Ajaib.co.id – Pasar surat utang atau obligasi negara mendapat suntikan tenaga dari alokasi dana perbankan yang akan menyerap penerbitan obligasi negara di pasar primer hingga Rp100 triliun.
Langkah itu sebagai bagian dari kerangka penyerapan obligasi untuk pembiayaan defisit di tengah perekonomian yang cenderung lesu akibat yang ditimbulkan oleh pandemi virus corona (Covid-19).
Sebagai dampaknya, kebijakan tersebut akan mampu menahan penurunan harga obligasi pemerintah dengan imbal hasil (yield) yang terjaga. Reksa dana pendapatan tetap pun akan diuntungkan sehingga investor tidak mengalami kerugian yang signifikan di tengah ekonomi yang cenderung lesu.
Penjelasan BI Mengenai adanya Kebijakan Bank Wajib Beli Surat Utang Negara
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan pihaknya mewajibkan bank-bank untuk membeli surat berharga negara (SBN) yang akan diterbitkan pemerintah.
Kebijakan tersebut tak hanya bentuk injeksi likuditas (quantitative easing), tetapi membiayai defisit fiskal yang digunakan untuk penanganan virus Corona (Covid-19).
“Kami mewajibkan bank punya SBN lebih besar, sehingga jumlah SBN yang dimiliki bank naik Rp102 triliun. Kalau butuh likuiditas, silakan datang ke BI. Anytime, bisa repo,” katanya saat konferensi pers virtual hari Jumat (17/4/2020) yang diliput oleh Bisnis Indonesia.
Perry mengatakan BI sedang merinci pemenuhan kebutuhan SBN dari perbankan sebesar Rp102 triliun. Dia menegaskan SBN yang dibeli bank merupakan terbitan baru karena untuk memenuhi alokasi stimulus penanganan Covid-19 yang diprediksi mencapai Rp405 triliun.
Aturan pembelian SBN tersebut berlaku 1 Mei 2020, berbarengan dengan penurunan giro wajib minumum (GWM) rupiah sebanyak 200 bps atau 2 persen.
“Pada saat yang sama, kebutuhan pemerintah untuk menerbitkan SBN di pasar turun dan tetap dapat dana Rp102 triliun. BI butuh quantitative easing, bank butuh manajemen likuiditas, dan pemerintah perlu adanya pembiayaan fiskal. Itu jelasnya,” ungkap sang Gubernur BI.
Kata Pengamat Mengenai Perbankan yang Akan Menyerap Obligasi Pemerintah
Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana kepada bisnis Indonesia mengatakan proyeksi alokasi perbankan itu akan sangat baik untuk pasar surat utang negara (SUN). Menurutnya, kucuran dana itu akan memberikan tambahan likuiditas dan permintaan di pasar.
“Tetapi sayangnya, untuk kredit perbankan, tentunya hal tersebut akan semakin mengurangi jumlah kredit yang bisa disalurkan bank. Apalagi, jika tenor SUN yang dibeli merupakan seri-seri dengan tenor panjang,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (23/4/2020).
Fikri beranggapan akan lebih jika perbankan memposisikan diri sebagai investor SUN dengan karakteristik tenor jangka pendek. Dengan demikian, mismatch balance sheet klasik pada industri perbankan dapat dijaga.
“Sebaliknya fungsi intermediasi perbankan, khususnya penyaluran kredit dan mendorong pert sektor riil, setelah pandemi dapat digenjot dengan lebih cepat,” jelasnya.
Fikri mengharapkan agar langkah itu tidak menimbulkan masalah baru. Hal itu khususnya adverse selection dan moral hazard di perbankan di samping mungkin akan menyebabkan beberapa kebijakan Bank Indonesia (BI) khususnya melalui penurunan suku bunga acuan akan termarjinalisasikan.
“Sehingga saya beranggapan untuk mengakomodisasi hal di atas dan mengurangi risiko perlu ada tambahan relaksasi likuiditas bagi perbankan. Bisa menurunkan kembali GWM, RIM, FFR, LDR ataupun relaksasi pajak bagi perbankan,” paparnya.
Secara terpisah, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto menilai kebijakan itu akan meningkatkan likuiditas pasar. Menurutnya, langkah itu berpotensi menekan yield SUN Indonesia.
Berdasarkan data laman resmi asianbondsonline.adb.org, imbal hasil SUN tenor 10 tahun Indonesia menguat signifikan. Tercatat, yield SUN tenor 10 tahun Indonesia berada di level 7,85 persen sampai dengan penutupan perdagangan, Rabu (22/4/2020).
Sebelumnya, dalam virtual press briefing Rabu (22/4/2020), Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan data transaksi harian SBN dari 13 April 2020 hingga 20 April 2020 mencapai Rp4,37 triliun.
Perry menyebut angka itu menunjukkan kepercayaan terhadap Indonesia dalam hal investasi fixed income surat berharga negara (SBN) berangsur-angsur mengalami kenaikan. Pihaknya menyebut imbal hasil yang ditawarkan membuat SBN Indonesia menarik.
“Indikator spread yield antara oblogasi pemerintah Indonesia 10 tahun dengan US Treasury 7,1 persen atau 713 basis poin cukup menarik,” jelasnya.
Pemerintah Juga Rilis ‘Aturan Main’ Agar BI Dapat Membeli Obligasi Negara
Kementerian Keuangan terbitkan landasan hukum mengenai pelaksanaan pembelian surat berharga negara (SBN) oleh Bank Indonesia (BI). Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 38/2020.
