Ajaib.co.id – Peraturan ketenagakerjaan yang saat ini digunakan di Indonesia masih berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Namun, saat ini ada Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan baru yang masih sedang didiskusikan oleh mereka yang berwenang yang tercantum pada Omnibus Law Cipta Kerja.
Seperti biasa, masyarakat diperbolehkan melihat isi draft peraturan terbaru yang belum diresmikan tersebut. Dan kebanyakan masyarakat memprotes isi peraturan tersebut karena dampak buruknya akan sangat besar bagi masyarakat, sedangkan bagi perusahaan katanya akan lebih menguntungkan.
Hal itu dianggap kontroversial karena aturan-aturannya dianggap merugikan masyarakat. Di bawah ini adalah RUU Ketenagakerjaan Omnibus Law Cipta Kerja yang dianggap tidak memperhatikan rakyat.
Pekerja Kontrak
Pada Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tepatnya pada pasal 59, disebutkan bahwa perusahaan diperbolehkan mempekerjakan karyawan kontrak maksimal dua tahun. Jika ingin menambah kontraknya setahun juga tidak masalah. Setelah itu perusahaan bisa menentukan apakah akan mengangkat karyawan tersebut menjadi karyawan tetap atau menghentikan kontraknya.
Sedangkan di Omnibus Law Cipta Kerja, pasal 59 ini dihapuskan. Jadi, bisa ditarik kesimpulan bahwa pekerja kontrak bisa saja menjadi pekerja kontrak selamanya.
Jaminan Pensiun
Pada Undang-Undang No.13 Tahun 2003, pada pasal 184 menyebutkan yang intinya bahwa perusahaan yang tidak mendaftarkan karyawannya pada jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan akan diberikan denda. Hal itu karena jaminan pensiun wajib dimiliki oleh setiap karyawan di Indonesia yang bekerja pada sebuah perusahaan.
Sedangkan di Omnibus Law, pasal tersebut dihapuskan, sehingga bisa disimpulkan bahwa perusahaan yang tidak mendaftarkan karyawannya pada jaminan sosial atau pensiun tidak akan diberikan sanksi. Padahal jaminan pensiun itu katanya wajib diikuti oleh seluruh pekerja yang bekerja di sebuah perusahaan.
Upah Minimum Pekerja
Berdasarkan undang-undang yang masih berlaku sekarang, Upah Minimum Pekerja yang digunakan adalah Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Upah Minimum Sektoral. Yang paling sering digunakan adalah Upah Minimum Kabupaten/Kota yang dihitung berdasarkan GDP masing-masing kota dan kabupaten tersebut.
Hal inilah yang membuat upah minimum di kabupaten dan kota Indonesia berbeda-beda. Misalnya saja, upah minimum di Bekasi dan Bandung itu berbeda.
Namun, di RUU Ketenagakerjaan Omnibus Law Cipta Kerja, Upah Minimum Pekerja jadi menggunakan Upah Minimum Provinsi. Jadi, yang menentukan adalah provinsi. Poin ini yang mendapatkan protes cukup keras. Dapat disimpulkan upah minimum di Bekasi dan Bandung bisa sama karena berada di wilayah provinsi Jawa Barat.
Sebagai contohnya, UMP Jawa Barat saat ini jauh lebih rendah dibandingkan UMP Bekasi yang UMP-nya termasuk tertinggi di Indonesia. Hal inilah yang dianggap merugikan pekerja.
Hak Cuti Haid
Di undang-undang yang masih berlaku sekarang, karyawan wanita diperbolehkan mengambil cuti ketika mereka mengalami haid di hari pertama dan kedua. Hal ini tercantum pada pasal 81.
Yang membedakannya dengan Omnibus Law Cipta Kerja, pasal 81 itu dihapuskan. Kemungkinan besar hak karyawan wanita yang cuti saat haid tidak lagi ada. Padahal cuti haid ini sangat diapresiasi oleh para pekerja wanita di Indonesia. Alasan mengapa aturan ini dihapuskan pun tidak diketahui sama sekali.
Lamanya Waktu Kerja
Di undang-undang yang masih berlaku sekarang, pada pasal 79 ayat 2 disebutkan bahwa pekerja yang bekerja selama 5 hari dalam seminggu wajib mendapatkan jatah libur kerja dalam waktu 2 hari. Lalu, pekerja yang bekerja selama 6 hari dalam seminggu wajib mendapatkan jatah libur kerja dalam waktu sehari.
Sedangkan di Omnibus Law Cipta Kerja, ketentuan bekerja selama 5 hari itu dihapus sehingga para pekerja wajib bekerja selama 6 hari. Bisa jadi kamu akan bekerja dari hari Senin hingga Sabtu, dan waktu istirahatmu hanya ada di hari Minggu.
Umumnya perusahaan memiliki aturan kerja 5 hari, itu pun belum ditambah dengan lemburnya yang bisa saja ada setiap hari. Penambahan hari wajib kerja ini katanya agar masyarakat lebih produktif, tapi tentu saja banyak yang tidak setuju.
Besaran Pesangon PHK
Di undang-undang yang masih berlaku saat ini, perusahaan yang memutus kerja para karyawannya dengan alasan apa pun wajib memberikan pesangon pada para karyawan tersebut.
Sedangkan di Omnibus Law Cipta Kerja aturan tersebut diubah menjadi semampunya atau tidak diwajibkan. Peraturan ini dibuat karena mempertimbangkan kemampuan perusahaan dalam memberikan pesangon. Terutama perusahaan yang bangkrut, mereka biasanya tidak mampu membayar pesangon pada karyawannya.
Hak Cuti Panjang
Di aturan undang-undang yang masih berlaku saat ini, pekerja yang sudah bekerja selama 6 tahun di sebuah perusahaan, bisa mendapatkan cuti tahunan atau liburan panjang sebanyak 1 bulan minimal di tahun ke 7 bekerja.
Di Omnibus Law Cipta Kerja peraturan ini diganti menjadi kesepakatan dengan perusahaan. Jadi, liburan panjang ini bisa ada atau tidak tergantung dari regulasi yang disusun oleh pihak perusahaan.
Durasi Waktu Lembur
Di undang-undang yang masih berlaku saat ini. Karyawan bisa melakukan kerja lembur atau penambahan jam kerja 3 jam sehari, lalu jika ditotalkan seminggu menjadi 14 jam.
Di RUU Ketenagakerjaan Omnibus Law Cipta Kerja jam lembur ini ditambahkan menjadi 4 jam per hari, lalu seminggu bisa menjadi 18 jam per hari.
Seperti itulah poin-poin dari RUU Ketenagakerjaan yang mendapatkan protes karena dianggap merugikan pekerja. Perubahannya cukup signifikan. Rancangan undang-undang ini masih dibahas karena itu ketentuannya masih bisa berubah. Kita lihat saja nanti kabar terbaru dari Omnibus Law Cipta Kerja ini.