Berita

Pasar Mulai Tenang, BI Terapkan Quantitative Easing

keadaan ekonomi

Ajaib.co.id – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa kepanikan di pasar global sudah mereda. Menurut Perry, puncak kepanikan terjadi pada pekan kedua Maret 2020 ketika virus corona (Covid-19) menyebar menjadi pandemi global. BI selama ini aktif di pasar dengan kebijakan quantitative easing-nya.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), volatilitas di pasar keuangan semakin terkendali karena kebijakan antisipatif (pre-emptive) dan asesmen forward looking yang tercermin dari stimulus sektor keuangan, fiskal dan moneter.

Hal ini terefleksikan melalui kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang hanya terkoreksi 0,9% secara bulanan (month-to-date/MTD), dan kinerja obligasi pemerintah Indonesia yang pelemahannya mereda.

“OJK terus mencermati stabilitas sektor jasa keuangan di tengah pandemi Covid-19, yang hingga April tercatat masih dalam kondisi terjaga. Hal ini ditunjukkan dengan intermediasi sektor jasa keuangan yang membukukan kinerja positif dan profil risiko industri jasa keuangan tetap terkendali,” kata Deputi Komisioner OJK Anto Prabowo, dalam siaran pers yang diliput CNBCIndonesia, Kamis (30/4/2020).

Pada April 2020, pasar saham melemah tipis sebesar 0,9% (bulanan/mtd) menjadi 4.496. Sementara itu, pasar Surat Berharga Negara (SBN) mengalami penguatan dengan yield (imbal hasil) rata-rata turun sebesar 19,4 bps mtd.

Sampai dengan 24 April 2020, investor asing mencatatkan net sell atau jual bersih sebesar Rp 11,8 triliun secara MTD. Terdiri dari, dana keluar dari pasar saham Rp 7,2 triliun dan asing keluar dari pasar SBN sebesar Rp 4,6 triliun. Nilai tersebut jauh lebih rendah dari net sell bulan Maret yang tercatat sebesar Rp 126,8 triliun.

OJK mencatat, data perekonomian menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 telah menyebabkan tekanan yang signifikan terhadap perekonomian global. IMF pada World Economic Outlook April 2020 memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia akan terkontraksi sebesar 3% dengan pertumbuhan emerging markets diproyeksikan juga terkontraksi sebesar 1%.

OJK menegaskan, melalui sejumlah kebijakan antisipatif (pre-emptive) dan asesmen forward looking yang tercermin dari stimulus sektor keuangan, fiskal dan moneter, Indonesia mampu mengendalikan volatilitas di pasar keuangan yang sempat naik tajam seiring peningkatan penyebaran Covid-19.

“Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020, Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara yang diproyeksikan ekonominya tetap tumbuh positif di tahun 2020 dibanding negara lain,” kata Anto.

BI Gelontorkan Quantitative Easing Rp503,8 T Untuk Tenangkan Pasar

Bank Indonesia (BI) akan terus menginjeksi likuiditas dengan melakukan quantitative easing (QE). Gubernur BI Perry Warjiyo mengestimasi, QE yang akan diberikan mencapai Rp 503,8 triliun.

“Kami sudah melakukan QE dari Januari 2020 hingga April 2020 sebesar Rp 386 triliun, besok Mei kami akan tambah QE lagi sehingga jumlahnya mencapai itu,” jelas Perry, Rabu (29/4) lewat video conference yang diliput Bisnis Indonesia.

Perlu diketahui bahwa Quantitative Easing adalah kebijakan moneter longgar yang dilakukan oleh bank sentral guna meningkatkan jumlah uang beredar (money supply).

QE yang dilakukan oleh bank sentral dari bulan pertama tahun ini hingga April 2020 terdiri dari pembelian Surat Berharga Negara (SBN) yang telah dilepas asing di pasar sekunder yang menambah likuiditas sekitar Rp 166,2 triliun.

Selanjutnya, term repo perbankan yang dilakukan dan menambah likuiditas sebesar Rp 137,1 triliun. Ada juga penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah pada bulan Januari dan Paril yang memberi likuiditas sebesar Rp 53 triliun dan swap valuta asing (valas) yang menginjeksi likuiditas hingga Rp 29,7 triliun.

Untuk bulan depan, bank sentral mengaku sudah siap dengan tambahan likuiditas berupa penurunan GWM rupiah masing-masing sebesar 200 basis poin (bps) untuk bank umum konvensional dan 50 bps untuk Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah per 1 Mei 2020. Ini ditaksir mampu menambah likuiditas di perbankan hingga Rp 102 triliun.

Selanjutnya, ada juga peniadaan pemberlakuan kewajiban tambahan giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) terhadap Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah selama satu tahun yang mulai berlaku pada 1 Mei 2020. Usaha ini juga ditaksir mampu menambah likuiditas hingga Rp 15,8 triliun rupiah.

“Nah, dari yang sudah diberikan Rp 386 triliun, dan akan ditambah QE bulan Mei sebesar Rp 117,8 triliun, maka QE keseluruhan yang dilakukan BI jumlahnya mencapai Rp 503,8 triliun,” tandasnya.

Artikel Terkait