Reksa Dana

Reksa Dana Pasar Uang Kalahkan Pendapatan Tetap Saat COVID-19

Produk Reksa Dana

Ajaib.co.id – Kinerja reksa dana pasar uang (money market fund) unggul dibandingkan reksa dana pendapatan tetap (fixed income fund) sejak pandemi virus corona  (covid 19) mulai muncul sejak akhir 2019 lalu .

Secara year to date (ytd) hingga 9 April 2020, berdasarkan data infovesta yang dirangkum Bisnis Indonesia, mencatat bahwa kinerja reksa dana pasar uang memberikan keuntungan (return) sebesar 1,26 persen.

Kinerja tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan kinerja indeks reksa dana pendapatan tetap yang justru mengalami koreksi 2,47 persen dengan periode yang sama.

Reksa dana pendapatan tetap awalnya diprediksi akan melesat tahun2020 ini, potensi tersebut muncul ke permukaan karena adanya pemangkasan suku bunga yang dilakukan Bank Indonesia (BI) serta kondisi pasar yang diramal akan jauh lebih stabil dibandingkan tahun 2019.

Di awal tahun, prediksi tersebut terasa kian nyata. Penguatan pasar obligasi juga tercermin dari naiknya Indonesia Composite Bond Index (ICBI). Berdasarkan data Indonesia Bond Price Agency (IBPA) per 31 Januari 2020, ICBI membaik 2,61 persen secara year to date.

Sejalan, produk reksa dana berbasis surat utang pun masih cuan. Mengacu data Infovesta Utama per 31 Januari, reksa dana pendapatan tetap yang diilustrasikan dalam Infovesta 90 Fixed Income Fund Index, mampu memberikan imbal hasil 1,74 persen sepanjang Januari.

Kinerja ini diperkirakan bakal terus menanjak hingga akhir tahun. Kala itu penurunan suku bunga juga masih digadang-gadang akan terjadi.

Seiring berjalannya waktu, penurunan suku bunga memang terjadi, bahkan tak hanya sekali. Bank Indonesia telah menurunkan tingkat suku bunga acuan atau 7 days reverse repo rate (BI-7DRRR) sebanyak dua kali, hingga ke level 4,5 persen akibat pandemi Covid-19.

Akan tetapi, pergerakannya justru berbalik dan membuat kinerja Indonesia Composite Bond Index (ICBI) malah menjadi turun. Berdasarkan data IBPA per 9 April 2020 lalu, ICBI berada di level 266,18 atau turun 2,80 persen secara year to date, dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya, ICBI terpantau naik 5,93 persen.

Sementara itu, imbal hasil (yield) surat utang yang diterbitkan pemerintah terus menanjak. Mengacu pada data data trading economics, obligasi dengan tenor 10 tahun saat ini memiliki yield 7,91 persen, beranjak signifikan dibandingkan akhir tahun 2019 yang bertengger di level 7,1 persen.

Reksa Dana Pendapatan Tetap Masih Bisa Diandalkan

Head of Capital Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan kepada bisnis.com kejadian turunnya harga obligasi merupakan anomali. Dalam kondisi normal, jika suku bunga diturunkan, seharusnya yield obligasi juga turun sehingga harganya menjadi naik.

Namun, kepanikan di pasar global akibat pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh belahan dunia ternyata menimbulkan kekhawatiran sehingga berbuntut pada aksi jual yang dilakukan investor asing di pasar obligasi.

Berdasarkan data laman Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, per 1 April 2020, tercatat setidaknya ada Rp121 triliun dana asing yang keluar dari pasar obligasi negara.

Bahkan pantauan dari kontan investor asing telah menjual total obligasi yang ada di regional Asia hingga US$ 17,28 miliar pada bulan Maret, yang merupakan penjualan terbesar sejak Januari 2013.

Kendati demikian, di tengah pasar yang cenderung tertekan seperti saat ini Wawan mengatakan reksa dana berbasis obligasi masih sangat potensial untuk menjadi pegangan. Dengan catatan, investor memiliki rencana investasi minimal untuk jangka menengah.

“Ya setidaknya 3 tahun,” ujarnya kepada Bisnis.com, baru-baru ini.

Bahkan, dia menilai untuk jangka waktu tersebut reksa dana obligasi menjadi opsi paling ideal di antara aset berisiko lainnya, dikarenakan obligasi memiliki risiko paling kecil dan kinerjanya sangat terukur.

 “Kalaupun misalnya paling ekstrem tahun ini rugi sampai 10 persen, itu dalam dua tahun pasti kembali,” imbuh Wawan.

Adapun mengenai mana yang lebih baik di antara Surat Berharga Negara (SBN) yang merupakan nama lain dari obligasi yang diterbitkan pemerintah atau obligasi korporasi, Wawan menyebut surat utang negara bisa jadi pilihan jika menginginkan imbal hasil yang lebih baik. Namun, dia juga tidak menutup potensi untuk obligasi korporasi.

Jika ingin berinvestasi dengan underlying asset obligasi korporasi, tutur Wawan, harus selalu memperhatikan rating terbaru karena kemungkinan default risk di tengah situasi saat ini akan selalu ada dikarenakan oleh adanya force majeur akibat pandemi covid-19.

“Mau nggak mau jadi menunda [pembayaran]. Jadi harus liat rating, meski kuponnya tidak terlalu baik,” tutur Wawan.

Sementara untuk tenor, dirinya mengatakan obligasi dengan tenor semakin panjang akan jauh lebih baik, meski saat ini surat utang bertenor 10 tahun masih menjadi primadona di kalangan investor.

Sumber: Infovesta

Pandangan Pengamat Mengenai Investasi Berbasis Obligasi

Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan potensi keuntungan reksa dana pendapatan tetap yang berbasis obligasi dalam jangka menengah dan jangka panjang akan naik. Pasalnya, saat ini harga obligasi sudah terkoreksi cukup dalam.

“Sebagai contoh, ETF Berbasis SBN 5 tahun yieldnya naik diatas 7 persen setelah pajak. Sebelumnya 6 persen di awal tahun,” tutur Farash kepada bisnis.com.

Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan untuk pasar Indonesia biasanya pergerakan saham dan obligasi cenderung sejalan. Dengan demikian ketika saham jatuh, biasanya harga obligasi juga akan jatuh, dan begitu pula sebaliknya.

Maka dirinya memprediksi obligasi akan menyusul saham yang sudah mulai menunjukkan sinyal penguatan dalam sepekan terakhir. Sebagai hasilnya, kinerja reksa dana yang berbasis obligasi pun diproyeksikan akan membaik meski kenaikannya tidak dalam jangka pendek.

Rudiyanto menyebut saat ini para pelaku pasar masih mengamati stimulus yang dikucurkan pemerintah akan seperti apa. Menurutnya, investor masih tak nyaman menaruh investasi di aset berisiko di tengah ketidakpastian pandemi corona atau Covid-19 ini.

Namun, jika memproyeksikan kondisi pasar usai pandemi reda, harga obligasi diyakini akan mulai naik secara perlahan, seiring dengan pulihnya kondisi pasar global maupun domestik, pasar saham maupun surat utang.

Artikel Terkait