Berita, Investasi

Mengenal Omnibus Law yang Ramai Dibicarakan – Part I

iklim investasi

Ajaib.co.id – Minggu lalu tepatnya hari Senin tanggal 5 Oktober 2020 sebuah UU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan DPR meski belum dibubuhi tanda tangan Presiden Joko Widodo. Pengesahan ini disambut muram oleh berbagai kalangan masyarakat mulai dari kalangan pekerja, buruh tani, mahasiswa, aktivis, jurnalis, gitaris, tukang sulam alis, dan masyarakat dengan profesi lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu ikut turun ke jalan.

Omnibus Law Cipta Kerja yang menuai protes massa ini disebut-sebut merugikan kelas pekerja. Tapi bukan suara sumbang saja, ada juga yang menyuarakan keberpihakan terutama dari kalangan artis. Kampanye tagar #IndonesiaButuhKerja sempat meramaikan media sosial. Beberapa selebriti yang mendukung di antaranya Inul Daratista, Gofar Hilman, Marsha Aruan, Cita Citata, Gisella Anastasia, Gading Marten, dan Ardhito Pramono.

Tak sedikit juga yang masih mengerutkan kening tentang apa sih omnibus law yang ramai dibicarakan itu dan apa pengaruhnya ke dalam kehidupan kita sehari-hari.

Omnibus Law ini tidak hitam putih, alias jelek semua atau bagus semua. Kamu tentu akan bisa berdiskusi dengan lebih baik tentang topik ini jika kamu memahaminya lebih dari sekedar membaca pesan forward sepupu atau tantemu di grup WhatsApp keluarga.

Berikut pembahasan mengenai Omnibus Law, yang akan dikemas sederhana dan diusahakan tidak njelimet dan bersifat netral tanpa mendukung maupun menolak Omnibus Law Cipta Kerja yang sedang heboh belakangan ini.

Yang akan dicakup dalam artikel ini:

  • Apa itu Omnibus Law?
  • Yang lagi rame itu Omnibus Law yang Mana?
  • Apa Isinya?
  • Mengapa Diperdebatkan?
  • Urgensi Omnibus Law
  • Alasan Mengapa Omnibus Law Dibuat
  • Tapi Katanya Investasi Tidak Serta Merta Mengurangi Pengangguran?

Apa itu Omnibus Law?

Omnibus Law adalah sebuah aturan baru yang dibuat untuk mengganti aturan yang ada sebelumnya. Ini adalah bentuk penyederhanaan regulasi yang dijanjikan.

Jadi dalam pidato Sidang Pripurna MPR RI dalam rangka pelantikan periode kedua, Presiden Joko Widodo menyebutkan tentang penyederhanaan aturan dalam UU Cipta Lapangan Kerja dan UU pemberdayaan UMKM [1].

Ketika sebuah Omnibus Law diberlakukan maka aturan yang ada sebelumnya akan diganti dengan sebuah satu aturan “sapu jagat” yang akan berlaku mutlak menghapus semesta aturan yang ada sebelumnya.

“UU sapu jagat” tersebut diistilahkan dengan Omnibus Law.

“Satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU, dan puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan UU yang menghambat pengambangan UMKM juga akan langsung direvisi.” ujar Presiden Jokowi pada 20 Oktober 2019 di Jakarta [1].

Jadi sebuah Omibus Law akan berlaku absolut sehingga UU yang ada sebelumnya tidak akan dapat menjegal sebuah UU yang sudah dicap Omnibus. Sehingga Omnibus akan menjadi satu-satunya rujukan mutlak yang mengalahkan undang-undang yang dibuat sebelumnya.

Saat ini ada lima Omnibus Law yang sudah dan akan digagas yaitu Omnibus Law Cipta Kerja, Omnibus Law Perpajakan, Omnibus Law UMKM, Omnibus Law Ibu Kota Baru, dan Omnibus Law Kefarmasian.

Yang lagi rame itu Omnibus Law yang Mana?

Omnibus UU Cipta Kerja dan Perpajakan.

Sebelumnya UU Cipta Kerja dinamakan Cipta Lapangan Kerja, namun sering disingkat dengan Cilaka jadi diganti dengan Cipta Kerja yang disingkat Ciptaker.

Apa Isinya?

Omnibus Law Cipta Kerja mencakup 11 hal, yakni Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM, Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah, dan tentang Kawasan Ekonomi [2].

Saat ini UU Ciptaker walaupun sudah disahkan DPR tapi isinya masih terus digodok, sempat 1000 halaman lebih tebalnya, kini sudah jadi 812 halaman saja dan sudah diserahkan kepada presiden [3].

