Berita

Indonesia Resesi Ekonomi Jadi Peluang Investasi

Indonesia Fix Resesi Ekonomi, Apa Penyebabnya?

Ajaib.co.id – Baru-baru ini Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati meramal ekonomi di kuartal III bakal negatif lagi. Perekonomian Indonesia dari Juli ke September akan berada di kisaran minus 2,9% hingga minus 1%. Artinya perekonomian nasional terkontraksi dua kuartal berturut-turut setelah pada kuartal II terkontraksi 5,32%. Sehingga Indonesia secara sah dan meyakinkan jatuh ke jurang resesi ekonomi.

Sepanjang tahun 2020 perekonomian Indonesia diprediksi akan tetap minus 1,7% hingga minus 0,6%. Hal ini karena kontraksi akibat pandemi COVID-19 masih akan berlanjut di semester II tahun ini.

Dari outlook Kementerian Keuangan, hampir semua sektor penopang pertumbuhan ekonomi di tahun ini mengalami kontraksi. Hanya konsumsi pemerintah yang tumbuh positif karena berbagai bantuan yang diberikan pada masa pandemi COVID-19 ini.

Mulai dari Konsumsi Rumah Tangga -3% hingga -1,5%, Konsumsi Pemerintah 9,8% hingga 17%, Investasi -8,5% sampai -6,6%, Ekspor -13,9% sampai -8,7% dan Impor -26,8% sampai -16%.

Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2020 bahkan bisa minus hingga 3%. Ramalan ini lebih rendah dari Sri Mulyani yang memprediksi minus 2,9%.

Menurutnya, tekanan akibat pandemi COVID-19 masih akan terasa, meski tidak sedalam kuartal II lalu. Di mana pada kuartal II-2020 perekonomian Indonesia anjlok hingga minus 5,32%.

Melihat pernyataan-pernyataan di atas sepertinya memanglah benar resesi akan terjadi di Tanah Air. Seperti apa pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 ini? Apa yang menyebabkan Indonesia resesi?

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia sepanjang 2020

Sebelum kita membahas apa penyebab resesi di Indonesia, mari kita runut lagi ke belakang, seperti apa pertumbuhan ekonomi RI sejak awal tahun?

Pada kuartal I-2020 lalu, ekonomi RI masih tumbuh positif namun terkontraksi cukup dalam dibanding capaian kuartal sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 sebesar 2,97% terkontraksi sebanyak 2,41% dibanding capaian kuartal IV-2019.

Lalu, di kuartal II-2020, ekonomi RI langsung anjlok signifikan. Ekonomi RI mulai tercatat minus. BPS mencatat ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 minus 5,32% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Jika dibandingkan dengan triwulan I-2020 maka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2020 mengalami kontraksi minus 4,19%. Sekarang, Indonesia masih menanti catatan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 yang baru bisa dipastikan akhir September ini.

Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa dapat dipastikan ekonomi nasional kuartal III-2020 ini tercatat minus. Hal itu menyusul revisi proyeksi yang dilakukan Kementerian Keuangan.

Resesi di Indonesia bisa terjadi karena kombinasi faktor domestik dan eksternal. Salah satu faktor domestik penyebab resesi adalah melemahnya permintaan masyarakat karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Aktivitas masyarakat yang masih dibatasi otomatis membuat laju perekonomian terhambat. Produksi barang dan jasa belum bisa dimaksimal, masih ada batasan di sana-sini.

Sedangkan dari sisi eksternal, resesi muncul akibat melemahnya permintaan dari negara lain terhadap barang produksi Indonesia serta berkurangnya investasi.

Negara-negara yang memiliki kontribusi besar untuk ekspor dari Indonesia seperti Amerika Serikat, Singapura, dan Korea Selatan telah mengalami resesi. Pandemi COVID-19 menyebabkan ekspor Indonesia hanya mencapai US$76,41 miliar atau turun 5,49% pada periode Januari hingga Juni tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Konsumsi rumah tangga Indonesia merupakan kontributor terbesar yang menyumbang hampir 60% terhadap ekonomi Indonesia. Hal ini menyebabkan faktor eksternal seperti penurunan ekspor tidak terlalu berkontribusi pada munculnya resesi dibandingkan faktor internal.

