Berita

Proyeksi Credit Suisse: Pasar Saham Asia Unggul

Ajaib.co.id – Bank Investasi global terkemuka Credit Suisse memandang pasar saham Asia unggul dari bursa saham emerging market lainnya pada paruh kedua tahun 2020. Hal ini dikarenakan potensi pelemahan nilai dolar AS, perbaikan ekonomi, dan dukungan atas kebijakan moneter akan menjadi faktor pendukung yang sangat penting.

Dilansir dari Bloomberg oleh bisnis.com pada pertengahan Juni 2020, Chief Investment Officer South Asia dari Credit Suisse Ray Farris mengatakan, pasar Asia paling diuntungkan dengan pembukaan kembali kegiatan ekonomi dunia. Pasalnya, mayoritas perekonomian di wilayah tersebut amat bergantung pada kegiatan ekspor.

“Negara-negara di Asia juga lebih mampu melonggarkan kebijakan moneternya dan meningkatkan likuditas di pasar domestik dibandingkan wilayah lain yang nilai mata uangnya dibawah lebih banyak tekanan,” jelasnya.

Pembukaan kegiatan ekonomi di China membuat pemulihan perekonomian di wilayah Asia lebih cepat dibandingkan region lain. Hal tersebut telah terlihat dari sejumlah rilis data ekonomi seperti kenaikan konsumsi dan produksi di sektor industri China serta pelonggaran pengiriman di Korea Selatan.

Kini, rata-rata indeks bursa Asia hanya berjarak 5 persen dari penurunan yang dialami pada awal tahun 2020. Pembalikan arah tersebut telah mengungguli laju rebound emerging market dibandingkan wilayah lainnya.

Laporan Credit Suisse tersebut juga menyebutkan, pelemahan nilai dolar AS terhadap sejumlah mata uang di wilayah Asia akan memperkuat prospek positif bagi bursa saham di Asia. Hingga saat ini, nilai dolar AS terhadap 10 mata uang di Asia mengalami penurunan 2 persen.

“Prospek pertumbuhan ekonomi global yang membaik serta ekpektasi terhadap suku bunga acuan AS yang tetap rendah hingga 2022 akan mendukung penguatan nilai mata uang di Asia terhadap dolar AS. Apabila pelemahan ini terjadi, dan pasar meresponnya dengan positif, maka aliran modal asing juga akan kembali masuk di wilayah Asia,” jelas Farris.

Credit Suisse memperkirakan mayoritas pasar saham Asia, kecuali Jepang, akan memiliki kinerja mumpuni pada semester II/2020. Credit Suisse memberikan nilai outperform untuk Taiwan karena ditopang oleh perusahaan-perusahaan teknologinya.

Credit Suisse juga merekomendasikan pasar Hong Kong dan Indonesia. Khusus untuk Indonesia, Farris mengatakan tingkat konsumsi negara tersebut diprediksi akan pulih pada paruh kedua tahun 2020 dan berdampak positif pada pasar saham.

Stimulus Bank Sentral Menjadi Daya Tarik Negara Berkembang

Pasar saham di negara berkembang atau emerging markets lagi-lagi mencetak penguatan terbaiknya dalam sepekan selama masa pandemi Covid-19. Harapan akan pemulihan ekonomi dan berlimpahnya likuiditas telah menjadi daya tarik bagi aset-aset di negara berkembang.

Pada periode 15-19 Juni 2020, sejumlah indeks saham di emerging markets mengalami penguatan termasuk di Indonesia dengan apresiasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 1,27 persen. Sementara itu, indeks MSCI Emerging Market menguat 1,5 persen.

Strategist Rabobank di London Piotr Matys seperti dilansir bisnis.com menyampaikan, stimulus yang diberikan oleh sejumlah bank sentral negara berkembang pada pekan lalu telah berhasil mengalahkan kekhawatiran investor terhadap penyebaran Covid-19 gelombang kedua. Hal itu semakin diperkuat oleh prospek meredanya tensi hubungan dagang AS-China.

“Yang paling penting sekarang ini adalah likuiditas sangat banyak dan harus ditempatkan. Aset di negara berkembang jelas sekali akan mendapat keuntungan,” kata Matys seperti dikutip Bloomberg, Senin (22/6/2020).

Kendati pasar keuangan mulai terlihat tahan banting belakangan ini, JPMogran Chase & Co. tetap memperingatkan investor bahwa aset di negara berkembang masih bervolatilitas tinggi. Adapun, indeks MSCI yang mengukur kinerja saham di emerging market saat ini masih berada di bawah MA-200.

“Kepercayaan diri memang sangat tinggi belakangan ini. Tapi semuanya bisa saja menguap tanpa peringatan,” imbuh Matys.

Pekan lalu, sejumlah bank sentral di negara berkembang telah memangkas suku bunga dengan harapan dapat memulihkan ekonomi pascapandemi Covid-19.

Bank Indonesia  memangkas suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7 DDR) menjadi 4,25 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berakhir Kamis (18/6/2020). Selain itu, BI juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada kisaran 0 persen – 1 persen dengan kemungkinan kontraksi selama setahun penuh pada 2020.

Sebelumnya, Bank Sentral Brazil juga telah memangkas suku bunga sebesar 75 bps ke level terendah sepanjang sejarah sebesar 2,25 persen untuk menopang perekonomian. Adapun, Bank Sentral Brazil masih membuka pintu untuk pemangkasan suku bunga selanjutnya.

Pemerintah China juga memberikan sinyal bahwa Bank Sentral China (PBOC) siap menggelontorkan tambahan likuiditas kepada perbankan dalam waktu dekat. PBOC sendiri menargetkan total aliran pinjaman dapat meningkat setidaknya 20 persen pada tahun ini.

Sementara itu, Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/the Fed) berkomitmen untuk menambah likuiditas lewat pembelian obligasi korporasi di pasar sekunder. Gubernur the Fed Jerome Powell meminta agar Kongres AS terus memberikan dukungan kepada bank sentral untuk dapat menyelamatkan ekonomi kecil dan rumah tangga.

Artikel Terkait