontraksi dan lumpuh di bulan Maret, sektor manufaktur sudah mulai menunjukkan kemerosotan. Index Manufacturing ISM juga telah mengisyaratkan akan terjadi kontraksi ekonomi sejak delapan hingga 11 bulan sebelumnya. Hal ini diperparah oleh perang dagang AS dengan Tiongkok semakin meningkat yang menciptakan ketidakpastian dan menghambat investasi, membuat ekonomi dunia kehilangan momentum pertumbuhan.

Artikel Terkait