Obligasi

ORI017 Mulai Dijual, Harga Obligasi Pemerintah Melesat

Ajaib.co.id – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) telah menerbitkan instrumen Obligasi Ritel Negara seri 017 (ORI017). Produk tersebut merupakan seri obligasi pemerintah yang dijual kepada individu dengan nominal kecil.

Instrumen ORI017 mulai dijual pada 15 Juni 2020 hingga 9 Juli 2020 yang dapat dipesan melalui mitra distribusi (midis) seperti perbankan, sekuritas, fintech, dan lain sebagainya.

ORI017 bisa menjadi salah satu pilihan instrument investasi yang menarik di masa pandemi seperti saat ini, dikarenakan investasi tersebut dijamin oleh pemerintah baik nilai pokok investasi maupun bunganya.

Baca juga: Apa Itu Obligasi Ritel Indonesia (ORI017)? Simak Penjelasan Lengkapnya!

Ada beberapa alasan yang harus kamu tahu kenapa harus membeli instrumen investasi ORI017, Bisnis Indonesia merangkumnya sebagai berikut:

1. Berkontribusi dalam menangani Covid-19

Tidak hanya memengaruhi kondisi keuangan individu, pandemi global Covid-19 juga berdampak pada perekonomian negara. Sebagai instrumen investasi yang diperuntukan bagi Warga Negara Indonesia, dana yang digalang melalui ORI017 akan digunakan Pemerintah untuk membangun dan memulihkan perekonomian bangsa akibat pandemi. Ibarat sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.

2. Aman dan anti tipu-tipu

Sebagai instrumen investasi yang ditawarkan dan dijamin oleh Pemerintah, ORI017 memungkinkan masyarakat untuk berinvestasi dengan aman dan minim risiko di mana masyarakat meminjamkan uang ke Pemerintah, dan Pemerintah akan mengembalikannya beserta keuntungan setelah jatuh tempo berakhir.

Selain dijamin oleh Pemerintah, ORI017 merupakan instrumen investasi yang dapat diperjualbelikan dengan mengacu pada harga di pasar sekunder setelah melewati minimum holding period pada tanggal 15 September 2020. Sehingga, masyarakat dapat menjual ORI017 dan mendapatkan uangnya kembali pada kondisi mendesak. Begitupun sebaliknya, masyarakat bisa cuan saat uangnya tersimpan sampai masa jatuh tempo. Jadi tak perlu khawatir uang mengendap dan tidak tipu-tipu.

3. Tidak harus punya modal besar

Bagi masyarakat yang ragu berinvestasi karena tidak memiliki modal besar, ORI017 dapat menjadi jawaban yang tepat untuk mulai berinvestasi. Tersedia mulai dari Rp1 juta, masyarakat dapat membeli ORI017 dengan kelipatan tersebut sesuai nominal yang diinginkan hingga maksimum Rp3 miliar. Bahkan dengan modal kecil, masyarakat bisa mulai berinvestasi ORI017 dan tetap cuan.

4. Mudah dan tanpa ribet

Hal yang menjadi pertimbangan saat ingin berinvestasi adalah proses pembeliannya. Sebagai e-SBN, ORI017 dapat dibeli secara online melalui midis di pasar perdana, dengan empat tahap yang terdiri dari pendaftaran, pemesanan, pembayaran, dan settlement.

5. Cocok jadi dana cadangan

Dengan kebutuhan, tujuan dan pribadi yang berbeda-beda, setiap individu memiliki pertimbangan masing-masing tatkala memutuskan untuk berinvestasi. Hal utama yang menjadi pertimbangan saat berinvestasi tentu adalah hasil yang didapatkan dari risiko yang dihasilkan, mengingat prinsip kehati-hatian perlu diterapkan.

Dengan risiko yang cukup rendah, ORI017 dapat menghasilkan cuan yang menjanjikan yaitu dengan besaran kupon sebesar 6,4% yang bersifat fixed rate, di mana masyarakat akan mendapatkan kupon sebesar 6,4% per tahun dari Pemerintah, dengan tenor tiga tahun hingga tanggal jatuh tempo pada 15 Juli 2023.

