Investasi

5 Pembelajaran Berharga dari Pengalaman Investasi Pertama

Ajaib.co.id – Akan ada pembelajaran menarik dari melakukan sesuatu pertama kali. Ketika baru belajar naik sepeda untuk pertama kalinya, kamu akan merasakan terjatuh lalu terluka. Untuk pertama kali atau ketika belajar bahasa asing, kamu akan merasakan momen salah mengucapkan atau menulis untuk pertama kalinya.

Pembelajaran yang berharga seperti ini pun juga terjadi ketika kamu memutuskan untuk berinvestasi.

Setelah melalui keraguan yang panjang dan mengatasi ketakutan akan kehilangan uang karena investasi, kamu akhirnya berhasil menjadi investor. Di titik ini, kamu memiliki peluang yang sama, 50 persen berjalan baik atau mungkin 50 persen benar-benar gagal.

Apapun yang terjadi, ketika memutuskan untuk investasi pertama kali, kamu pasti akan mendapatkan pembelajaran yang berharga.

Mungkin kamu akan bertanya-tanya pada diri sendiri, “Apakah investasi pertama saya sepadan?” Mengambil keputusan untuk menginvestasikan uang ke instrumen investasi seperti saham atau reksa dana adalah langkah yang luar biasa.

Generasi milenial yang kebanyakan tech savy pun sangat takut untuk berinvestasi, hanya terdapat 37 persen milenial yang berinvestasi di instrumen saham.

Ragu karena takut akan kehilangan uang dalam dunia investasi adalah hal yang biasa terjadi pada investor pemula, Setiap investor yang berinvestasi mungkin pernah mengalami kerugian yang besar hingga keuntungan yang di luar dugaan.

Apa yang bisa kamu lakukan dari pengalaman investasi pertama adalah mengambil hikmah dari momen tersebut untuk menjadi investor yang jauh lebih baik.

Pembelajaran dari pengalaman investasi pertama dapat membantu kamu membuat pilihan yang lebih baik untuk investasi berikutnya. Kamu harus menekankan pada diri sendiri bahwa pengalaman investasi pertama tidak akan berubah menjadi investasi yang terakhir.

Apa saja pelajaran berharga yang bisa kamu peroleh sebagai investor pemula?

Meluruskan Prioritas Keuangan

Jika kamu memutuskan untuk berinvestasi sebelum siap, kamu mungkin akan bingung dan menyalahkan diri sendiri karena tidak memiliki sisa uang setelah mengalami kerugian yang besar. Namun, pembelajaran yang bisa kamu ambil dari kejadian ini adalah: kamu harus memiliki prioritas keuangan sebelum berinvestasi.

Investasi memang langkah yang cerdas untuk menumbuhkan kekayaan, tetapi apa yang terjadi jika prioritas keuangan tidak dipenuhi terlebih dahulu?

Sebelum berinvestasi, pastikan kamu sudah melunasi utang berbunga tinggi seperti kartu kredit, tagihan bulanan, hingga menyiapkan dana darurat yang dapat membiayai hidup kamu setidaknya tiga sampai enam bulan.

Dana darurat sangat berguna jika kamu mengalami hal-hal di luar dugaan yang membutuhkan uang berjumlah besar, seperti kehilangan pekerjaan, biaya rumah sakit, dan renovasi rumah. Setelah semuanya terpenuhi, kamu bisa berinvestasi dengan rasa yang lebih nyaman.

Mengetahui Target Finansial dan Jangka Waktu

Jika kamu berinvestasi dengan harapan memiliki cukup uang untuk membayar uang muka rumah baru, tetapi nyatanya kamu mengalami kerugian, kamu akan belajar pentingnya berpikir jauh ke depan. 

Sebelum berinvestasi, kamu mungkin perlu mengetahui dengan jelas apa target finansial dan kapan ingin mencapainya. Apakah investasi tersebut untuk dana pernikahan dalam dua tahun, memulai bisnis dalam lima tahun, atau pensiun 40 tahun mendatang?

