Pajak

Aturan Membayar Pajak Online untuk Startup

Pajak Online
Pajak Online

Ajaib.co.id – Membayar pajak adalah kewajiban bagi setiap warga negara. Setiap wajib pajak diharuskan membayar pajak, termasuk untuk kamu yang akan memulai startup. Bisnis digital yang kian hari kian beragam serta tumbuh subur, mau tak mau pemerintah mengenakan pajak. Tentunya, pendapatan dari perusahaan rintisan pun harus ikut andil dalam kas negara.

Pembayaran pajak secara online maupun offline dibuat untuk mempermudah para pengusaha termasuk pengusaha startup bisa melakukan pelaporan pajak. Bahkan, cara lapor pajak online bisa dibilang mudah. Pengelolaan pajak bisa diakses melalui aplikasi pajak online atau djp online.

Pemakaian teknologi membuat keamanan dan kerahasiaan data terjamin. Kamu juga dapat dengan mudah mendapatkan bukti potong PPH secara otomatis. Cukup memasukkan kode verifikasi id billing atau memakai e billing. Lapor SPT juga semakin mudah dengan bantuan e filing.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan peraturan pajak untuk startup sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Pengenaan pajak untuk startup ini pun bertujuan untuk mendorong perusahaan rintisan semakin berkembang dan lebih baik di era digital saat ini. Apalagi, banyaknya bisnis rintisan yang muncul, akan meningkatkan perekonomian secara keseluruhan.

Otoritas pajak memberikan insentif bagi bisnis rintisan dengan tarif pajak yang lebih murah. Hal tersebut juga berlaku untuk usaha kecil.

Aturan Pajak untuk Startup

Ada banyak pendiri perusahaan rintisan atau startup yang tidak mengenal pajak, bagaimana pajak berlaku, terutama untuk pelaku bisnis rintisan yang masih baru. Mereka hanya mengenal dunia digital, sehingga sedikit abai mengenai pajak.

Perusahaan rintisan yang penghasilannya di bawah 4,8M per tahun tidak dikenakan pajak. Perusahaan tersebut dianggap sebagai usaha mikro atau UMKM. Hal tersebut untuk menjaga perusahaan rintisan tetap bertahan dan berkembang.

Bisnis rintisan yang dikelola sejak nol boleh tidak berbadan hukum dan tidak dikenakan pajak. Akan tetapi, kedepannya startup harus berbadan hukum dan membayar pajak. Hal di bawah ini harus diketahui oleh pendiri startup mengenai pajak, agar kedepannya perusahaan rintisan tetap bertahan dan bertahan di industri kreatif.

1. Gunakan Rekening Bisnis

Hal ini sangat mendasar untuk diketahui pendiri bisnis rintisan. Memisahkan rekening pribadi dengan rekening bisnis menghindari masalah kedepannya. Terkadang, ada pendiri bisnis yang menggunakan rekening pribadi untuk menghindari petugas pajak. Padahal, apabila diketahui petugas pajak justru akan menimbulkan masalah serius.

Petugas pajak akan meminta pihak bank untuk memeriksa transaksi yang terjadi di bisnis rintisan tersebut. Tidak mendaftarkan bisnis rintisan dan tidak mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) agar tidak dikenai pajak bukanlah solusi. Tidak memiliki NPWP akan memberikan kesulitan bagi kamu yang ingin membeli aset.

Selain mengenai pajak untuk startup, menggunakan rekening bisnis pun mempermudah kamu untuk bertransaksi, serta mempermudah kamu untuk membedakan dana pribadi dan bisnis. Ini akan membantumu mengatur keuangan lebih baik.

2. Model Bisnis Rintisan atau Startup Sudah Dikenali

Petugas pajak sudah mengetahui sistem serta model startup di Indonesia. Model bisnis rintisan yang ada di Indonesia tidak banyak diketahui oleh masyarakat, bahkan masyarakat cenderung abai mengenai hal ini. Dirjen Pajak pun sudah menetapkan berapa tarif yang dikenakan untuk perusahaan rintisan, agar kedepannya startup bisa berkembang, tetapi tetap bisa berkontribusi untuk negara.

Pengenaan pajak untuk bisnis rintisan tidak jauh berbeda dengan bisnis konvensional lainnya. Pajak yang harus dibayar oleh perusahaan rintisan yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

3. Bisnis Rintisan yang Merugi Tidak Dikenakan Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu jenis pajak yang harus dibayar oleh bisnis rintisan. Tapi, apabila penghasilan di bawah 4,8M maka, bisnis rintisan bisa tidak dikenakan Pajak Penghasilan. Akan tetapi, startup tersebut dikenakan pajak PPh Final sebesar 0,5% dari pendapatan kotor.

Tentunya, hal tersebut masih memberatkan pihak perusahaan rintisan, karena pajak yang dikenakan dipotong dari bruto. Tapi, kamu sebagai pendiri startup dan masih merugi bisa memilih sebagai PKP. Dengan status tersebut pajak yang dikenakan 2,5% dari pendapatan bersih dan tidak membayar ketika bisnis rintisan kamu mengalami kerugian.

4. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Saat bisnis rintisan kamu yang ada di Indonesia berstatus PKP untuk menghindari Pajak Penghasilan, ketika merugi bukanlah pilihan terbaik. Dengan memilih berstatus PKP, maka startup otomatis akan dikenakan kewajiban membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Akan tetapi, PPN tidak sepenuhnya memberikan kerugian untuk bisnis rintisan kamu.

Kamu bisa menerima kembali selisih PPN yang kamu bayar dari konsumen. Perusahaan rintisan yang memiliki penghasilan di bawah 4,8M sudah diberikan kemudahan dengan tidak membayar PPN, tetapi dikenakan PPh sebesar 0,5% dari penghasilan kotor. Kamu bisa membayar pajak online.

5. Perpajakan Bagi layanan Bisnis Rintisan Gratis

Meskipun perusahaan rintisan kamu memberikan pelayanan gratis, startup yang kamu dirikan harus tetap membayar pajak. Petugas pajak akan mengenakan pajak sebesar 10% dari biaya pengelolaan server yang dikeluarkan oleh perusahaan rintisan.

Beberapa hal di atas mengenai pajak untuk bisnis pemula atau bisnis rintisan memang sedikit banyak memberatkan perusahaan rintisan. Tapi, itulah aturan yang berlaku di Indonesia mengenai warganya yang mendirikan perusahaan rintisan. Sehingga, kamu harus tetap mematuhinya, demi kebaikan kedepannya.

Di zaman modern sekarang ini, kamu bisa membayar pajak dengan mudah. Kamu bisa membayar pajak online yang tersedia. Sehingga, lebih memberikan kemudahan untuk kamu yang sibuk mengembangkan perusahaan rintisan. Itulah hal yang perlu ketahui mengenai pajak online untuk startup, semoga membantu.

Artikel Terkait