Sementara Omnibus Perpajakan isinya mencakup 6 hal, yaitu Pendanaan Investasi, Sistem Teritori, -Subjek Pajak Orang Pribadi, Kepatuhan Wajib Pajak, Keadilan Iklim Berusaha, dan Fasilitas.

Mengapa Diperdebatkan?

Penentang muncul karena Omnibus Law berpotensi mengurangi hak dasar pekerja seperti cuti haid dan melahirkan, jumlah pesangon diturunkan dan diperluasnya pekerjaan sistem kontrak dan alih daya kerja. Sistem penggajian juga akan dilakukan berdasarkan upah per jam kerja saja untuk sebagian pekerja. Walau sudah lumrah di luar negeri, namun “upah per jam” dipandang sebagai upaya yang membuat pekerja hanya sebagai mesin produksi.

Sebenarnya isi Omnibus bukan semata-mata untuk menekan pekerja, tapi lebih kepada memudahkan pengusaha dan investor. Jadi isinya bukan melulu untuk merugikan pekerja, tapi lebih ke mempermudah pengusaha yang sayangnya jadi cenderung merugikan pekerja. Perlu diakui ada beberapa pasal yang cukup kontroversial terutama bagi pekerja. Selain tentang pekerja, pasal-pasal lainnya membahas tentang perizinan usaha.

Urgensi Omnibus Law

  1. Untuk menyederhanakan administrasi

Sebelumnya untuk membuka pabrik atau usaha di Indonesia, seorang pengusaha mesti melewati banyak pejabat. Dan oleh karenanya praktik korupsi, pungutan liar, penyuapan terjadi antara pengusaha dan birokrat. Hal ini menjadi salah satu yang dikeluhkan pengusaha karena ribetnya bukan main.

Bahkan beberapa tahun belakangan ada tren relokasi pabrik, pindahkan basis produksi ke Vietnam dan China yang dinilai lebih ramah pengusaha. Di Jawa Barat sendiri industri tekstil hancur karena pemilik pabrik lebih memilih Bangladesh dan negara lainnya yang katanya perizinannya lebih sederhana dan pekerjanya “lebih murah”. Perang dagang China-Amerika pun tak bisa menjadi keuntungan bagi Indonesia karena perusahaan dari Tiongkok lebih memilih negara lain sebagai tujuan relokasi basis produksinya.

Oleh karenanya pemerintah berusaha memikat pengusaha dan investor untuk mengalirkan dananya ke dalam negeri. Hal ini disebut-sebut sebagai terobosan yang sudah ditunggu sejak 20 tahun yang lalu.

Diungkap oleh Senior Vice President Research Kanaka Hita Solvera, Janson Nasrial “…memang beberapa pasal dalam Omnibus Law memang cenderung menguntungkan pengusaha. Namun ini adalah terobosan dalam 20 tahun terakhir dari sisi perundangan-undangan untuk memudahkan investasi masuk ke Indonesia.”

Lebih lanjut beliau menambahkan bahwa ini merupakan achievement luar biasa dalam 20 tahun terakhir, ungkapnya dalam wawancara dengan media lokal CNBC Indonesia 13 Oktober [4].

  • Agar peraturan tidak tumpang tindih.

Usaha untuk mempermudah pengusaha sudah dilakukan sebelumnya. Pemerintah sudah berusaha membuat terobosan Online Single Submission (OSS) untuk membantu pengusaha dalam memproses perizinan. Namun terkendala UU dan peraturan daerah, pegawai kelurahan sampai petugas yang katanya datang dari kecamatan. Beberapa UU malah saling tumpang tindih, di satu UU suatu hal diizinkan tapi dimentahkan oleh UU lainnya.

Oleh karenanya Omnibus Law hadir untuk menyederhanakan 1600 pasal dalam 72 UU seputar Perizinan investasi, Ketenagakerjaan dan lain-lain.

  • Meningkatkan daya tarik investasi

Sebelumnya, terdapat tren pindah pabrik alias relokasi produksi ke negara lain yang lebih ramah investasi dan pengusaha, makanya pertumbuhan ekonomi mandeg di 5% saja. Sedangkan kita butuh 6,5% pertumbuhan untuk menyerap tenaga kerja [5].