Apabila kamu ingin menggunakan uang tersebut untuk jangka pendek (di bawah tiga tahun), jangan berinvestasi di pasar saham, tapi pertimbangkan untuk berinvestasi di rekening deposito berbunga tinggi atau reksa dana pasar uang. Dengan begitu, kamu dapat mengakses uang tersebut ketika dibutuhkan.

Jika kamu berinvestasi untuk tujuan jangka menengah (tiga hingga 10 tahun), kamu mungkin bisa mempertimbangkan instrumen investasi yang risikonya lebih moderat untuk mendapatkan keuntungan dari inflasi dan menjaga nilai.

Instrumen investasi yang tepat untuk kamu adalah kombinasi saham yang risikonya tinggi dan obligasi dengan risiko rendah. Kamu bisa mengatur porsinya sesuai profil risiko, misalnya 60 persen untuk obligasi dan 40 persen untuk saham.

Sementara, untuk target finansial jangka panjang (lebih dari 10 tahun), kamu mungkin bisa berinvestasi sedikit lebih agresif karena kamu memiliki banyak waktu untuk menahan kerugian jangka pendek dan merasakan investasi awal tumbuh dari waktu ke waktu.

Semakin dekat dengan kebutuhan untuk menarik uang investasi, kamu dapat mengalihkan investasi tersebut ke instrumen investasi yang lebih konservatif risikonya secara bertahap. Intinya, semakin banyak waktu yang kamu miliki, semakin banyak risiko yang dipertimbangkan untuk diambil.

Pentingnya Diversifikasi

Katakanlah kamu berinvestasi di satu atau dua emiten saham, tetapi satu bulan kemudian pasar saham mengalami kontraksi dan kamu menyaksikan hancurnya portofolio. Pembelajaran apa yang bisa kamu dapatkan dari momen ini? Pentingnya diversifikasi saat berinvestasi dan juga pepatah “jangan meletakkan semua telur dalam satu keranjang”.

Sebagai investor, kamu tidak dapat memprediksi dengan pasti bagaimana investasi akan menguntungkan atau merugikan. Diversifikasi membantu kamu mengurangi risiko sekecil mungkin dan berpotensi meningkatkan return yang lebih tinggi. Pertimbangkan untuk berinvestasi di jenis aset atau sektor yang berbeda.

Misalnya, saham cenderung berkinerja lebih baik dibandingkan obligasi ketika kondisi ekonomi yang kuat, tetapi obligasi sering mengungguli saham ketika ekonomi negara mengalami kontraksi. Dengan berinvestasi di kedua instrumen investasi tersebut, kamu sudah meminimalisasi kerugian portofolio jika kondisi pasar sedang tidak stabil.

Memahami Risiko

Jika kamu kehilangan banyak uang ketika terjun ke dunia investasi untuk pertama kalinya, mungkin kamu telah belajar bahwa akan selalu ada risiko dalam proses investasi. Misalnya, ketika berinvestasi di saham, kamu tidak bisa memprediksi return potensial yang diperoleh di tahun depan atau menjamin bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan naik setiap hari Kamis.

Ada beberapa jenis risiko yang perlu kamu pertimbangkan ketika berinvestasi.

1.     Risiko bisnis, perusahaan yang menerbitkan saham atau obligasi menyatakan bangkrut.

2.     Risiko volatilitas, harga saham naik dan turun karena sentimen di perusahaan, sektor, atau dunia secara keseluruhan.

3.     Risiko likuiditas, kamu tidak dapat mengakses uang yang sudah diinvestasikan karena tidak ada pembeli yang ingin berinvestasi.

Sejumlah investasi seperti reksa dana pasar uang, deposito, atau emas risikonya kecil dibandingkan saham. Jika kamu memutuskan untuk berinvestasi di instrumen yang risikonya rendah, penting untuk tidak berharap keuntungan yang nilainya tidak lebih dari 10 persen.

Maka dari itu, sebelum berinvestasi pastikan kamu menentukan investasi yang tepat berdasarkan target, jangka waktu, dan toleransi risiko.

Artikel Terkait