Hal tersebut lantas menjadikan ORI017 sebagai pilihan investasi yang tepat terutama jika ingin dijadikan sebagai dana darurat karena dapat diperjualbelikan di pasar sekunder ketika sewaktu-waktu dibutuhkan, terlebih di masa depan dengan ketidakpastian akibat pandemi.

6. Kantongi lebih banyak cuan

Jika ada peluang untuk bisa lebih cuan saat berinvestasi, mengapa tidak? Dengan berinvestasi ORI017, masyarakat tidak hanya mendapatkan kupon sebesar 6,4 persen, tetapi juga bisa meraup cuan tambahan.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan completed transactions untuk ORI017 senilai Rp4,79 triliun hingga Kamis (25/6/2020) pukul 10:00 WIB. Pembelian itu berasal dari 14.699 orang investor.

Dia menuturkan investor terbesar berasal dari kalangan wiraswasta sebesar 45,7 persen, pegawai swasta 24,5 persen, dan ibu rumah tangga 13,1 persen. Menurutnya, realisasi itu lebih tinggi dibandingkan dengan penawaran seri ORI sebelumnya.

Adapun, masyarakat bisa membeli SBN melalui digibank by DBS yang menghadirkan fitur e-SBN, pembelian Surat Berharga Negara (SBN) ini dapat diproses 100 persen secara online mulai dari pemesanan awal hingga akhir.

Sebagai salah satu mitra distribusi ORI017, digibank by DBS sebagai full-fledged perbankan digital menghadirkan kemudahan melalui fitur e-SBN dengan sistem branchless, paperless, signatureless sehingga segala proses pembelian ORI017 dapat dilakukan 100 persen digital, dari awal hingga akhir.

Melalui aplikasi digibank by DBS, masyarakat dapat membuat Single Investor Identification (SID) dengan mengisi data diri di aplikasi, dan SID akan dikirimkan melalui surel dalam satu hari kerja.

Setelah mendapatkan SID, masyarakat dapat melakukan pendaftaran dengan menemukan pilihan ‘registrasi e-SBN’ di aplikasi digibank by DBS dan ‘melanjutkan pemesanan’ untuk menerima kode pembayaran (billing code).

Lalu, billing code yang sudah diterima dapat digunakan saat proses pembayaran dengan menggunakan dana di rekening ‘digibank savings’. Setelah itu, proses selesai setelah Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan notifikasi completed order diterima dengan bukti kepemilikan ORI via aplikasi digibank by DBS dan email.

Masyarakat dapat mengantongi cash reward hingga Rp4,5 juta dengan melakukan pembelian ORI017 di aplikasi digibank by DBS. Sementara, untuk pembelian setelah tanggal 18 Juni 2020, masyarakat berkesempatan untuk memperoleh cash reward hingga Rp3 juta.

Harga Obligasi Pemerintah Semakin Melesat

Kenaikan harga obligasi pemerintah Indonesia di pasar sekunder diprediksi bakal terjadi pada semester II/2020. Posisi yield diyakini kembali melanjutkan penurunan setelah sempat terlempar ke level 8,30 persen akibat kekhawatiran dampak penyebaran Covid-19.

Harga surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun bergerak fluktuatif sepanjang semester I/2020. Posisi yield sempat menyentuh level terendahnya di kisaran 6,495 persen pada 18 Februari 2020.

Namun, harga obligasi pemerintah seri acuan itu harus rontok ketika penularan Covid-19 mulai terjadi di dalam negeri pada Maret 2020. Tingkat imbal hasil harus naik ke level 8,308 persen pada 24 Maret 2020.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto ketika diubungi Bisnis.com, mengatakan investor domestik dan asing tengah gencar mengoleksi SUN Indonesia pada awal tahun, sehingga yield berada di kisaran 6,4 persen. Kondisi itu dipicu oleh daya tahan obligasi pemerintah yang baik pada periode 2019.