Artinya Indonesia menumpuk pengangguran yang perlu disokong bantuan pemerintah dan menjadi beban negara. Dan berkat pandemi pertumbuhan ekonomi malah jadi minus. Di bulan-bulan awal 2020 saja sudah deflasi, kuartal dua malah negatif; -5,3% dibandingkan periode sebelumnya dan inilah yang menyebabkan Omnibus Law dikebut.

Sejak 20 Februari RUU Cipta Kerja, Perizinan Investasi dan Perpajakan dikebut oleh DPR. DPR menggodok 1600 pasal dalam 72 UU disikat dalam 8 bulan menghasilkan Omnibus-Omnibus ini.

Sebelumnya pengusaha mesti melewati banyak meja birokrat untuk membuka usaha, dan menyebabkan biaya membengkak bahkan sebelum produksi dimulai [6].

Dengan adanya Omnibus Law maka pengusaha hanya perlu mendatangi satu meja saja untuk mendaftarkan usahanya. Jadi lebih efisien waktu dan biaya bagi pengusaha. Itu hanya satu masalah yang berusaha dipecahkan oleh hadirnya Omnibus Law. Selain itu ternyata urusan tenaga kerja juga ikut diurusi.

Alasan Mengapa Omnibus Law Dibuat

Satu hal, singkat saja: untuk mengundang investor dan memudahkan pengusaha untuk membuka usaha di dalam negeri. Karena semakin banyak investor, semakin banyak lapangan kerja yang akan diciptakan. Dan dengan demikian akan meningkatkan ekonomi secara nasional.

Karena rumus pertumbuhan ekonomi [7] adalah:

Y = C + I + G (X – M)

Y = pertumbuhan ekonomi
C = konsumsi
I = investasi
G = belanja pemerintah
X-M = (ekspor – impor)

Terlepas dari situasi ekonomi global yang masih terdampak pandemi Covid-19 yang menyulitkan arus keluar-masuk bahan baku impor dan mempersulit ekspor, investor dan pengusaha adalah peran penting yang bisa membantu kondisi perekonomian negara.

Jadi diharapkan dengan dimudahkannya urusan administrasi dan tenaga kerja bagi pengusaha dan investor, maka bisa mengundang investasi masuk ke dalam negeri. Jika aliran dana investor dan pengusaha masuk, maka diharapkan bisa menyerap tenaga kerja.

Semakin banyak tenaga kerja yang mendapat kerja, maka konsumsi alias belanja dapur akan meningkat. Ketika pengusaha bertambah maka hasil produksi kemudian diharapkan akan meningkatkan transaksi ekspor dan diharapkan melebihi impor sehingga neraca dagang kitabisa surplus.

Jika sudah begitu maka nanti  pajak bisa dikutip lebih baik oleh pemerintah. Nantinya uang pajak yang disetorkan akan dipakai untuk belanja pemerintah seperti membangun jembatan, jalan raya, infrastruktur seperti listrik, untuk memperbaiki kualitas pendidikan, dll. Ujung-ujungnya pertumbuhan ekonomi meningkat lagi. Ingat rumus pertumbuhan ekonomi masih sama;

Y = C + I + G (X – M)

Dan faktor “I” penting di sini.

Ketika ekonomi meningkat, maka efeknya akan seperti bola salju yang terus membesar, dan dengan kata lain diharapkan efeknya akan membuat kita menjadi negara yang lebih sejahtera.  

Cita-cita yang besar ya, kan?

Tapi Katanya Investasi Tidak Serta Merta Mengurangi Pengangguran?

Dhandy Dwi Laksono adalah salah satu yang beranggapan demikian. Berbekal data dari 2010 hingga 2016, Dhandy mengungkap bahwa pertumbuhan investasi meningkat pesat saat itu sementara tenaga kerja tidak terserap betul [8].

Bahkan Danang Girindrawardana dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga menyatakan hal yang sama. Menurut data di tahun 2016, nilai investasi yang masuk Rp 613 triliun dengan penyerapan 1,39 juta tenaga kerja [9].

Nampaknya investasi tidak berhubungan dengan jumlah penyerapan angkatan kerja. Ada beberapa alasan mengapa di tahun 2010 hingga 2016 hanya sedikit jumlah angkatan kerja yang terserap.

Jika kita lihat kemana arah investasi tersebut, kita akan melihat peningkatan di sektor informasi dan komunikasi. 2010 hingga 2016 adalah tahun-tahun di mana demam perusahaan rintisan alias startup mulai berjaya, mengundang investasi dan beberapa menjadi besar hingga level Unicorn. Startup marketplace seperti Tokopedia dan startup transportasi seperti Gojek kebanyakan menggunakan uangnya untuk promosi. Dan memang hanya menyerap sedikit tenaga kerja formal.

