Berita

Neraca Dagang April 2020 Boleh Defisit, Tapi..

neraca adalah

Ajaib.co.id – Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari Jumat 15 Mei 2020 lalu merilis data posisi neraca dagang Indonesia dengan hasil terjadi defisit sebesar US$350 juta. Padahal, pada bulan Maret 2020 neraca dagang masih surplus US$743 juta.

Neraca dagang (balance of trade/BoT) memiliki pengertian suatu nilai baik dari barang dan jasa yang diekspor maupun yang diimpor suatu negara dalam periode waktu tertentu. Selisih antara keduanya menghasilkan angka yang disebut surplus atau defisit pada neraca dagang.

Hampir seluruh negara membuat kebijakan surplus untuk neraca dagangnya agar devisa yang didapat dari luar lebih banyak dan pertanda bahwa industri dalam negeri lebih mumpuni.

Jika suatu negara terus menurus menerima impor, maka akan membuat bisnis dan produk dalam negeri menjadi tidak memiliki nilai tambah. Hingga akhirnya, suatu negara dengan defisit perdagangan yang tinggi akan melakukan kebijakan proteksionisme dalam sisi perdagangannya.

Negara sekelas Amerika Serikat (AS) pun harus melakukan proteksionisme perdagangan dengan beberapa negara dengan menaikan tarif bea masuk barang-barang yang masuk ke negaranya, terlebih dengan China sebagai pemasok utama negara Adhi Daya tersebut.

Proteksionisme biasanya dilakukan dengan cara pengenaan tarif, kuota, maupun subsidi impor.

Sumber: BPS.go.id

Serba Serbi Neraca Dagang Bulan April 2020

Di Indonesia, neraca dagang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Lembaga tersebut mencatat neraca dagang bulan April 2020 mengalami defisit, akan tetapi data neraca dagang Januari-April 2020 masih mengalami surplus yakni sebesar US$2,25 miliar.  Jauh lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang mengalami defisit US$2,56 juta.

Dilansir dari CNNIndonesia, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan surplus terjadi karena nilai ekspor mencapai US$12,19 miliar. Sementara nilai impor lebih besar dibandingkan ekspor, yakni US$12,54 miliar.

“Meski defisit, tapi masih lebih baik dari prediksi awal. Ini juga karena beberapa harga komoditas turun, ekspor turun,” ungkap Suhariyanto melalui video conference, Jumat (15/5).

Kepala BPS tersebut merinci 2 komponen terbesar ekspor, yakni dari total ekspor non minyak dan gas (migas) sebesar US$11,58 miliar atau turun 13,66 persen, dan ekspor migas yang tercatat turun 6,55 persen dari US$650 juta menjadi US$610 juta.

Pelemahan ekspor nonmigas terjadi karena ekspor industri pertanian minus 6,1 persen menjadi US$280 juta secara bulanan. Sementara, kalau dilihat secara tahunan tercatat meningkat 12,66 persen.

“Sektor pertanian turun di antaranya untuk komoditas tanaman obat dan rempah-rempah,” ujarnya.

Kemudian, nilai ekspor pertambangan turun 22,11 persen secara bulanan menjadi US$1,54 miliar. Lalu, ekspor industri pengolahan turun 12,26 persen menjadi US$9,76 miliar.

Dari sisi impor, impor migas sebesar US$850 juta atau turun 46,83 persen dari US$1,61 miliar. Sementara impor nonmigas senilai US$11,68 miliar atau turun 0,53 persen dari US$11,75 miliar. Kalau ditotal, nilai impor pada April 2020 minus 6,1 persen menjadi US$12,54 miliar.

Penurunan impor nonmigas berasal dari bahan baku/penolong turun 9 persen menjadi US$9,36 miliar. Hal yang sama terjadi pada impor barang konsumsi sebesar 4,03 persen menjadi US$1,22 miliar, sedangkan barang modal naik 9 persen menjadi US$1,96 miliar.

Catatan Pengamat Mengenai Neraca Dagang bulan April 2020

Menurut Ekonom Eric Sugandi, selain karena ekspor non-migas yang menurun, tujuan ekspor non-migas Indonesia ke negara-negara ASEAN, Uni Eropa, Jepang, dan lainnya  juga ikut menurun. Ini karena melemahnya volume permintaan dari sebagian besar negara tujuan ekspor Indonesia akibat aktivitas produksi yang melambat.

Eric melihat, dalam beberapa bulan mendatang neraca dagang Indonesia masih bisa surplus tipis atau defisit tipis. Namun, ini tergantung permintaan dari negara tujuan ekspor serta bagaimana kecepatan penghentian Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

“Impor juga akan banyak apabila ditentukan oleh kecepatan penghentian wabah Covid-19 dan pemulihan ekonomi Indonesia,” ujar Eric kepada Kontan.co.id, Jumat (15/5).

Ia memperkirakan neraca dagang Indonesia masih akan surplus sekitar US$ 4 miliar sampai dengan US$  6 miliar sepanjang tahun ini.

Sementara Hidayat Setiaji dari Tim Riset CNBCIndonesia menilai kinerja ekspor dalam negeri patut diapresiasi.Hal ini dikarenakan Indonesia masih bisa menjual produknya ke luar negeri meski dunia sedang dilanda pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Bukan cuma Covid-19, kinerja ekspor Indonesia yang oke ini juga terjadi di tengah kejatuhan harga komoditas andalan Indonesia seperti batu bara dan minyak sawit mentah (CPO). Sepanjang Januari-April 2020, harga batu bara merosot 22,45% sementara harga CPO anjlok 31,59%.

Akan tetapi dirinya memberikan catatan untuk mewanti-wanti penurunan impor terutama pada bahan baku/penolong yang dibutuhkan untuk proses produksi di dalam negeri.

Penurunan impor bahan baku/penolong dan barang modal tersebut memberi sedikit gambaran bahwa industri dalam negeri dalam keadaan lesu.

Artikel Terkait