Ekonomi

Mengenal Revolusi Hijau di Indonesia yang Berdampak Besar

Ajaib.co.id – Mungkin banyak dari kamu yang belum tahu tentang revolusi hijau. Istilah ini pernah terkenal di tahun 1970-an di Indonesia karena saat itu pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan gerakannya.

Gerakan revolusi hijau terjadi di banyak negara berkembang, terutama di Asia yang dimulai dari tahun 1950 hingga tahun 1980. Kegiatannya adalah meningkatkan teknologi pada kegiatan pertanian untuk hasil pertanian yang lebih baik, memiliki kualitas yang bersaing, dan yang paling penting adalah menghasilkan lebih banyak beras.

Awalnya, gerakan ini fokus pada pemanfaatan padi, tapi pada akhirnya berkembang hingga produk pertanian lain ikut dikembangkan. Mulai dari jagung, sorgum, ubi bayu, buncis, dan millet.

Sejarah Mulainya Revolusi Hijau

Norman Borlaug dipercaya sebagai sosok pertama yang mengusung konsep gerakan yang dimulai di Meksiko pada tahun 1940-an. Pada saat itu dunia sedang dalam masa peperangan besar, tapi masyarakat tahu mereka harus mampu bertahan hidup di tengah keadaan yang sulit.

Kedatangan gerakan ini membantu menyadari masyarakat bahwa sebenarnya jika ingin berusaha lebih mereka bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.

Gerakan ini pada akhirnya diikuti oleh Tiongkok, Vietnam, Bangladesh, India, Thailand, dan Indonesia di tahun-tahun berikutnya. Walaupun saat itu penduduk Indonesia belum banyak seperti sekarang, tapi pemerintah paham sudah saatnya Indonesia melakukan peningkatan produksi pertanian dengan bantuan teknologi yang lebih canggih untuk memenuhi kebutuhan.

Sayangnya gerakan ini tidak sejalan di Afrika karena ketika dilakukan di benua itu tidak mendatangkan dampak yang bagus. Kelaparan masih terjadi di Afrika. Hal ini kemungkinan karena faktor iklim di Afrika yang mengalami kekeringan lebih panjang dari benua lainnya.

Selain itu membutuhkan teknologi pengairan yang lebih canggih lagi. Namun, untuk menyediakan teknologi itu dibutukan biaya yang tidak sedikit pada saat itu.

Revolusi Hijau di Indonesia

Di Indonesia gerakan ini dikenal sebagai gerakan Bimas atau disebut dengan Bimbingan Masyarakat. Gerakan ini menjadi program nasional yang punya tujuan untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras.

Ada tiga kegiatan utama yang dilakukan untuk menunjang gerakan ini. Yang pertama adalah Panca Usaha Tani, peningkatan infrastruktur, dan penerapan kebijakan harga hasil produksi dan hasil produksi serta dukungan pinjaman.

Pada saat itu Presiden Soeharto meyakinkan seluruh Indonesia bahwa ketersediaan pangan yang cukup untuk masyarakat akan membantu stabilitas yang diperlukan untuk proses pembangunan nasional.

Ada empat pilar gerakan Bimas yang dilaksanakan di Indonesia. Yang pertama adalah penyediaan air yang cukup dengan proses irigasi. Seperti yang telah diketahui Indonesia tidak setiap saat diguyur hujan.

Ketika masuk ke musim kemarau, ketersediaan air menjadi lebih menipis. Dulu masih mengandalkan sungai atau sumber air terdekat untuk memperlancar proses irigasi.

Yang kedua adalah pemakaian pupuk kimia secara optimal. Yang ketiga, menerapkan pemakaian pestisida sesuai dengan kebutuhan. Penggunaan pestisida agar tidak menghasilkan efek yang berbahaya diperhatikan lebih teliti.

Lalu, penanaman produk pertanian menggunakan varietas yang paling unggul sehingga bisa menghasilkan hasil yang lebih baik dan jumlahnya lebih banyak. Ternyata Indonesia bisa melakukannya.

Swasembada Pangan untuk Pertama Kalinya

Gerakan ini pun berhasil membawa Indonesia yang berhasil melakukan swasembada beras untuk pertama kalinya. Bahkan saat itu Indonesia sempat mengekspor beras di India, negara yang pada saat itu jumlah penduduknya jauh lebih banyak dari Indonesia. Produksi pangan seperti beras dan gandum berhasil meningkat berkali lipat.

Namun hal ini hanya bertahan dalam waktu lima tahun dari tahun 1984 hingga tahun 1989. Banyak faktor yang menyebabkan swasembada pangan berakhir dalam waktu yang cukup singkat. Salah satunya adalah semakin banyaknya jumlah penduduk di Indonesia pada saat itu.

Lalu, adanya kesenjangan sosial yang terjadi antara para petani. Melalui program ini sebenarnya pendapatan petani menjadi meningkat tajam. Ternyata yang merasakan manfaat dari program ini adalah petani yang memiliki lahan luas, sedangkan petani yang punya lahan lebih kecil tidak merasakan manfaat yang sama.

Lalu, masalah lainnya adalah para petani memang diberikan kemudahan meminjam uang untuk merealisasikan proyeknya tersebut, tapi banyak di antaranya harus berjuang keras untuk membayar utang yang menumpuk.

Memang revolusi ini menghasilkan dampak positif dan dampak negatif secara bersamaan.

Revolusi Hijau Masih Ada?

Gerakan ini sekarang sedang tidak dicanangkan di Indonesia, tapi efeknya masih ada. Menghasilkan berbagai macam pelajaran yang penting untuk pertanian di Indonesia ke depannya.

Efek-efek yang digarisbawahi itu adalah penggunaan pestisida yang masih riskan. Pestisida memang senjata ampuh bagi petani dalam menyerang hama, tapi menghasilkan polusi pertanian yang cukup tinggi.

Lalu, limbah yang berasal dari pertanian juga mendapatkan perhatian khusus. Harus disediakan saluran khusus agar limbah tersebut terbuang di tempat yang tepat dan tidak mengganggu makhluk hidup yang ada di sekitarnya.

Swasembada pangan saat ini masih menjadi hal yang sulit untuk diterapkan di Indonesia karena jumlah penduduknya yang semakin tinggi. Indonesia mengimpor beras agar cukup untuk kebutuhan masyarakat.

Indonesia sejak dulu dikenal sebagai negara yang lahan pertaniannya luas, tapi sayangnya dari tahun ke tahun jumlah lahan tersebut terancam turun karena beralih menjadi fungsi yang lain.

Oleh karena itu pemerintah Indonesia berusaha membuka lahan-lahan baru untuk pertanian agar tetap terjaga. Lalu, yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah nasib petani yang masih harus berhadapan dengan berbagai macam kendala dalam pekerjaannya.

Petani harus diberikan perlindungan dan bayaran yang layak atas pekerjaan pertanian yang banyak tantangannya.

Artikel Terkait