Ekonomi

Apa Itu Brexit dan Bagaimana Dampaknya ke Indonesia?

Ajaib.co.id – Peristiwa Brexit pernah menjadi perbincangan dunia. Tepatnya pada 23 Juni 2016 lalu, saat Britania Raya atau Inggris memutuskan untuk melepaskan diri dari Uni Eropa. Hal ini dilakukan berdasarkan hasil referendum yang telah dilakukan. Bersama dengan wacana ini ada, maka timbul ke permukaan istilah “Brexit”.  

Brexit adalah sebuah ungkapan yang digunakan untuk mempersingkat pernyataan kalau  “Inggris meninggalkan Uni Eropa (UE)”. Dengan cara menggabungkan dua kata “Britain” dan “exit” menjadi Brexit.

Ungkapan ini serupa dengan istilah Grexit yang beberapa tahun lalu populer akibat adanya peluang Yunani (Greece) keluar dari Uni Eropa terbuka lebar pada saat itu. Pada waktu itu, dunia teralihkan pada Yunani. Karena negara ini sedang dilanda kekalutan politik hingga ekonomi sehingga saat itu diperkirakan akan keluar dari keanggotaan UE.

Untuk memahami Brexit, kamu perlu juga memahami Uni Eropa. Karena tanpa mengerti ini, akan sulit memahami Brexit. 

Uni Eropa atau European Union (EU) merupakan sebuah bentuk kerja sama ekonomi dan politik antar negara yang melibatkan 28 negara Eropa. Di mana organisasi ini termasuk dalam jajaran organisasi internasional yang terbesar di dunia. Kerja sama ini sudah dimulai usai Perang Dunia ke-2 . Dengan tujuan untuk membantu pemulihan kerjasama di sektor perekonomian pada negara-negara yang tergabung di dalamnya.

Adapun latar belakang terbentuknya organisasi ini adalah negara-negara Eropa bekerja sama dalam hal perdagangan untuk mengantisipasi kondisi buruk. Seperti adanya potensi untuk terjadinya konflik seperti perang antar negara Eropa bisa lebih mudah untuk dihindari.

Sejalan dengan waktu, perkembangan Uni Eropa tumbuh menjadi sebuah “pasar tunggal” (single market). Pasar tunggal ini memungkinkan adanya migrasi manusia dan peredaran barang di wilayah eropa tanpa sekat-sekat birokrasi. Ibaratnya seperti layaknya lalu lintas barang dan jasa dalam sebuah negara.

Selain itu, EU kemudian juga memiliki satu mata uang tunggal, yaitu euro. Mata uang ini telah diluncurkan sejak 1 Januari 2002 dan dipergunakan oleh 19 negara anggota EU pada saat itu. EU ini memiliki parlemen sendiri dan membuat aturan untuk sektor-sektor selain ekonomi termasuk di dalamnya ada lingkungan, transportasi, hak-hak konsumen hingga biaya pulsa telepon seluler yang dikeluarkan.

Lalu apa alasan Inggris keluar dai EU? Jadi keputusan keluarnya Inggris dari EU diambil berdasarkan referendum yang dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2016 lalu. Hasilnya mengatakan mayoritas rakyat Inggris yakni sebanyak 52% menginginkan Inggris keluar dari EU. Jumlah rakyat Inggris yang ikut serta memberikan suara saat ini mencapai 30 juta orang, angka ini sama dengan sekitar 71,8% dari total jumlah rakyat Inggris.

Namun sejarah mencatat sebetulnya pada saat itu, Inggris tidak langsung keluar dari Uni Eropa segera usai hasil referendum Brexit tersebut diumumkan ke publik. Namun, terdapat proses yang harus dijalani terlebih dahulu sebelum Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa.

Pasalnya untuk benar-benar keluar dari EU, Inggris harus meminta persetujuan dari para anggota EU. Hal ini mengacu pada Pasal 50 Perjanjian Lisbon yang memberikan waktu pada kedua belah pihak yakni, Inggris dan EU selama dua tahun untuk membuat kesepakatan terkait pemisahan diri tersebut.

Perdana Menteri Inggris saat itu yang menjabat yakni, Theresa May, telah menyatakan pihaknya berniat untuk memulai proses tersebut di akhir bulan Maret 2017. Hal ini berarti Inggris saat itu diperkirakan akan resmi keluar dari EU pada musim panas tahun 2019.

Dampak ke Perekonomian Inggris

Perekonomian Inggris dinilai tetap bisa bertahan melewati adanya goncangan  awal sebagai akibat oleh hasil referendum Brexit. Walaupun pada waktu itu, nilai tukar mata uang Inggris yakni, poundsterling bergerak menuju level terendah sepanjang 30 tahun.

Meski demikian terdapat berbagai pendapat berbeda mengenai perekonomian Inggris akan berjalan dalam jangka panjang usai meninggalkan EU. Beberapa perusahaan besar Inggris seperti Easyjet dan John Lewis memang tercatat adanya pelemahan poundsterling telah membuat anggaran biaya perusahaan milik mereka membengkak.

Selain itu, Inggris juga harus kehilangan rating kredit AAA. Rating ini memiliki arti biaya pinjaman pemerintah akan menjadi lebih tinggi. Walaupun demikian, harga-harga saham sudah mengalami pemulihan setelah mengalami pelemahan. Termasuk saham-saham perusahaan yang berpusat di negara tersebut yang diperdagangkan lebih tinggi dibandingkan sebelum referendum.

Pada saat itu, Bank of England juga melakukan pemangkasan suku bunga untuk pertama kalinya sejak tahun 2009. Di mana suku bunga awal berada di kisaran 0,5% menjadi 0,25% dan angka ini merupakan level terendah sepanjang masa. Namun, kebijakan ini tidak sampai membuat negara ini mengalami resesi

Dampak Pada Perekonomian Indonesia

Sebetulnya, Brexit ini tidak berdampak banyak pada Indonesia. Hal ini pernah disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad. Menurutnya ada dampak positif dan dampak negatif dari peristiwa tersebut.

Untuk dampak positif terjadinya Brexit justru menguntungkan Indonesia dalam sektor perdagangan. Alasannya karena peluang ekspor pelaku usaha Indonesia kian terbuka. Khususnya untuk komoditas CPO ke Inggris dan tidak bergantung lagi kepada Uni Eropa.

Sementara itu, untuk dampak negatifnya, perekonomian benua Eropa tersebut akan tertekan. Atas kondisi tersebut, Alhasil bisa berdampak bagi Indonesia disebabkan permintaan Uni Eropa terhadap produk dalam negeri akan berkurang.

Selain itu, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko menilai kalau brexit bukan hal yang perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Karena justru ada peluang yang muncul dari sisi perdagangannya.

Manfaat tersebut dilihat dari keadaan brexit ini, Inggris Raya harus membangun kembali semua hubungan perdagangannya dengan banyak negara kembali. Hal ini juga merupakan peluang bagi Indonesia atau negara-negara yang selama ini tidak melakukan kerja sama perdagangan dengan Uni Eropa.

Artikel Terkait