Peluang Jadi Orang Kaya Lewat Investasi

Kita harus menerima kenyataan pahit, resesi sudah di depan mata. Siap atau tidak, kita harus menghadapi dan melaluinya. Namun yakinlah bahwa semua ini akan berlalu.

Tumpuan harapan dunia ada di vaksin anti-virus corona. Kemungkinan vaksin sudah tersedia tahun depan, awal atau pertengahan tahun. Begitu vaksin sudah ada dan didistribusikan, maka hidup akan berangsur normal kembali. Masyarakat bisa mulai beraktivitas dengan tenang.

Oleh karena itu, ada harapan ekonomi bisa bangkit di tahun depan. Memang harus menunggu sekitar setahun, tetapi bagi kamu yang mampu bertahan akan mendapat keuntungan yang luar biasa.

Berbagai lembaga internasional memperkirakan ekonomi Indonesia akan kembali tumbuh positif pada 2021. Bukan sekedar tumbuh, tetapi melesat.

Pandemi COVID-19 yang menyeret ekonomi dunia tentu mempengaruhi pasar keuangan dunia, termasuk Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah melemah. Sejak awal tahun ini, IHSG sudah anjlok 21,49%. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah nyaris 7%.

Namun kembali lagi, harapan akan pemulihan ekonomi akan membuat aset-aset di pasar keuangan Tanah Air akan bangkit. Justru sekarang harga aset keuangan di Indonesia sudah sangat murah, dan dengan prospek kebangkitan ekonomi nilainya bakal naik pada masa mendatang.

Ambil contoh saham-saham perbankan nasional. Harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) secara year-to-date sudah terkoreksi 16,08%. Saat ini harga saham BCA berada di Rp 28.050.

Harga ini masih sangat jauh dari target yang diperkirakan pelaku pasar. Mengutip data Refinitiv, konsensus pasar untuk harga saham BBCA bisa mencapai Rp33.412,16, artinya ada potensi kenaikan 19,12%.

Kemudian saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang sekarang harganya Rp5.350. Target harga perkiraan pelaku pasar ada di Rp6.797,05 yang menggambarkan potensi lonjakan 27,05%

Pilihan investasi lainnya yang mudah dan menjanjikan keuntungan adalah reksa dana. Jangan dilihat dalam jangka pendek, reksa dana adalah investasi berhorizon jangka menengah panjang. Jika nanti pasar keuangan Tanah Air bangkit, maka Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana juga bakal terangkat.

Belajar dari krisis keuangan global 2008-2009, saat itu NAB reksa dana pun ambles. Namun pada 2010, NAB sudah pulih dan melampaui level sebelum krisis.

Pandemi virus corona juga membuat NAB reksa sana terkoreksi. Akan tetapi dengan harapan pemulihan ekonomi tahun depan dan 2022, nilainya akan kembali terangkat. Jadi kalau beli reksa sana sekarang, maka kemungkinan cuan pada 2021 dan 2022 lumayan tinggi.

Resesi memang berat, bahkan sangat berat. Namun periode ini bisa menjadi peluang untuk memupuk keuntungan pada masa mendatang.

Bagi kamu yang masih beruntung bisa memperoleh penghasilan, apalagi ada dana berlebih, maka ada baiknya mulai disisihkan untuk berinvestasi. Bisa dengan ‘menyerok’ saham, memborong reksa dana, dan sebagainya. Mumpung harga sedang diskon.

Jika kamu sabar, plus harapan pemulihan ekonomi benar-benar terwujud, maka niscaya nilai aset yang dibeli sekarang akan berlipat-lipat nilainya. Ini adalah kesempatan untuk menjadi kaya sebelum tua, jangan mau jadi tua sebelum kaya.

Artikel Terkait