Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca dagang dalam negeri mencetak surplus sebesar US$1,57 miliar secara bulanan (Month to Month) pada Maret 2021 kemarin. Realisasi itu lebih rendah dari surplus US$2 miliar pada Februari 2021, namun masih lebih tinggi dari surplus US$743 juta pada Maret 2020.
Secara keseluruhan, akumulasi surplus neraca dagang Indonesia mencapai US$5,52 miliar pada Januari-Maret 2021. Nilainya lebih tinggi dari surplus US$2,62 miliar pada Januari-Maret 2020.
“Surplus neraca perdagangan terjadi karena nilai ekspor sebesar US$18,35 miliar pada Maret 2021 atau naik 20,31% dari sebelumnya US$15,27 miliar pada Februari 2021. Secara tahunan, nilainya naik 30,47% dari Maret 2020 sebesar US$14,09 miliar,” Ujar Kepala BPS, Suhariyanto.
Secara total, ekspor Januari-Maret 2021 mencapai US$48,90 miliar atau naik 17,11% dibandingkan pada Januari-Maret 2020 sebesar US$41,76 miliar.
Sedangkan nilai impor mencapai US$16,79 miliar. Nilainya naik 26,55% dari US$13,26 miliar pada bulan sebelumnya. Secara tahunan nilai impor juga naik 25,73% dari US$13,35 miliar pada Maret 2020.
Secara total, impor Januari-Maret 2021 mencapai US$43,38 miliar atau naik 10,76% dibandingkan pada Januari-Maret 2020 sebesar US$39,17 miliar.
“Selama Maret 2021 ini neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$1,57 miliar. Jauh lebih bagus dibandingkan posisi Maret tahun lalu dan juga pada tahun 2019,” papar Suhariyanto saat rilis data neraca perdagangan periode Maret 2021, Kamis (15/3).
Lebih detail, kinerja ekspor ditopang oleh minyak dan gas (migas) mencapai US$910 juta atau naik 5,28% pada bulan sebelumnya. Sementara ekspor nonmigas sebesar US$17,45 miliar atau naik 21,21%.
Total ekspor nonmigas mencapai 95,06% dari total ekspor Indonesia pada Maret 2021. Mulai dari ekspor industri pertanian yang naik 27,06% secara bulanan menjadi US$390 juta, serta naik 25,04% secara YoY.
Selanjutnya, industri pengolahan naik 22,27% secara bulanan menjadi US$14,84 miliar, dan secara tahunan naik 33,45%.
Selanjutnya, industri pertambangan dan lainnya meningkat 13,68% secara bulanan menjadi US$2,22 miliar, dan naik 11,39% secara tahunan.
Suhariyanto menjelaskan perkembangan ekspor selama Maret 2021 sangat baik sekali umumnya meningkat karena meningkatnya permintaan dan kenaikan harga komoditas.
Berdasarkan kode HS, peningkatan ekspor secara bulanan terjadi di komoditas lemak dan minyak hewan nabati, bijih dan abu logam, besi dan baja, mesin dan perlengkapan elektronik, serta bahan bakar mineral.
Sementara adanya penurunan ekspor terjadi di komoditas olahan dari daging dan ikan, kain tekstil, barang dari bulu unggas, buah-buahan, dan kendaraan.
Berdasarkan negara tujuan ekspor, kenaikan ekspor terjadi ke China mencapai US$774,6 juta, India US$519,5 juta, AS US$212,6 juta, Jepang US$1777,7 juta, dan Singapura US$132 juta.
Sedangkan untuk penurunan nilai ekspor terjadi ke Australia sebesar US$12,3 juta, Selandia baru US$14,1 juta, Estonia US$34,8 juta, dan Taiwan US$11,5 juta.
Walau begitu, pangsa ekspor Indonesia tidak berubah, yakni terbanyak masih ke China mencapai 21,3%. Setelah itu ke AS 11,86% dan Jepang 7,91%.
Dari sisi impor, impor migas sebesar US$2,28 miliar atau naik 74,74% dari US$1,3 miliar pada bulan sebelumnya. Sementara impor nonmigas senilai US$14,51 miliar atau naik 21,30% dari sebelumnya senilai US$11,96 miliar.
Suhariyanto mencatat menurut penggunaan barang, semua impor mengalami peningkatan. Tercatat, impor barang konsumsi naik sebesar 15,51% secara bulanan menjadi US$1,41 miliar, dan naik 13,40% secara tahunan.
“Untuk barang konsumsi ini ada beberapa barang yang mengalami kenaikan tinggi diantaranya adalah vaksin yang kita impor dari China, raw sugar dari India dan mesin AC dari Thailand, serta jeruk mandarin yang kita impor dari China, itu yang sebabkan impor barang konsumsi pada Maret naik,” jelasnya.
Lalu, impor bahan baku atau penolong bertambah 31,10% secara bulanan menjadi US$12,97 miliar, sedangkan secara tahunan naik 25,82%. Selanjutnya, barang modal naik 11,85% secara bulanan menjadi US$2,41 miliar, dan secara tahunan naik 33,70%.
“Tentunya kami harap kenaikan dua digit yang terjadi pada bahan baku dan barang modal ini menunjukkan geliat manufaktur dan investasi mulai pulih kembali di bulan ini dan kita harapkan geliat ini tetap terjaga di bulan berikutnya sehingga ekonomi Indonesia bisa pulih di 2021,” ujarnya.
Berdasarkan kode HS, kenaikan impor berasal dari komoditas besi dan baja, mesin dan peralatan mekanis, kapal, perahu, dan struktur terapung, dan bahan bakar mineral.
Sementara adanya penurunan impor berasal dari komoditas filamen buatan, berbagai barang logam tidak mulia, barang tekstil jadi, dan lemak minyak.
Berdasarkan negara asal impor peningkatan impor terjadi dari Korea Selatan sebesar US$461,5 juta, India US$357,3 juta, Jepang US$281,1 juta, Singapura US$206,8 juta, dan Argentina US$149 juta.
Sebaliknya, penurunan impor terjadi dari negara Italia US$13 juta, Uni Emirat Arab US$22,3 juta, Hong Kong US$29,2 juta, Swedia US$37,3 juta, dan Filipina US$45,6 juta.
Pangsa impor Indonesia utamanya didominasi dari Thailand 72,4%, China 27,44%, dan Jepang 8,78%.
“Jadi, kalau dilihat berdasarkan sektor dan barang, performa ekspor impor pada Maret 2021 ini sangat bagus sekali dan impresif,” tuturnya.
Sumber: cnnindonesia.com – Neraca Dagang Surplus US$1,57 M pada Maret 2021, dengan perubahan seperlunya.