Akan tetapi, lanjut dia, asing berbondong-bondong keluar dari pasar setelah pandemi Covid-19 memunculkan ketidakpastian baik untuk domestik maupun global. Akibatnya, yield SUN tenor 10 tahun bergerak ke level 8,3 persen.

Untuk semester II/2020, Ramdhan memprediksi pasar akan sangat dinamis. Belum meredanya penyebaran Covid-19 menurutnya menjadi penghambat penurunan yield.

Dia menilai dana asing mulai masuk secara bertahap meski belum sebesar outflow pada Maret 202—April 2020. Namun, investor domestik cukup kuat menampung instrumen yang dilepas oleh investor asing.

“Menurut saya yield SUN Indonesia tenor 10 tahun akan bergerak di sekitar 7 persen pada semester II/2020,” jelasnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Ramdhan menambahkan penurunan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) akan membuat pasar SUN Indonesia menjadi lebih menarik. Penurunan suku bunga juga bertujuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana memproyeksikan yield SUN Indonesia tenor 10 tahun akan menurun pada semester II/2020. Optimisme itu menurutnya sejalan dengan sejumlah faktor.

Fikri menjelaskan bahwa dua faktor utama pendorong penurunan yield yakni kebijakan ultra loose monetary policy berbagai bank sentral dan kebijaan fiskal ekspansif berbagai negara. Selain itu, besarnya potensi capital inflow akan menjadi pendorong likuiditas sehingga menekan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah.

“Nilai [yield] hingga akhir tahun semoga antara 6,5 persen hingga 6,9 persen,” ujarnya.

Sementara itu, Executive Vice President Head of Wealth Management & Premier Banking Commonwealth Bank Ivan Jaya menilai pasar obligasi saat ini mendapat dukungan dari pelonggaran kebijakan moneter oleh bank sentral. Penurunan BI7DRR telah mencapai sebanyak 75 bps sepanjang tahun ini.

Ivan mengatakan yield obligasi masih berpotensi mengalami penurunan pada sisa periode 2020 dengan dorongan beberapa faktor. Salah satunya yakni Bank Indonesia (BI) yang masih akan menerapkan kebijakan moneter suportif.

Dalam rapat dewan gubernur (RDG) BI terakhir, lanjut dia, bank sentral menyatakan masih memiliki ruang untuk melakukan pemotongan suku bunga lebih lanjut. Selain itu, BI juga bertindak sebagai buyer of last resort yang akan menopang pasar obligasi baik di pasar sekunder maupun primer jika minat investor berkurang.

Selanjutnya, dia mengungkapkan kebijakan quantitative easing di developed market berpotensi menimbulkan ekses likuiditas ke emerging market untuk mencari yield tinggi. Indonesia merupakan sasaran yang atraktif dengan tingkat inflasi stabil rendah di kisaran 3 persen.

“Untuk mencapai yield yang lebih rendah, pasar obligasi membutuhkan aliran dana dari investor asing yang meskipun sudah terlihat adanya aliran dana masuk dari pertengahan April 2020 walaupun secara tahun kalender berjalan investor asing masih terhitung keluar dari pasar obligasi Indonesia,” paparnya.

sumber: IBPA

Ivan menyebut investor dapat memanfaatkan potensi penurunan yield dengan berinvestasi di instrumen obligasi langsung seperti seri obligasi negara (SBN) ritel maupun fixed rate (FR). Selain itu, reksa dana pendapatan tetap juga dapat dipilih sebagai pilihan investasi berbasis obligasi.

Pihaknya merekomendasikan untuk menambah porsi obligasi di dalam portofolio dengan tetap memperhatikan profil risiko masing-masing individu. Penambahan porsi obligasi bertujuan untuk memanfaatkan potensi penurunan yield ke depan dan sekaligus menurunkan tingkat volatilitas portofolio. “Sebagai contoh untuk profil risiko balanced disarankan untuk memiliki portfolio dengan alokasi kelas aset obligasi sebanyak 40 persen lalu kelas aset saham serta pasar uang masing-masing 25 persen dan 35 persen,” imbuhnya.

Artikel Terkait