Dalam Pasal 19, tertulis bahwa baik SUN maupun SBSN dapat dibeli oleh BI, BUMN, investor korporasi, dan investor ritel.
Pembelian SBN oleh BI dapat dilakuan atas SPN dan SBSN jangka pendek serta obligasi negara dan SBSN jangka panjang.
Pembelian SBN oleh BI dilakukan setelah adanya kesepakatan antara pemerintah dengan BI dengan mempertimbangkan kondisi pasar SBN, pengaruh terhadap inflasi, dan jenis SBN yang hendak dibeli.
Dalam Pasal 20 diatur bahwa pembelian SBN oleh BI hanya dapat dilakukan oleh BI melalui penawaran pembelian nonkompetitif.
Penawaran pembelian nonkompetitif adalah pembelian dengan mencantumkan volume tanpa tingkat imbal hasil yang diinginkan penawar bila lelang dilaksanakan dengan kupon tetap atau pembayaran bunga secara diskonto.
Bila lelang dengan kupon mengambang, maka penawaran pembelian mencantumkan volume tanpa harga yang diinginkan oleh penawar.
Lebih lanjut, penjualan SBN melalui lelang belum mampu mencapai target maksimal yang ditentukan oleh pemerintah, pemerintah memukan lelang SBN tambahan atau green shoe option.
Dalam lelang green shoe option ini, BI, LPS dan dealer utama yang ikut menyampaikan penawaran dalam lelang SBN dapat ikut serta.
Lebih lanjut, penawaran pembelian dalam lelang green shoe option dapat dilakukan pada seri SBN yang dilakukan sebelumnya dalam lelang SBN.
Penawaran pembelian oleh BI, LPS dan delar utama dalam lelang green shoe option masing-masing disampaikan sebesar maksimal total penawaran pembelian yang disampaikan pada masing-masing seri SBN yang ditawarkan dalam lelang SBN.
SBN juga dapat dijual lewat private placement langsung kepada BI. Tata cara private placement dilakukan sesuai dengan kesepakatan pemerintah dan BI tanpa melalui mekanisme Peraturan Menteri Keuangan mengenai penjualan SBN dengan cara private placement di pasar domestik.
Pengalaman BI Beli SBSN di Pasar Perdana
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bank sentral mulai membeli surat berharga syariah negara (SBSN) di pasar perdana. Dasar hukum pembelian tersebut sesuai dengan Perppu No 1/2020.
“Ya, BI berpartisipasi [dalam lelang SBSN beberapa waktu lalu]. Nota kesepahaman antara pemerintah dan BI sudah disepakati,” katanya saat konferensi pers secara virtual, Rabu (22/4/2020).
ia mengatakan dalam lelang SBSN pekan lalu, penawaran yang masuk (incoming bid) tercatat Rp18,8 triliun. Adapun, pemerintah menargetkan penjualan SBSN sebesar Rp7 triliun hingga Rp14 triliun.
Adapun, total SBSN yang dimenangkan pemerintah mencapai Rp9,98 triliun. Perry mengatakan BI masuk sebagai non-competitive bidder dalam lelang tersebut.
“Jumlah SBSN yang dibeli BI hanya Rp1,7 triliun dari total Rp9,98 triliun. Ingat, BI berstatus sebagai last resort,” ungkapnya.
Perry menuturkan data tersebut menggambatkan lelang reguler sebagian besar masih diserap oleh pasar. Menurutnya, BI tidak bisa membeli seluruh surat utang negara (SUN) yang diterbitkan pemerintah, yaitu hanya 30 dari target penjualan SBSN dan 25 persen dari target penjualan surat berharga negara (SBN).
Pembatasan tersebut, lanjutnya, dilakukan untuk menjaga agar angka inflasi tetap stabil dan terukur. Meski dilegalkan membeli SUN di pasar primer, BI memastikan pemerintah akan memaksimalkan sumber-sumber dana untuk menambah defisit APBN karena keperluan stimulus virus Corona (Covid-19), misalnya dari realokasi anggaran, Silpa, bantuan luar negeri, dan penerbitan SUN baik di pasar domestik dan global.
“Mekanisme pasar pembiayaan defisit fiskal above the line kan sudah diatur di Perppu dan PMK [Peraturan Menteri Keuangan]. Intinya pembelian SBN harus memberi dampak yang terukur ke inflasi dan SBN dapat digunakan untuk operasi moneter,” imbuhnya.
Kementerian Keuangan terbitkan landasan hukum mengenai pelaksanaan pembelian surat berharga negara (SBN) oleh Bank Indonesia (BI). Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 38/2020.
Dalam Pasal 19, tertulis bahwa baik SUN maupun SBSN dapat dibeli oleh BI, BUMN, investor korporasi, dan investor ritel.
Pembelian SBN oleh BI dapat dilakuan atas SPN dan SBSN jangka pendek serta obligasi negara dan SBSN jangka panjang.
Pembelian SBN oleh BI dilakukan setelah adanya kesepakatan antara pemerintah dengan BI dengan mempertimbangkan kondisi pasar SBN, pengaruh terhadap inflasi, dan jenis SBN yang hendak dibeli.
Dalam Pasal 20 diatur bahwa pembelian SBN oleh BI hanya dapat dilakukan oleh BI melalui penawaran pembelian nonkompetitif. Penawaran pembelian nonkompetitif adalah pembelian dengan mencantumkan volume tanpa tingkat imbal hasil yang diinginkan penawar bila lelang dilaksanakan dengan kupon tetap atau pembayaran bunga secara diskonto.