Keempat startup di atas adalah salah satu contoh yang berhasil, yang di bawah level Unicorn masih banyak lagi dan semuanya menyerap tenaga kerja yang minim. Setidaknya dalam level formal.

Startup minim penyerapan tenaga kerja formal, itu benar, namun tenaga kerja informal yang diserap ada banyak sekali. Mitra driver Gojek yang jumlahnya banyak sekali itu tentu tak masuk hitungan Dandhy Dwi Laksono dan Danang Girindrawardana.

Ekonomi sampingan yang diakibatkan startup dan media sosial dinamakan Gig Economy. Mereka yang menjadi Super Seller di Tokopedia, Mitra Driver Gojek, dan YouTuber adalah para pelaku gig economy yang adalah tenaga kerja informal yang tak pernah dihitung sebagai pekerja dan dicatat oleh pemerintah. Belum lagi yang bekerja sebagai freelancer di situs seperti Fiverr, Freelancer, Upworks, dll, blogger, vlogger, Youtuber, dll. Mereka ini tidak dicatat sebagai pekerja formal. Padahal ekonomi booming dari sektor digital ini sudah disorot media asing sejak lama [10].

Itulah sebabnya ada partai politik mengusulkan bahwa pekerjaan seperti influencer, konten kreator, pengendara transportasi online dan pemilik online store di marketplace, dll semestinya didata dan pekerjaannya dicantumkan di KTP.

Selain itu ada inflasi upah tenaga kerja. Di beberapa daerah, seperti di Jawa Barat ada kenaikan upah minimum yang signifikan hingga tahun 2016.

Sumber: idntimes – data lengkap kenaikan ump [11]

Untuk bisa mengundang investasi yang masuk akhirnya ada administrasi yang disederhananakan dan ada rasionalisasi perhitungan upah, tunjangan, dan pesangon pekerja.

Diskusi mengenai hal ini masih akan dilanjutkan dalam artikel yang berjudul Mengenal Apa Itu Omnibus Law yang Sedang Ramai Dibicarakan – Part II yang akan mencakup pembahasan:

  • Kenapa Hak-hak Pekerja Ikut Diotak-Atik dalam Omnibus Law?
  • Tidak Ada Kah Pilihan Lain Selain Mendiskon Upah dan Tenaga Pekerja?
  • Mengapa Omnibus Law Seperti Lebih Condong Kepada Pengusaha?
  • Apakah Omnibus Law ini Akan Mencederai Lingkungan juga?
  • Apakah Omnibus Law Pasti Akan Meningkatkan Daya Tarik Investasi?

Disclaimer:
Penulis merupakan kontributor lepas yang tidak terkait dengan Ajaib. Tulisan dibuat murni untuk edukasi, tanpa paksaan dari pihak manapun, dan tanpa tujuan menjatuhkan pihak manapun. Investasi di pasar modal mengandung risiko. Harap berinvestasi sesuai dengan kebijakan pribadi.

Referensi:

[1] https://tirto.id/isi-pidato-jokowi-saat-pelantikan-presiden-2019-2024-di-sidang-mpr-ej5U 

[2] https://peraturanpajak.com/2020/10/07/ringkasan-dari-omnibus-law-cipta-kerja/ 

[3] https://nasional.tempo.co/read/1395641/hari-ini-dpr-serahkan-naskah-omnibus-law-uu-cipta-kerja-812-halaman-ke-jokowi 

[4] https://investasi.kontan.co.id/news/jakarta-terapkan-psbb-transisi-emiten-sektor-ini-mendapat-angin-segar 

[5] https://psekp.ugm.ac.id/2017/11/21/mengapa-kita-perlu-tumbuh-di-atas-5-persen/ 

[6] https://www.sinarharapan.co/ekonomi/read/8053/ruu_perizinan_investasi_dikebut_dengan_konsep_omnibus_law 

[7] https://koinworks.com/blog/apa-itu-produk-domestik-bruto/ 

[8] https://twitter.com/dandhy_laksono/status/1236950361622990849 

[9] https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5060363/pengusaha-investasi-naik-tapi-serapan-tenaga-kerja-turun 

[10] https://www.bloomberg.com/news/articles/2018-08-06/indonesia-s-booming-gig-economy-means-big-tradeoffs-for-workers 

[11] https://www.idntimes.com/business/economy/budi-santoso-2/data-lengkap-kenaikan-ump-dari-tahun-2013-hingga-2018-c1c2 

Artikel Terkait